Ketika cinta harus terpatahkan oleh maut, hati Ryan dipenuhi oleh rasa kalut. Dia baru menyadari perasaannya dan merasa menyesal setelah kehilangan kekasihnya. Ryan pun membuat permohonan, andai semuanya bisa terulang ....
Keajaiban pun berlaku. Sebuah kecelakaan membuat lelaki itu bisa kembali ke masa lalu. Seperti dejavu, lalu Ryan berpikir jika dirinya harus melakukan sesuatu. Mungkin dia bisa mengubah takdir kematian kekasihnya itu.
Akan tetapi, hal itu tak semudah membalikkan telapak tangan, lalu bagaimanakah kisah perjuangan Ryan untuk mengubah keadaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Kesempatan Kedua
...----------------...
Sinar mentari menyapa di ufuk Timur. Ini adalah pagi pertama bagi Ryan ketika membuka matanya di rumah kontrakan baru. Ryan merasa sedikit tidak nyaman dengan kondisi rumahnya. Kondisi rumah itu memang jauh berbeda dengan rumah sewanya yang pertama.
Akan tetapi, Ryan harus bertahan demi Rara. Dia tidak boleh mengeluh jika tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya.
Pagi ini Ryan harus ke tempat syuting. Ada job menjadi figuran yang harus dia ambil. Pagi sekali dia sudah bersiap dan sekarang tengah duduk di kursi teras rumahnya sambil meminum kopi. Pandangannya lurus ke depan memperhatikan rumah yang berada di seberang rumah Rara.
Ryan mengubah posisi duduknya menjadi duduk tegak. Kedua matanya terbelalak ketika melihat seorang perempuan yang keluar dari rumah yang sedang dia perhatikan itu. Seorang perempuan berwajah cantik dengan balutan pakaian daster sederhana. Walaupun tak memakai riasan apa-apa, aura kecantikan perempuan itu seolah mengalahkan indahnya sang surya.
Dialah perempuan yang bernama Lilis. Perempuan yang pernah singgah di hati Ryan, tetapi ternyata hanya sebuah kesalahan. Betapa tidak, perempuan itu sudah mempunyai pasangan. Beruntung sekarang Ryan sudah sadar walaupun ia harus terlambat mengakui jika cintanya sudah berpaling pada seorang Rara.
Ryan melangkahkan kakinya mendekati gerbang. Dia ingin menyapa. Perempuan itu sedang menyiram tanaman di depan rumahnya. Namun, baru saja Ryan mencapai gerbang rumah Lilis, langkahnya terhenti ketika melihat seorang lelaki keluar dari rumah itu. Ryan mengenalnya, namanya Liam.
Tubuh Ryan sontak kaku ketika tatapannya bertemu dengan tatapan lelaki itu. Seketika dia linglung harus berbuat apa, lalu kakinya mengajak mundur satu langkah.
"Lis, masuk!"
Ryan bisa mendengar dengan jelas suara ketus yang dilayangkan lelaki itu untuk istrinya.
Akan tetapi, istrinya malah berkata, "Mau ngapain? Kan, Lilis baru mulai nyiram tanamannya."
"Kalau dibilangin sama suami itu harus nurut. Nggak usah banyak ngebantah."
"Ih, kalau kayak gini aja bilangnya 'suami'. Giliran Lilis minta disentuh nggak pernah dikasih."
Tawa Ryan hampir meledak mendengar Lilis berkata demikian. Perempuan itu seperti tidak ada urat malunya pada suami sendiri. Padahal suaminya itu jutek sekali. Ya, begitulah Lilis yang dikenal Ryan. Kepolosannya sungguh tidak diragukan. Ryan masih bergeming di tempatnya hingga suami istri itu masuk ke dalam rumah.
"Ngapain lo di situ?"
Ryan tersentak lalu menoleh pada seseorang yang bertanya kepadanya dari arah belakang. Dia adalah Rara yang keluar sudah memakai baju seragam.
"Ternyata hobi lo emang aneh, ya. Selain suka meluk orang asing, juga suka menatap istri orang lain."
Belum sempat Ryan menjawab, Rara sudah melanjutkan kalimatnya. Sejak Ryan berjalan menuju pintu gerbang, gadis itu sudah memperhatikan dari belakang. Dia yang baru keluar rumah sedikit penasaran dengan apa yang dilakukan Ryan.
Ryan merasa Rara sudah salah paham lagi kepadanya. Lelaki itu kemudian maju mendekati gadis tersebut. "Kamu itu salah paham. Aku bukan orang yang seperti kamu pikirkan," ujarnya membela diri.
"Lalu seperti apa? Lo juga mau bilang kalau istri tetangga gue itu adalah orang yang lo kenal? Sama kayak yang lo lakukan ke gue di sekolah waktu itu. Lama-lama lo nakutin juga, ya. Lo bisa jadi pengaruh buruk di lingkungan ini. Harusnya gue nggak biarin lo tinggal di sini. Gue harus bilang ke ibu tentang kelakuan lo kali ini. Biar lo diusir."
