(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35
Hans mempersilahkan ibunya masuk ke dalam rumah, sedangkan bapak-bapak dan ibu-ibu para tetangga yang sempat membantu ibunya mulai bubar dan kembali ke rumah mereka masing-masing.
Nyonya Miranda dan kedua pelayan pribadinya melangkah masuk ke dalam rumah. Nyonya Miranda mengerutkan keningnya melihat suasana ruang tamu rumah kecil itu. Biasanya kursi di ruang tamu itu sudah reyog, sekarang sudah berganti menjadi sofa baru dan beberapa perabot rumah yang serba baru. Dia yakin seratus persen putranya yang habis menyumbang di rumah itu.
Sementara Hans melangkah ke kamar untuk menemui Hani. Dimana wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu sedang meringkuk di atas tempat tidur dengan selimut sebatas dada, sehingga hanya sebagian dadanya saja yang tertutup. Ditambah punggung sang istri yang polos dan mulus membuat Hans kepengen minta jatah lagi.
Hans tersenyum tipis melihat bagian tubuh Hani yang menggoda iman, dia lalu bergerak duduk di pinggir tempat tidur. Dengan penuh kasih sayang Hans mengelus lembut rambut Hani yang tampak acak-acakan habis melakukan olahraga malam bersamanya.
"Sayang, kamu sudah tidur?" tanya Hans hati-hati takutnya mood istrinya mendadak buruk karena tingkah jahilnya.
"Emmm....kenapa" sahut Hani dengan malasnya dengan mata terpejam.
"Mama ada di luar" ucap Hans pelan, sedang Hani masih uring-uringan dan begitu malas merespon ucapannya.
"Di luar mana? Jangan ngaco kamu!" sahut Hani dengan malasnya sambil memeluk guling kesayangannya.
"Mama sekarang ada di rumah dan sedang menunggu kita di ruang tamu" jelas Hans memberitahunya.
"Apa!" Hani langsung bangun dan duduk berhadapan dengan Hans. Dia tidak peduli lagi dengan penampilannya yang masih polos, toh Hans selalu melihat tubuhnya polos dan sudah hafal dengan lekuk tubuhnya yang menggoda.
"Hans, kamu tidak bercanda kan?" ucap Hani sambil menepuk-nepuk wajah Hans guna untuk menyadarkan suaminya itu.
"Tidak sayang, kalau kamu tidak percaya lihat saja sendiri" balas Hans sambil memegang tangan Hani yang baru saja menepuk wajahnya.
"Berarti keributan di luar rumah itu karena...."
"Iya sayang, karena kedatangan mama bersama pelayan pribadinya" ucap Hans cepat memotong ucapan sang istri.
"Hans, aku di kamar saja ya. Biar kamu saja yang temui mama" ucap Hani dengan raut wajah sendu. Hani enggan untuk bertemu ibu mertuanya, pasalnya setiap kali bertemu dia selalu saja mendapatkan hinaan dan kata-kata kasar dari ibu mertuanya. Bukannya dia tidak bisa melawan ibu mertuanya, namun dia takut berdosa pada sosok wanita yang sangat disayangi suaminya sekaligus orang yang harus dihormatinya.
"Sayang, aku tahu kamu belum bisa memaafkan segala perlakuan mama terhadapmu. Tapi yang perlu kamu ingat, aku akan selalu ada untukmu kapanpun itu dan kita harus bisa menghadapinya bersama" ucap Hans dengan tatapan hangatnya.
"Hans, Aku....."
"Sssttt, kenapa istri hebat ku menjadi pecundang dan pesimis begini" ucap Hans tersenyum lalu mencubit gemas hidung mancung Hani, membuat Hani langsung memukul pundaknya.
"Segeralah berpakaian sayang atau perlu bantuan ku" goda Hans tersenyum usil.
"Ya, aku butuh bantuanmu, Hans. Aku mau mandi, karena aroma tubuhmu masih menempel di tubuhku" ucap Hani sambil mengerucutkan bibirnya, membuat Hans langsung menggendongnya lalu membawanya masuk ke dalam kamar mandi.
Dua pelayan pribadi Nyonya Miranda yang asik celingak-celinguk memandangi seisi rumah istri tuan mudanya terkejut sambil menutup mulutnya. Pasalnya mereka tak sengaja melihat tuan mudanya menggendong istrinya persis menggendong bayi mungil.
"Kenapa kalian?" tanya Nyonya Miranda dengan tatapan tajam.
"Itu Nyonya, tu-tuan muda sangat romantis" ucap Hadiah terbata-bata yang terkejut melihat tuan mudanya.
Pantas saja lama, rupanya tuan muda Hans habis melakukan hubungan badan dengan istrinya. Batin Hadiah yang tak mau lagi mencari masalah dengan tuan mudanya bersama istrinya. Hadiah tidak mau di pecat menjadi pelayan di kediaman keluarga Dirgantara.
