Trisya selama ini tinggal di Luar Negri. Dia harus kembali pulang ke Indonesia atas perintah ibunya. Ibunya khawatir dengan perusahaan yang dikuasai ibu tirinya. Hal itu membuat Trisya mau tidak mau harus bergerak cepat untuk mengambil alih Perusahaan.
Tetapi ternyata memasuki Perusahaan tidak mudah bagi Trisya. Trisya harus memulai semua dari nol dan bahkan untuk mendapatkan ahli waris perusahaan mengharuskan dia untuk menikah.
Trisya dihadapkan dengan laki-laki kepercayaan dari kakeknya yang memiliki jabatan cukup tinggi di Perusahaan. Pria yang bernama Devan yang selalu membanggakan atas pencapaian segala usaha kerja keras dari nol.
Siapa sangka mereka berdua dari latar belakang yang berbeda dan sifat yang berbeda disatukan dalam pernikahan. Devan yang percaya diri meni Trisya yang dia anggap hanya gadis biasa.
Bagaimana kehidupan Pernikahan Trisya dan Devan dengan konflik status sosial yang tidak setara? apakah itu berpengaruh dengan pernikahan mereka?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18 Kediaman Trisya
3 mobil mewah yang sudah memasuki gerbang hitam yang menjulang ke atas yang memasuki lokasi rumah Trisya. Dari gerbang utama 100 meter lagi baru sampai ke istana milik Trisya. Ternyata lapangan tempat pernikahan mereka tidak ada apa-apanya dengan luasnya halaman istana Trisya.
Dengan pengawal yang sejak tadi tidak berhenti mondar-mandir di jalanan. Devan dan Trisya yang duduk di belakang dengan supir yang mengendarai mobil mereka. Mata Devan yang melihat keluar. Dia sampai melongok dengan apa saja yang dia lihat sejak tadi.
"Astaga!" batin Devan.
Mata Devan melihat mobil yang berhenti dan pelayan terlihat mengeluarkan banyak sayuran dari mobil itu dan ternyata mobil itu sama dengan mobil Devan. Menurut Devan mobilnya sudah sangat mewah sekali dan sampai menganggap jika Trisya tidak pernah menaiki mobil seperti itu.
Memang Trisya tidak menaiki mobil seperti itu. Karena mobil seperti itu hanya digunakan untuk transportasi para pelayan di rumahnya. Devan sekarang benar-benar sudah tidak punya muka lagi. Trisya jauh lebih kaya dibandingkan dirinya. Dia sangat menyesal sudah memamerkan diri kepada Trisya.
"Jadi kita akan tinggal di rumah kamu?" tanya Devan.
"Iya," jawab Trisya.
"Dia juga tidak akan mungkin mau tinggal di Apartemenku, ya mungkin jauh lebih besar daripada kamarnya. Kami baru bisa tinggal berpisah dari keluarganya jika aku bisa menciptakan istana seperti ini. Mungkin aku harus kerja ratusan tahun agar bisa mendapatkan semua ini," batin Devan yang sekarang hanya bisa merendah diri.
Akhirnya mobil itu berhenti tepat di depan istana Trisya dengan pengawal yang langsung membuka pintu mobil dari sisi kiri dan kanan yang membuat kedua orang itu langsung keluar dari mobil dan keluarga Trisya sudah berjalan terlebih dahulu menaiki banyak anak tangga untuk menuju pintu utama.
Ini pertama kali Devan langsung datang ke kediaman Haryanto dan lihatlah sudah seperti istana presiden saja dengan pengawal yang begitu banyak maupun wanita dan pria yang sekarang menundukkan kepala saat mereka berdua masih berjalan menuju pintu utama.
Mata Devan menoleh ke arah sebelah kiri yang memperlihatkan garasi yang luas dan kebetulan sangat dibuka yang memperlihatkan koleksi mobil mewah yang pasti depan tahu harganya. Devan hanya bisa menelan saliva yang semakin lama dia seolah tertampar dengan kenyataan.
"Aku tidak tahu bagaimana keluarga ini akan memperlakukanku. Sepertinya aku berjalan terlalu jauh. Aku akan terus terjebak dalam situasi ini," Devan terus saja bergerutu dengan pemikiran yang sangat jauh dan tidak pernah tenang sejak di helikopter dan sampai saat ini.
Pintu rumah yang terbuka dengan Devan kaki yang menginjakkan pertama kali di rumah itu. Kepala depan berkeliling melihat luasnya rumah tersebut dengan sangat tinggi yang pasti tidak apa-apa ada apa-apanya dengan rumahnya.
Devan hanya bisa melongok dan sekarang dia mendadak membisu yang tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semakin kepalanya berkeliling dan semakin dia tidak ada harga dirinya sekarang.
"Baiklah. Kita semua sangat lelah dan apalagi kalian berdua. Jadi kita sebaiknya beristirahat," ucap Kakek.
"Kami juga sangat lelah, ayo sayang!" ajak Rangga pada istrinya dan juga kedua anaknya.
"Aku juga mau istirahat," sahut Lusi, Ibu dari Rangga.
"Aku juga," sahut Lena yang juga akhirnya pergi bersama dengan Lusi ke kamar mereka masing-masing.
