Seorang wanita muda bernama Ayuna berprofesi sebagai dokter Jantung yang berdinas di rumah sakit pribadi milik keluarganya, dia terpaksa dijodohkan oleh orang tuanya karena dia lebih memilih karir dibandingkan dengan percintaan.
Sebagai orang tua. tentunya sangat sedih karena anak perempuannya tidak pernah menunjukkan laki-laki yang pantas menjadi pasangannya. Tidak ingin anaknya dianggap sebagai perawan tua, kedua orang tuanya mendesaknya untuk menikah dengan seorang pria yang menjadi pilihan mereka. Lantas bagaimana Ayuna menyikapi kedua orang tuanya? Mungkinkah ia pasrah menerima perjodohan konyol orang tuanya, atau melawan dan menolak perjodohan itu? ikuti kisahnya hanya ada di Novel toon
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Keluarga Menjengkelkan
Hari itu, semua keluarga diminta pulang lebih awal. Martha mendesak Ayuna untuk segera pulang, karena cucunya itu sangat jarang menghabiskan waktu bersama di rumah.
Acara makan malam berjalan cukup hening, semua keluarga besar sudah berkumpul di uang makan, namun keberadaan Martha dan juga Alexander, membuat keluarga yang lain tidak ada yang bergeming.
"Pa! Istri Moffat sekarang lagi dirawat di rumah sakit. Dia mengalami serangan jantung, mungkin terlalu banyak pikiran, jadi ya seperti itu," celetuk Marha dengan mengambil lauk untuk ditaruh di piringnya.
"Mama tau dari mana?" tanya Alexander.
"Dari pembantunya," jawab Martha.
"Tadi itu, aku menghubunginya, tapi yang terima telfon itu pembantunya. Dia bilang, kalau Ane sedang dirawat di rumah sakit, tapi aku sendiri tidak tahu rumah sakit apa yang ditempatinya," jawab Martha.
"Ane?"
Mendengar nama Ane disebut, Ayuna pun agak terkejut dan ingatannya langsung tertuju kepada Ane, orang tua yang tengah dirawatnya.
"Enggak! Ini nggak mungkin. Di dunia ini bukan hanya dia yang bernama Ane. Banyak nama Ane yang ada di muka bumi ini. Jadi nggak harus dia aja kan, yang bernama Ane?"
Ayuna terdiam dari lamunannya. Mulai terpikir pada salah satu pasien yang kini berharap dirinya mau jadi dokter pribadinya.
"Kenapa kamu tidak cari tahu tentang keberadaannya Ma? Kan kita juga harus mengunjunginya," ucap Alexander.
"Mau cari tahu ke siapa lagi, pembantunya saja juga nggak tau majikannya dirawat di rumah sakit mana, jadi aku juga nggak tau keberadaan dia," jawab Martha.
"Ya kenapa kamu nggak nelfon aja ke anaknya, jadi bisa mengetahui keberadaan Ane," tutur Alexander.
"Oh iya ya? Kenapa aku nggak pernah kepikiran sampai situ ya? Bodoh banget aku. Yaudah, setelah selesai makan malam, aku akan menghubungi anaknya saja," ucap Martha sembari terkekeh.
Ayuna hanya menatap jengkel pada omanya. Berharap omanya tidak mengetahui keberadaan temannya dan mengurungkan niatannya untuk menjodohkannya.
"Hendra! Bagaimana dengan rumah sakit. Papa udah lama nggak memantaunya. Apa ada kendalanya di sana?" tanya Alexander.
"Sejauh ini semuanya aman terkendali Pa. Pasien mendapatkan perawatan yang tepat, selama ini nggak ada keluhan dari pasien Pa," celetuk Mahendra.
"Syukurlah kalau begitu. Papa udah tua, Papa serahkan tugas Papa padamu dan juga adik-adikmu. Tapi kalau ada apa-apa? Tolong kasih tau Papa, jangan sembunyikan apapun dari Papa," peringat Alexander.
"Iya Pak, tentu."
Mahendra menganggukkan kepalanya menyetujui permintaan dari Papanya.
"Dan kamu tau Hendra, semakin ke sini, Ayuna semakin berani membantahku. Aku di sini nggak dihargai sama dia. Dia lebih membela Mamanya dari pada mengikuti cara keluarga ini. Entahlah, otaknya terbuat dari apa?"
Uhuk... Uhuk....
Ayuna yang tengah minum, tersedak karena ucapan omanya yang tengah mengadu pada Papanya.
"Oma! Apa yang sudah oma katakan. Aku bukannya membantah oma, aku cuma tidak mau oma terlalu menyakiti perasaan Mama. Oma nggak pernah tahu gimana perasaan Mama saat nggak dihargai. Aku sebagai anak, bisa mengerti gimana sakitnya. Apa aku salah membela Mama aku," jawab Ayuna.
Mahendra hanya diam tidak memberikan respon. Dia cukup tahu betul Mamanya memang tidak pernah menyukai Lidya.
Pernikahannya dengan Lidya tidak mendapat restu. Karena kabur dari rumah dan menikah dengan Lidya, Alexander mencarinya, memintanya untuk pulang dan menyuruhnya mengurus rumah sakit, karena pada masa itu, Mahendra masih berstatus magang.
"Kamu denger sendiri kan Hendra. Kamu bisa melihat mata kepalamu sendiri, kalau anakmu sudah sangat keterlaluan padaku. Apa aku masih kurang baik di mata mereka," oceh Martha.