Rara mundur beberapa langkah merasa takut dengan Ryan. Tubuhnya hendak berbalik, tetapi tangan Ryan dengan cepat menangkap lengan gadis itu.
"Tunggu, Ra! Aku bilang kamu salah paham."
"Lepasin atau gue teriak!" Rara mengancam, tetapi tangan Ryan masih tetap menahan.
"Aku bisa jelasin."
Ryan memelas dengan memasang wajah sendu. Sejenak, Rara terpaku. Merasa terkesima dengan ketampanan lelaki itu. Namun, ketika akal sehatnya kembali perempuan itu pun menepis tangan Ryan dengan kasar. Ia pun terbebas dan menatap Ryan dengan tajam.
"Aaaah ... Rara ....!"
"Ibu?"
Rara dan Ryan tersentak bersamaan ketika mendengar suara jeritan dari dalam rumahnya. Keduanya langsung berlari ke dalam rumah dan melupakan masalah mereka sejenak. Dalam keadaan darurat seperti itu, mereka terlihat begitu kompak.
"Ada apa, Bu?" Rara yang sudah berada di dalam rumah langsung bertanya. Di sana juga sudah ada ayah dan adiknya ikut terkejut mendengar teriakan Salma.
"Ini, lho. Kucing kamu gangguin ibu." Aji yang menjawab itu.
"Dih, kirain ada apa." Rara mendengkus, tetapi helaan napas lega terlontar dari hidungnya. Sebelah tangannya mengusap dada. Meski kesal, gadis itu merasa lega karena ibunya baik-baik saja.
Rara lekas mengambil alih kucing yang digendong oleh Aji. Tentu saja sambil mendengarkan sang ibu mengomel lagi.
"Ibu kan udah bilang, jangan sampai kucing itu gangguin ibu! Belum juga kamu berangkat sekolah, tapi dia udah berkeliaran aja!"
"Iya, maaf. Namanya juga kucing."
"Ibu nggak mau tahu. Bawa pergi kucing itu!"
"Tapi Ibu udah ngizinin dia tinggal di sini."
Suasana pagi itu sedikit tegang dengan perdebatan ibu dan anak tersebut. Rara bersikeras begitupun ibunya.
"Udah, ah, jangan ribut! Apalagi di depan Nak Ryan. Malu-maluin aja." Aji menengahi keduanya dan mereka pun sontak terdiam, tetapi saling menatap tajam.
Ryan sedikit bingung hendak melakukan apa. Keluarga Rara begitu harmonis dengan cara mereka. Terkadang mereka akur dan kompak, lalu tiba-tiba bertengkar secara mendadak.
"Ehm ... bukannya kucingnya mau dititipin di rumah aku? Jadi, 'kan?" Rara menoleh pada Ryan yang bertanya demikian. Gadis itu sedikit ragu karena tadi sempat mau mengusir lelaki itu.
"Jadi," ucap Rara ketus lalu melangkah pergi, "tunggu sebentar! Aku mau ngambil bak pasir sama makanannya di kamar," imbuhnya kemudian.
Ryan mengulas senyuman karena sepertinya ancaman Rara tidak akan terjadi selama kucing itu masih ada di sini. Kini, dia harus berbuat sesuatu untuk membuat citranya baik di depan Rara lagi. Lelaki itu tidak boleh melakukan cela untuk kesekian kali.
*****
Pukul 09.00 WIB Ryan sudah selesai syuting. Dia pun hendak pergi ke kampus. Tahun ini, seharusnya dia mengambil cuti. Namun, karena Ryan melakukan distorsi waktu dari masa depan, lelaki itu akan mengubah keadaan.
Ryan tahu masa depannya di dunia perfilman tidak akan berjalan lancar. Oleh karena itu, Ryan ingin lebih fokus lagi dengan kuliahnya. Lelaki itu ingin menata masa depannya agar menjadi lebih baik lagi. Kesempatan kedua yang diberikan oleh Tuhan ini tidak boleh menjadi sia-sia karena mungkin saja kecelakaan waktu itu juga membuatnya mati muda.
Dengan langkah gontai Ryan menuju parkiran mobilnya. Namun, belum sampai ke tempat tujuan, iris pekat Ryan menangkap seseorang yang dia kenal memasuki sebuah gedung bersama dengan beberapa orang yang lainnya.
"Rara? Ngapain dia di area syuting di jam sekolah?"
Ryan terkejut tentu saja. Lelaki itu langsung mengambil langkah panjang untuk mengejar perempuan itu. Namun, terlambat karena belum sampai Ryan menggapai Rara, pintunya langsung ditutup oleh penjaga.
"Aku nggak bisa biarin dia berkeliaran di tempat ini. Bagaimana jika dia bertemu dengan Danang? Tapi ...." Ryan berpikir sejenak sambil terus berjalan, "hari ini bukanlah hari kejadian itu terjadi. Apakah aku melewatkan sesuatu? Apa mungkin Rara pernah ke sini sebelum kejadian itu?"
...----------------...
...To be continued ...
Jangan lupa cek novel keren di bawah ini juga, ya