Halwa mencintai Cakar Buana, seorang duda sekaligus prajurit TNI_AD yang ditinggal mati oleh istrinya. Cakar sangat terpukul dan sedih saat kehilangan sang istri.
Halwa berusaha mengejar Cakar Buana, dengan menitip salam lewat ibu maupun adiknya. Cakar muak dengan sikap cari perhatian Halwa, yang dianggapnya mengejar-ngejar dirinya.
Cakar yang masih mencintai almarhumah sang istri yang sama-sama anggota TNI, tidak pernah menganggap Halwa, Halwa tetap dianggapnya perempuan caper dan terlalu percaya diri.
Dua tahun berlalu, rasanya Halwa menyerah. Dia lelah mengejar cinta dan hati sang suami yang dingin. Ketika Halwa tidak lagi memberi perhatian untuknya, Cakar merasa ada yang berbeda.
Apakah yang beda itu?
Yuk kepoin cerita ini hanya di Noveltoon/ Mangatoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Ketagihan
"Ya ampun Cakar, apa-apaan kamu? Kamu mau melakukan KDRT?" sentak Bu Fajarani memasuki kamar dan menepis tangan Cakar dari lengan Halwa. Bu Fajarani menatap Cakar tajam, ia tidak suka anak lelakinya melakukan tindakan kasar terhadap siapapun terlebih perempuan dan ini seorang istri.
"Ibu? Kenapa Ibu tiba-tiba masuk dan mencampuri urusan Cakar? Aku sedang mendidik istriku, Bu. Aku bukan mau memukulnya, tapi mengangkat lengannya supaya bangkit dan turun ke bawah menyambut Ibu dan Ais." Cakar memberikan alasan.
"Mengangkat bagaimana, lihat istrimu menangis. Beraninya kamu kasar sama perempuan. Kalau berani melakukan itu, langkahi dulu mayat ibu. Baru kamu bisa sewenang-wenang padanya," dengus Bu Fajarani marah. Lalu kini meraih Halwa dan membawanya bangkit dan duduk dengan benar.
"Dengar dulu alasan Cakar, Bu. Kenapa Cakar marah. Dia itu baru saja pulang kerja. Dan pulangnya tidak biasanya telat dan justru Cakar lebih dulu pulang. Dia seenak jidat pulang malam, tapi tidak kasih kabar dulu ke aku. Pesan WA atau telpon kek. Mau bagaimanapun, harusnya dia kasih kabar bahwa dia lembur hari ini. Aku ini kan suaminya. Mana pulangnya malam, makanan belum ada, mau jadi apa dia kalau dibiarkan seperti ini?" dumelnya meluapkan kekesalan di depan ibunya.
"Ya ampun Cakar, baru saja sekali Halwa pulang telat dibanding kamu, maklumi saja. Mungkin saja Halwa tadi lupa tidak memberi kabar sama kamu," tukas Bu Fajarani membela menantunya yang kini mulai reda isaknya.
"Ibu bela terus dia, nanti melunjak kalau dibela terus. Aku ini kesal, dia pulang telat dan pastinya belum masak apa-apa."
"Tidak perlu marah seperti ini. Kan tinggal menghangatkan lauk sisa pagi. Masih bagus juga bukan? Lagipula ngapain mikirin masakan yang belum dibuat. Ibu dan Ais datang kemari sengaja membawa makanan banyak untuk kalian, masih fresh. Tadi sore ibu sengaja masak. Ayolah turun, kita makan bersama. Ibu dan Ais sengaja ingin makan bersama kalian berdua untuk merayakan sesuatu," jelas Bu Fajarani seraya meraih tangan Halwa dan membawanya keluar kamar.
"Ayo Halwa, ikut ibu. Kamu siapkan makanan bawa ibu di meja makan bersama Aisyah." Bu Fajarani membawa Halwa keluar kamar supaya menantunya itu turun ke bawah dan menyiapkan makan malam.
"Halwa, sudah, ya. Jangan pikirkan sikap Cakar tadi. Lebih baik siapkan masakan bawa ibu di bawah bersama Ais," hibur Bu Fajarani sembari mengusap bahu Halwa.
"Baik, Bu. Halwa ke bawah dulu." Halwa patuh lalu bergegas menuruni tangga. Bu Fajarani kembali masuk kamar Cakar, di sana Cakar terduduk di sofa dengan wajah yang kusam.
"Bu, jangan manjakan Halwa, Cakar sedang mendidik dia supaya benar." Cakar langsung bicara saat ibunya memasuki kamarnya lagi.
"Mendidik tidak seperti itu Cakar. Jangan membuat istrimu takut. Jangan-jangan selama ini sikap kamu memang seperti itu pada Halwa? Dia itu perempuan lembut dan baik. Jangan kamu kasari," nasihat Bu Fajarani lagi nampak kesal dengan sikap Cakar yang ngeyel.
"Ah, sudahlah, Bu. Cakar tahu mana yang baik dan benar. Cakar juga tidak mungkin melakukan KDRT tanpa sebab. Ngomong-ngomong dalam rangka apa Ibu dan Ais ke sini? Dan tadi Ibu bilang sengaja masak banyak dan ingin makan di sini untuk merayakan sesuatu. Sesuatu apa maksud Ibu?" heran Cakar mengalihkan topik pembahasan sang ibu.