"Ayo kita juga istirahat!" ajak Haryanto pada istrinya Mona dan Mona menganggukkan kepala.
"Ayo kita juga harus istirahat. Ikutlah ke kamarku," sahut Trisya yang berjalan terlebih dahulu dan Devan hanya menghela nafas berat yang mengikuti Trisya.
Trisya dan Devan sudah sampai kamar. Devan memasuki kamar itu dengan melihatnya luas kamar sang istri. Kepalanya masih berkeliling. Selain ranjang yang besar dan juga memiliki ruang wardrobe tersendiri memiliki teras kamar yang luas. Kamar Trisya sama dengan besarnya Apartemen Devan. Semua memang sesuai dengan apa yang dipikirkan Devan.
"Kamu tidak lelah?" tanya Trisya.
"Iya. Aku lelah dalam perjalanan dan kepalaku juga lelah yang sejak tadi melihat ini dan itu dan pikiranku juga sangat lelah," jawab Devan yang jujur apa adanya.
"Kalau begitu kamu istirahatlah," jawab Trisya yang berjalan menuju cermin yang melepaskan aksesoris yang ia kenakan.
"Besok kamu bisa bawa pakaian kamu dan aku akan menyuruh pelayan menyiapkan lemari untuk kamu," ucap Trisya.
"Jadi kita benar-benar akan tinggal di sini?" tanya Devan.
"Lalu mau tinggal di mana lagi?" Trisya menimpali pertanyaan itu.
"Aku ingin bertanya sesuatu padamu?" tanya Devan.
"Katakanlah!" jawab Trisya.
"Apa kamu memang sengaja ingin menikah?" tanya Devan yang membuat Trisya menoleh kebelakang.
"Maksud kamu bagaimana? Sengaja dalam hal apa?" tanya Trisya yang sudah membalikan tubuhnya itu.
"Trisya kamu tahu bagaimana aku dan kamu selama ini seperti melakukan penyamaran di kantor. Kamu seperti sengaja melakukan hal itu agar kamu bisa menikah. Pada saat aku ingin membatalkan pernikahan. Kamu juga begitu takut," ucap Devan dengan pemikirannya.
Trisya menghela nafas dan menghampiri Devan yang sekarang sudah berdiri di hadapan Devan.
"Aku memang ingin menikah dan aku membutuhkan sosok pria yang bisa melihatku dari sisi yang berbeda. Aku tidak melakukan penyamaran dan seperti yang aku katakan dan jelaskan. Aku baru pulang dari Luar Negeri dan harus memulai bekerja di kantor. Siapa sangka ternyata ada seorang pria yang mendekatiku. Aku menerima lamaran kamu, itu karena aku bisa merasakan ketulusan kamu. Mungkin saja jika orang-orang tahu siapa aku, mereka akan memperlakukanku istimewa dan aku tidak akan bisa melihat siapa yang tulus dan siapa yang hanya bersandiwara," ucap Trisya menjelaskan dengan lembut.
"Berarti selama ini dengan aku yang banyak ngomong. Kamu menertawakanku?" tanya Devan.
Trisya memegang tangan Devan dan menatap suaminya itu, "aku sama sekali tidak pernah menertawakan kamu. Kamu berbicara juga berdasarkan fakta dan apa yang kamu katakan bukan pamer dan tidak ada nyatanya. Sangat wajar sekali kamu membanggakan semua prestasi kamu dan juga hasil pencapaian kamu yang bekerja keras sejak dulu. Aku sama sekali tidak menertawakan dan aku justru terurut bangga, aku bisa belajar dari kamu. Jika segala sesuatu harus dimulai dari nol dan dikerjakan dari dasar. Meski kita terlahir dari pewaris sekalipun," jawab Trisya.
"Devan bukankah kamu yang mengatakan. Jika pernikahan itu tidak memperlihatkan status sosial. Jadi aku tidak ingin dengan kamu sudah mengetahui identitasku dan membuat kamu tidak menjadi diri sendiri. Aku ingin Devan yang seperti pertama kali aku akan kenal. Dunia kamu dan di duniaku tidak ada yang berbeda. Itu sama saja," ucap Trisya.
"Aku baru memulai karirku dalam dunia bisnis dan selama ini aku terlalu banyak bersantai dan juga berfoya-foya dengan uang keluargaku dan sementara kamu sudah menikmati hasil dari kerja keras kamu. Jadi di antara kita berdua kamu yang lebih daripada aku. Jadi aku tidak ingin kamu minder dan tetaplah seperti Devan yang aku kenal," ucap Trisya.
"Devan kamu berhenti berpikir mengenai hal yang tidak-tidak denganku. Kita sudah menikah dan tidak ada perbedaan diantara kita berdua. Aku tidak melihat kamu dari sisi apapun," tegas Trisya.
Trisya sangat mengerti bagaimana perasaan Devan saat ini. Devan yang mendadak banyak diam yang mungkin merasa tidak pantas bersanding dengan Trisya.
Bersambung.....
mungkin nenek sudah tenang karena perusahaan itu sudah di pegang oleh Trisya, karena itu dia tenang meninggalkan dunia ini
sama² punya tingkat kepedean yg sangat luar biasa tinggi