Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan
Seorang wanita berjalan menyusuri rumah mewah miliknya, dengan perutnya yang buncit karena mengandung buah hati dari lelaki yang dia cintai, cinta pertamanya dan akan menjadi cinta terakhir dirinya.
Saat akan melewati sebuah pintu kamar tamu, sayup-sayup dia mendengar suara desahan yang bersahutan-sahutan. Suara dua orang yang sangat dikenalinya, suara yang saling berlomba-lomba untuk mencapai kepuasan, hingga suara itupun berhenti.
Dirinya kini mematung, dia berpikir mungkin karena efek kehamilan membuatnya kecapean hingga berhalusinasi mendengar suara tersebut, saat akan melangkah tiba-tiba suara itu terdengar lagi.
"Mas kapan menyingkirkan wanita sialan itu?" tanya suara wanita yang dikenalinya dengan lembut mendayu-dayu.
Ini bukan mimpi, ini bukan halusinasi ku! Pikirnya.
"Sabar sayang, setelah semua asetnya berpindah tangan. Kita akan melenyapkan wanita itu," sahut sang pria tak kalah lembutnya.
"Cuman wanita sialan itu saja? Anaknya?" Suara wanita tersebut terdengar merajuk. Membuat sang pria terkekeh gemas.
"Tentu lah dengan anaknya sekalian sayang," jawabnya mantap tanpa berpikir.
Tubuh wanita hamil itu mundur kebelakang, hampir limbung jika tak berpegangan pada meja vas didekatnya. Akibatnya vas bunga tersebut jatuh menimbulkan bunyi membuat dua orang didalam kamar yang berbeda jenis itu terkejut.
Prang...
Vas bunga itu hancur berkeping-keping, sehancur hati wanita cantik yang sedang mengandung itu.
Tak ingin berlama-lama, dia berbalik pergi melewati beberapa kamar menuruni tangga dengan tergesa-gesa, pikirannya saat ini dia harus pergi menyelamatkan sang buah hati dari cengkraman anaconda yang siap menerkamnya.
"Zanaya!" Seorang laki-laki keluar dari kamar tamu dengan keadaan berantakan.
"Mas, sepertinya Zanaya sudah tahu, sebaiknya mas cepat selesaikan agar kita bisa hidup bahagia" Tidak ada raut penyesalan tergambar di wajah kedua orang tersebut.
"Baiklah, ayo kamu pakai baju dulu, diluar sana sangat dingin, Zanaya tidak akan bisa keluar dari rumah ini" Di tariknya lembut tangan wanita tersebut tanpa mengkhawatirkan sang istri sah.
"Lepaskan! Lepaskan saya!" Berontak wanita hamil tersebut saat tangannya dipegang oleh kedua orang kepercayaannya.
"Maaf Zanaya, kami tidak bisa melepaskan mu," ujar seorang pria kepercayaan Zanaya, membuat Zanaya tidak percaya, orang yang dipungut dan ditolong malah balik menggigitnya.
"Malik, aku yang Nyonya di rumah ini, harusnya kau mendengarkan aku," bentak Zanaya, Malik hanya diam.
"Itu dulu, sekarang akulah Nyonya di rumah ini." Seorang wanita berjalan bergandengan bersama pria, saling merangkul mesra.
"Kau, apa salahku padamu? Hingga kau tega menusukku dari belakang Fani," hardik Zanaya menunjuk ke arah wanita yang bernama Fani, yang hanya dibalas senyum mengejek.
"Kau tidak punya salah apa-apa Zanaya sepupuku tersayang, hanya saja kau selalu mendapatkan apa yang kau mau sedangkan aku tidak," jawabnya polos tersungging senyum mengejek, sang suami hanya diam menatapnya dingin.
"Oh, satu hal yang perlu kau tahu, bahwa kaulah yang merebut Revan, Revan dari dulu sudah mencintaiku dan hanya menjadikan dirimu batu loncatan," sambungnya dengan senyum puas, saat melihat wajah syok wanita hamil itu.
"Itu karena memang kau tidak layak mendapatkan yang berharga, sebab kau hanya perempuan murahan sangat cocok dengan bajingan disamping mu itu," sarkas nya dengan sorot mata kepedihan bercampur amarah.