Bu Fajarani melemparkan senyum penuh arti, sebelum bicara.
"Berikan ibu dan bapakmu cucu yang cantik dan tampan, agar kami tidak kesepian lagi di rumah. Sebentar lagi Ais menikah, maka rumah akan sangat sepi. Maka dari itu, ibu minta kamu dan Halwa jangan menunda untuk punya anak. Ibu tunggu kabar baik dari kalian," tuturnya membuat Cakar tidak paham.
Bu Fajarani segera keluar kamar setelah mengatakan itu pada Cakar.
"Bu, tunggu. Apa maksud perkataan Ibu tadi, Cakar tidak paham?" Cakar menyusul ibunya yang kini sudah menuruni tangga. Namun, Bu Fajarani tidak mempedulikan Cakar yang dilanda penasaran.
Tiba di meja makan, semua menu makanan favorit Cakar ada di sana. Dan Cakar makan dengan lahap malam itu karena bagaimanapun masakan ibunya jauh lebih istimewa dibanding masakan siapapun, termasuk masakan Halwa sekalipun.
"Kak Cakar, kemarin pacar aku sempat melihat kakak jalan dengan seorang KOWAD di mall, apakah itu benar Kakak?" singgung Aisyah tiba-tiba. Cakar terbatuk seketika.
"Uhuk-uhuk."
Halwa dengan sigap menyodorkan air putih untuk Cakar. Sementara bu Fajarani menatap lekat ke arah Cakar.
"Mas, ini minumnya."
"Ya ampun, Ais. Lihat-lihat dulu kalau bicara itu. Katanya Guru tapi ada saja cara ingin menjatuhkan aku di depan Ibu." Cakar berkata dalam hati dengan wajah yang gelisah.
"KOWAD yang mana lagi yang dimaksud adikmu itu, Cakar?" tanya Bu Fajarani dengan tatap menusuk. Melihat situasi yang cukup gelisah dan menegangkan di wajah Cakar, Halwa pun ikut gelisah, ternyata suaminya masih jalan dengan perempuan lain meskipun dia sudah memiliki istri.
"Siapa sih yang dimaksud pacarmu itu, Ais? Kakak tidak ke mall kemarin. Bisa saja itu orang yang mirip dengan Kakak. Tubuh atletis dan rambut cepak seperti ini, banyak dimiliki tentara lain bukan kakak saja," tepis Cakar pandai bersilat lidah.
"Tapi kata Mas Irsan, mirip benar dengan Kakak," yakin Aisyah.
"Si Irsan dipercaya. Banyak yang mirip dengan Kakak, jangan gampang menyimpulkan kalau itu Kakak. Sudahlah, lebih baik segera selesaikan makanmu, jangan banyak ngoceh kalau makan." Cakar balik marah saat Aisyah masih berusaha meyakinkan bahwa yang dilihat pacarnya kemarin adalah benar sang kakak.
Makan malam itu berakhir. Bu Fajarani dan Asiyah kembali pulang. Sebelum pulang, seperti biasanya ia akan menasehati Cakar dan Halwa. Setelah itu baru mereka berpamitan dan pulang.
Setelah ibu dan adiknya pulang, Cakar menaiki tangga menyusul Halwa yang sudah ke kamar. Saat memasuki kamar, dilihatnya Halwa sedang membersihkan wajahnya dengan pembersih muka dan sudah berganti pakaian dengan piyama.
Sejenak Cakar menatap dalam punggung istrinya itu, tiba-tiba ada hasrat yang kembali muncul dan rasanya tidak bisa dia tunda sampai besok.
Tiba-tiba Halwa berdiri menyudahi membersihkan wajahnya, dan kini dia bersiap menaiki ranjang. Namun dengan cepat tangan kekar Cakar menangkap pinggang Halwa dan menariknya kuat merapatkan dengan tubuhnya yang menegang.
"Aduhh." Halwa mengaduh cukup terkejut. Sayangnya, Cakar tidak membiarkan bibir Halwa menganga lama. Dengan cepat Cakar melabuhkan sebuah kecupan hangat penuh hasrat di bibir Halwa.
Halwa susah bernafas, Cakar terpaksa melepaskan pagutannya. Ia menatap dalam wajah bening Halwa yang diakuinya memang begitu cantik.
"Halwa," bisiknya sendu seraya membawa tubuh Halwa ke atas kasur dan membaringkannya. Dengan hasrat yang sudah membara, Cakar kembali membawa Halwa ke dalam dekapannya.
Halwa yang sempat berontak, kini hanya bisa pasrah menerima perlakuan Cakar. Pertautan itu terulang kembali, dan Cakar seperti ketagihan untuk menyatukan jiwanya bersama Halwa.
"Tapi, aku hanya membutuhkannya bukan mencintainya. Halwa istriku, tapi hanya untuk ku jadikan pelampiasan saja."
Halwa menatap nanar tubuh Cakar dari atas sampai bawah. Keringat dingin timbul di keningnya, sepertinya Cakar sedang bermimpi sampai impiannya terbawa ke alam bawah sadarnya lalu mengigau.
Hati Halwa begitu hancur berkeping-keping. Seperti debu yang berhamburan, tidak ada harapan untuknya dari Cakar. Halwa segera bangkit dan menuruni ranjang perlahan. Walaupun hatinya hancur, tapi dia harus tetap ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengadukan sakit hati ini pada sang illahi.