"Biarkan saja mereka saling romantis, kita tunggu saja kabar buruknya. Karena aku sangat yakin cepat atau lambat putraku pasti bosan memakai wanita miskin itu" ucap Nyonya Miranda dengan ketusnya.
"Astaga nyonya, bukankah tuan besar meminta kita untuk membawa Nona Hani pulang ke rumah. Bukannya malah mendoakannya yang tidak-tidak" timpal Hadiah mengingatkan kembali majikannya.
"Benar nyonya, lagian nyonya mengaku kalah dan siap membawa nona Hani pulang ke rumah, bukan sebaliknya" sahut Widia membenarkan ucapan rekannya.
"Kenapa kalian menjadi pro terhadap wanita berandalan itu" ucap Nyonya Miranda dengan kesalnya.
"Karena kami tidak mau menjadi orang jahat lagi, nyonya" ucap Hadiah dan Widia dengan kompaknya.
"Lalu kenapa kalian masih saja ikut-ikutan kemanapun saya pergi" ucap Nyonya Miranda dengan wajah tegasnya.
"Maaf nyonya, karena nyonya Miranda adalah majikan kami" ucap mereka dengan pandangan tertunduk membuat Nyonya Miranda hanya mampu memijit keningnya dan tak mau lagi mengajak kedua pelayan pribadinya berdebat.
Tiba-tiba saja Hans dan Hani menghampiri mereka sambil bergandengan tangan. Hadiah dan Widia tampak tersenyum melihat keromantisan tuan muda dan nyonya muda nya.
Tidak hanya itu, saat duduk pun Hans terlihat menuntun Hani duduk bahkan Hans tidak melepaskan genggaman tangannya dan siap disidang oleh sang ibu.
"Ehemm"
Nyonya Miranda berdehem melihat putranya semakin lengket saja pada wanita berandalan itu.
"Hadiah, Widia, berikan hadiahnya" ucap Nyonya Miranda memerintah pelayan pribadinya itu.
"Baik nyonya" ucap Hadiah dan Widia dengan kompaknya meletakkan paper bag yang dibawahnya di letakkan di atas meja.
Hani mengerutkan keningnya melihat semua paper bag yang menjadi barang bawaan mereka. Namun Hani enggan menyentuh barang bawaan mereka sama sekali, dia belajar dari pengalaman.
"Jangan khawatir, saya tidak akan meracuni mu" ucap Nyonya Miranda melihat tatapan Hani dan ia mampu membaca pikirannya.
"Kalau begitu untuk apa semua ini ma" ucap Hans buka suara, sedang Hani hanya mampu menunduk di sampingnya.
"Ya, untuk menantu mama. Kenapa kamu terlihat curiga kalau mama memberikannya sebuah hadiah" ucap Nyonya Miranda tersenyum dan sengaja memancing putranya.
"Karena sikap mama tidak bisa di tebak. Tapi, saya akan selalu melindungi istri dan anakku, jikalau mama kembali berbuat jahat kepadanya" ucap Hans lalu merangkul pundak Hani, seolah-olah sedang memperlihatkan kepada ibunya bahwa dia teramat mencintai dan menyayangi istrinya serta calon buah hatinya.
"Ya ampun sayang, segitunya kamu mencurigai mama. Tapi wajar saja, karena mama pernah berbuat jahat kepada istrimu" ucap Nyonya Miranda sambil menghela nafas panjang. Sementara Hans memilih untuk diam tanpa menimpali ucapan ibunya.
"Namun perlu kamu ingat Hans, mama sangat merindukanmu. Pulanglah nak, mama tidak bisa hidup tanpamu. Mama memilih menurunkan ego mama dan tidak peduli lagi dengan siapa kamu bersanding. Intinya mama ingin kalian berdua pulang ke rumah" ucap Nyonya Miranda dengan tatapan memohon sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Tolong nona Hani, maafkan kami berdua. Kami sudah sadar dan berada di jalan yang lurus. Kami bersumpah tidak akan mengulangi perbuatan kami tempo hari" ucap Hadiah dan Widia bersamaan bahkan sampai duduk bersimpuh di hadapan Hans dan Hani.
"Apa yang sedang kalian lakukan, ayo berdirilah" tegur Hani melihat kelakuan mereka.
"Nona Hani kami mohon maaf" ucap Hadiah dan Widia dengan kompaknya.
"Ayo berdirilah, aku sudah memaafkan kalian" ucap Hani cepat dan tidak enak hati melihat tingkah mereka duduk bersimpuh di hadapannya.
"Terima kasih nona Hani" jawab mereka serempak dan tampak lega.
"Ma-mama juga minta maaf kepadamu, mama janji tidak akan mengulanginya lagi" ucap Nyonya Miranda lalu menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Hani langsung menoleh kearah Hans, membuat Hans mengangguk cepat melihat sorot mata sang istri tampak berkaca-kaca.
Bersambung.....