Mendapat hinaan dari mulut sang istri membuat sang suami naik pitam, wajah menggelap, melepas rangkulan dari pinggang sang kekasih dengan lembut, kemudian dengan langkah tegas dia menghampiri sang istri yang masih dipegangi layaknya seorang pencuri.
Bugh
Sebuah tendangan yang mendarat di perut wanita hamil itu, membuat Zanaya spontan berteriak kesakitan terjatuh akibat cekelan tangan yang terlepas.
Bukannya iba melihat darah yang telah mengalir deras pada kaki sang istri, dia malah menyeret sang istri dengan menarik rambut panjangnya menuju belakang mansion tanpa mempedulikan rintihan kesakitan itu.
Di ikuti oleh Fani berserta orang kepercayaan Zanaya yang telah berkhianat.
Malam ini terasa sangat mencekam dan dingin yang menusuk kulit, Zanaya bersimpuh memegangi perutnya, yang sakit luar biasa sampai menjalar ke seluruh tubuh.
Orang-orang yang sangat dipercayai nya hanya memandangnya rendah bak seonggok sampah, tak ada tatapan iba di setiap sorot mata itu hanya ada tatapan penuh kepuasan.
"Oh, Zanaya keponakan ku tersayang. Maaf yah, Om dan Tante datang terlambat." Sebuah suara yang dikenalinya membuat secercah harapan timbul dimatanya yang semula redup.
"Tante, Om, tolong Zanaya!" rintihannya memohon.
"Kenapa kami harus menolong mu Zanaya? Sedangkan kami dari dulu menginginkan kematian mu." Ucapan dari tantenya seperti tombak yang menusuk. Lagi dan lagi dia mempercayai orang yang salah.
Deg!
Dirinya kini pasrah dengan apa yang terjadi, menyesal pun tak bisa mengubah apa-apa. Hanya kata seandainya yang terus terlintas dipikirannya.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang sedang hamil besar, disampingnya wanita yang sangat dia sayangi layaknya saudara kandung bergelayut manja di lengan kekar sang suami dengan senyum menyeringai.
"Sayang sebelum kau membunuhnya aku akan memberikan dia sebuah dongeng, agar dia tenang alam sana," sahut Fani dengan bahagia.
"Zanaya kau tahu, ada seorang putri yang sangat manja dan bodoh. Dia tertipu dengan wajah polos sang sepupu sampai memberikan semua yang dimilikinya untuk dijadikan milik sepupunya, termasuk suaminya juga." Fani mulai bercerita bak menceritakan sebuah dongeng
"Dan dengan bodohnya dia mendekat ke arah malaikat mautnya dan menjauhi malaikat penolongnya sungguh miris!" Wajah Fani dibuat sedih saat kalimat terakhir.
"Karena malaikat penolongnya telah pergi satu persatu dengan cara tragis, dan kau tahu siapa yang melakukan itu? Si Putri bodoh itu sendiri yang mendorong mereka ke dalam jurang yang dalam, tapi pada akhirnya si Putri bodoh ini juga ikut bersama mereka, aku merasa sedih Zanaya karena cerita si Putri manja sad ending." Zanaya semakin memancarkan sorot kebencian pada mereka semua, dia tahu betul siapa yang diceritakan oleh Fani.
"Kenapa kalian melakukan ini pada keluarga ku? Padahal mereka juga keluarga kalian bangsat." Umpatan keluar dari bibir yang berdarah itu.
"Oh, ada satu lagi yang harus kau tahu, paman yang kau kira saudara mama mu itu bukanlah paman asli mu." Ucapan Fani terdengar enteng, tapi mampu membuat tubuh Zanaya membeku.
"Ada pesan terakhir Zanaya?" tanya sang suami dengan suara dingin yang menusuk ke hatinya.
Zanaya mendongak menatap wajah pria yang sangat ia cintai itu, dengan tatapan benci dan dendam di kedua sorot matanya yang cantik itu membuat sang suami tertegun.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tidak akan pernah mencintai bajingan sepertimu! Dendamku ini yang akan bertindak membalas sakit yang kalian berikan!" ucapnya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Ketiga tembakan tersebut melesat mengenai kepalanya, tubuhnya kini ambruk dan terjatuh ke danau yang ada dibelakang mansion.
"Mama! Papa! Kakak ! Kakek! Nenek! Kita akan segera bertemu!" ucapnya dalam hati sebelum menutup mata.