Kecelakaan saat pulang dari rumah sakit membuatnya harus kehilangan suami dan anak yang baru saja di lahirkannya 3 hari yang lalu.
Tapi nasib baik masih berpihak padanya di tengah banyak cobaan yang di dapatkan Ayana.
Bertemu dengan seorang bayi yang juga korban kecelakaan membuatnya kembali bersemangat dalam menjalani hari-hari yang penuh perjuangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Sesampainya di lokasi pembangunan, Andreas turun bersama Bimo dan langsung masuk. Pembangunan hotel yang seharusnya sudah setengah kini hanya pondasi bawah saja yang baru selesai.
Bahkan di jam kerja yang seharusnya sudah mulai pun, para pekerja proyeknya belum terlihat di lapangan.
"Apa begini pekerjaan mereka setiap harinya? Bagaimana pembangunan ini bisa selesai kalau jam segini belum ada yang datang?"
Andreas sangat terkejut saat melihat langsung bagaimana kondisi di lapangan. Ia yang biasanya hanya akan datang saat pembangunan sudah setengah jadi dan saat sudah selesai.
Kaki panjang Andreas menyenggol pondasi di hadapannya. Alangkah kesalnya ia saat semen yang terlihat sudah kering itu malah runtuh bagian yang terkena ujung sepatu mahalnya.
"Apa-apaan ini? Hubungi semua yang berkaitan dengan ini agar datang kekantor. Kita harus selesaikan secepatnya sebelum semakin merugikan."
Kemarahan Andreas semakin memuncak mendapati buruknya proyek yang bernilai milyaran itu. Ia sudah keluar uang banyak untuk pembangunan itu. Namun hasilnya malah seperri ini.
Perusahaan pak Dudi, ayahnya Meli yang merupakan pihak kontraktornya sangat mengecewakan. Bahkan melebihi apa yang sudah di ketahui oleh Andreas. Kemana semua uang yang sudah ia keluarkan kalau pembangunannya seburuk itu.
Kembali ke kantor, Andreas melihat sekretarisnya yang sudah masuk bekerja setelah cuti.
"Siapkan ruang rapat, kalau mereka sudah datang beritahu aku."
Setelah mengatakan hal itu, Andreas masuk ke dalam ruangannya. Sekretarisnya yang bernama Mona itu bengong sekaligus kaget.
"Rapat apa?" Tanyanya pada Bimo yang berada di belakang Andreas.
"Rapat dadakan bersama pihak mantan mertua, Tuan rugi besar karena pembangunan hotel yang harusnya sudah setengah jalan malah zonk."
Mata Mona melotot mendengar kabar itu.
"Zonk bagaimana? Apa terjadi korupsi besar-besaran di proyek itu? Tapi kok bisa? Bukannya yang menjadi kontraktornya dair perusahaan Bu Meli?" Heran Mona yang memang belum tahu kabar terbaru mengenai sang atasan.
"Ceritanya panjang, nanti kamu ikut saja," kata Bimo sembari berlalu masuk ke dalam ruangan Andreas untuk mendiskusikan sesuatu.
Sedangkan Mona bergerak untuk menyiapkan apa yang di perintahkan atasannya.
"Bakalan perang besar antara mertua dan menantu nih sepertinya. Tapi memang keluarga bu Meli itu gak ada yang sombong sih," gerutu Mona sembari memasuki ruang rapat.
Ia tahu persis seperti apa keluarga mertua atasannya. Mona bahkan tahu bagaimana perangai Meli yang sombong dan sok berkuasa bila datang ke perusahaan itu.
Dua jam kemudian semuanya berkumpul di ruang rapat. Suasan nampak mencekam saat Andreas masuk bersama Mona yang membawa beberapa berkas di dekapannya.
Sedangkan Bimo melakukan tugasnya yang lainnya. Masih ada beberapa hal lagi yang perlu di selidiki baik-baik.
"Oh menantuku, ada apa sampai Ayah di panggil ke perusahaan ini? Apa permintaan Ayah sudah kamu selesaikan dan kita akan serah terima sekarang?"
Pak Dudi dengan begitu pede nya menyangkan kalau Andreas akan memberikan apa yang ia minta sebagai kompensasi atas meninggalnya sang anak.
"Apa yang Anda minta kepada saya?" Tanya Andreas pura-pura tak tahu.
"Ya tentu saja kompensasi atas kematian Meli, bukan kah kamu sendiri yang bersedia memberikan apapun yang Ayah mau."
Mona melotot mendengar ucapan pak Dudi, wanita itu tak menyangka kalau ternyata Meli sudah meninggal. Dan gilanya sang ayah malah meminta kompensasi pada suami anaknya.