"Ma! Mereka nggak sepenuhnya salah Ma. Mereka itu hanya ingin Mama menghargai ibu mereka. Ayuna berani bantah ucapan Mama, karena Mama sudah sangat keterlaluan pada istriku," bantah Mahendra.
"Hendra!"
Martha beralih membentak Mahendra yang juga ikut-ikutan menyalahkannya.
"Kamu bener-bener ya? Jadi kamu juga menentang Mama seperti anak-anakmu demi membela istrimu yang kampungan itu. Ok, kalau kamu sudah nggak peduli sama Mama, nggak papa, tapi jangan pernah berharap Mama akan menerimanya dengan baik."
Martha langsung beranjak dari tempat duduknya. Merasa tidak dihargai, Martha pun bergegas pergi ke kamarnya tanpa menghiraukan perutnya yang belum terisi makanan.
"Mama! Bukannya aku itu menentang Mama. Aku hanya ingin mengatakan kebenarannya saja. Jangan bersikap seperti itu Ma, jangan memusuhi kami," celetuk Mahendra bicara nemekik masih dalam posisi duduk di ruang makan.
"Sudah! Sudah! Sudah. Nggak perlu diributin, Mama kamu emang seperti itu, tapi sebaiknya kalian diam saja. Jangan sampai orang lain melihat keburukan keluarga kita," papar Alexander.
"Opa! Jadi opa belain oma yang kayak gitu. Hanya demi reputasi? Kehormatan keluarga kita memang lebih penting opa. Tapi perasaan harga diri juga harus dijaga. Aku lebih baik nggak dihormati orang lain dari pada pura-pura baik tapi sebenarnya sangat buruk. Aku bahkan rela keluar dari Mansion kalau memang tidak lagi diharapkan," sahut Ayuna.
Semua orang terdiam, tidak ada yang berkutik saat Ayuna menentang opanya.
"Yuna!"
Alexander menyentak keras cucu perempuannya. Berani melawannya hingga membuatnya tersulut emosi.
"Jangan sampai ada yang berani keluar dari Mansion ini," peringat Alexander.
Alexander menatap jengkel pada Ayuna. Ayuna terdiam dengan menundukkan wajahnya.
"Mau jadi apa kamu di luar. Apapun yang terjadi pada keluarga kita, jangan sampai ada orang luar yang tau. Kalau kamu berani melanggar aturan opa, jangan harap opa akan memaafkanmu."
Alexander memberikan ancaman, yang tentunya tidak main-main.
"Semua keputusan yang ada di sini, hanya opa lah yang harus menentukan. Kalau sampai kamu melanggarnya, silahkan angkat kaki dari sini, tapi perlu kau ingat! Tak satupun fasilitas yang kamu miliki, kamu berhak membawanya. Termasuk kerjaan kamu. Opa tidak sudi menerima orang yang sudah membangkang seperti kamu. Peringatan ini bukan hanya untuk kamu saja, tapi penghuni yang lain. Camkan itu baik-baik."
Alexander juga beranjak dari tempat duduknya. Berjalan dengan membungkuk menuju kamarnya, tak menyelesaikan acara makan malamnya.
Ayuna menangis, dia juga terkena mental akibat membantah opa dan juga opanya.
"Tuh kan, apa kakak bilang. Jangan lawan opa sama oma. Kamu sih, diomongin bandel banget," tegur Nilam.
"Gimana aku nggak lawan mereka, aku ngelihat Mama nggak pernah dihargai, hatiku terluka kak. Kakak seorang anak perempuan Mama, apa kakak nggak kasihan melihat Mama diperbudak di sini. Bukan dianggap sebagai menantu, tapi dianggap sebagai pembantu. Jujur kak, aku udah nggak kuat ada di sini."
Ayuna menangis dengan menutup kedua matanya.
Nilam merangkul dan mengusap punggungnya dari samping.
Tidak bisa berbuat apapun untuk membela adik dan juga Mamanya.
"Maaf. Maafin kakak Yuna. Bukannya kakak nggak sayang sama Mama, bukannya kakak nggak peduli sama kamu. Kakak sayang sama kalian. Tapi kakak nggak punya keberanian untuk lawan opa sama oma. Mereka yang berkuasa di sini dek, mereka yang menentukan hidup kita di sini," jawab Nilam.
"Dan karena patuhnya pada mereka, sekarang kakak menjadi janda. Kalau kakak dulu nggak mau dijodohin sama mas Abi, mungkin kakak sekarang masih singgel dan tidak trauma dengan yang namanya pernikahan. Aku juga nggak mau bernasib sama seperti kakak. Aku tetap akan menantang keputusan mereka," ujar Ayuna.
"Ayuna! Jangan lakukan itu nak."
Lidya memotong ucapan Ayuna, Mahendra dan yang lainnya juga refleks menoleh pada Lidya.
"Apapun rencana kamu, apapun keinginan kamu, lebih baik kamu urungkan saja. Jangan hiraukan Mama, Mama nggak papa, insya Allah, Mama kuat. Kamu nggak usah nekat untuk bawa pergi Mama ya?"
Lidya tidak ingin keluarganya mendapatkan masalah besar karena sudah berani melawan Alexander dan juga Martha. Karena mereka berdua terkenal lebih kejam.
"Tapi Ma, aku lakukan semua demi Mama. Kalau kita tetap tinggal di sini, bagaimana dengan perasaan Mama?"
Ayuna jengkel, semua orang tak ada yang peduli pada Mamanya. Bahkan pengorbanan Mamanya tak dihargai sama sekali, dan geramnya lagi Lidya sulit dibujuk untuk diajaknya pergi.