'Gila! Mungkin tengkorak kepala pak Dudi geser ini. Anaknya meninggal kok minta kompensasi sama menantu. Ya minta sama pihak asuransi lah kalau pun ada,' batin Mona.
"Bagaimana dengan kompensasi ini?"
Andreas melemparkan dokumen berisi semua kecurangan yang di lakukan oleh pak Dudi. Bukannya bermaksud kurang ajar, hanya saja kesabaran Andreas sudah terkikis oleh ketamakan yang semakin di tunjukkan oleh pak Dudi sendiri.
Pak Dudi mengambil map di depannya lalu membuka dan membaca. Kedua matanya hampir saja keluar dari tempatnya kala melihat apa yang di berikan oleh Andreas.
"Bukan hanya satu proyek yang bermasalah, tapi tiga. Apa Anda tahu bagaimana anak Anda meminta pada saya agar proyek itu di kerjakan oleh ayahnya? Bahkan ia sampai menghasut Mama saya dan menyebabkan keluarga ribut. Kalau sudah begini apa yang akan Anda katakan?"
Andreas menatap tajam pak Dudi yang terdiam dengan wajah pucatnya. Tak menyangka kalau kecurangannya akan terbongkar secepat ini.
"1 triliun lebih kerugian yang saya alami dari proyek busuk itu. Bagaimana Anda akan memberi saya kompensasi atas itu?"
"Ini... Ini pasti salah. Tidak ada proyek yang gagal di tangani perusahaan saya. Bahkan semua "pembangunan hampir selesai," kilah pak Dudi dengan keringat yang mulai keluar.
"Saya baru dari salah satu proyek pagi ini, dan hasilnya sangat di luar ekspetasi saya. Pembangunan yang lambat, pondasi yang buruk dan kinerja yang lebih buruk lagi. Saya mau ganti rugi itu segera di bayar secepatnya dan kontrak kerja sama batal," ucap Andreas tajam.
"Apa? Tidak bisa sperti itu juga dong. Bagaimana pun juga saya ini mertua kamu, jadi tidak akan ada yang namanya ganti rugi apa lagi pembatalan kontrak kerja sama."
Mendapatkan penolakan dari mantan mertuanya yang sudah masuk perhitungan membuat wajah Andreas semakin terlihat menyeramkan saja.
"Bisnis tetap bisnis, pekerjaan tetap pekerjaan. Di perjanjian kontrak sudah di jelaskan dengan detail termasuk akibat dari merugikan salah satunya. Bayar atau denda yang di sertakan kurungan."
Susah payah pak Dudi menelan salivanya, ia benar-benar melupakan surat perjanjian kontrak yang sudah di tanda tanganinya. Terlena mendapatkan uang banyak dari orang yang dulunya menantu.
Pak Dudi sampai melupakan yang mana untuk urusan pekerjaan dan mana untuk pribadi. Yang ada di pikiran pria paruh baya itu hanya bersenang-senang menghabiskan uang. Kalau habis minta lagi pada anaknya Meli.
Kini yang bisa di andalkannya sudah tiada dan pak Dudi tak bisa lagi meminta pada anaknya itu.
"A ah jangan begitulah, Nak. Kita ini sekeluarga, Meli pasti akan sedih kalau kamu perlakukan Ayahnya seperti ini," kata pak Dudi yang masih saja mencari celah untuk tak membayar ganti rugi.
"Saya hanya butuh satu jawaban, ganti atau penjara."
Kata-kata tegas dari Andreas membuat pak Dudi tak lagi bisa berkutik. Pikirannya seketika nge blang, ia kebingungan sendiri bagaimana harus membayar denda yang tak sedikit itu.
"Beri Ayah waktu, Nak." Mencoba negosiasi dengan Andreas berharap di beri keringanan.
"Hubungi Polisi dan tuntut dengan kasus korupsi, minta juga mereka yang terlibat untuk mengganti uang yang sudah mereka ambil," kata Andreas pada Mona.
"Baik, Tuan." Mona mengangguk menyanggupi perintah.
"Dan untuk para pengkhianat seperti kalian juga akan mendapatkan hal yang sama seperti beliau."
Andreas keluar dari ruang meeting di ikuti Mona yang akan segera melakukan tugasnya. Sedangkan di ruangan itu hanya tinggal penyesalan saja yang di rasakan.
Saat kejahatan tak ketahuan, maka rasanya sungguh sangat nikmat. Apa lagi bisa mendapatkan uang dalam jumlah besar tanpa bekerja keras.
Namun saat kejahatan sudah kelihatan dan mendapatkan hukuman. Habislah sudah segalanya, bukan hanya harta yang akan di sita sebagai ganti. Hukuman penjara dan nama baik yang rusak juga menjadi beban diri.