Kisah sebuah pertemanan yang berawal manis hingga renggang dan berakhir dengan saling berdamai. Pertemanan yang salah satu diantara keduanya menaruh bumbu rasa itu terjadi tarik ulur. Sampai memakan banyak kesalahpahaman. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya tentang mereka? apakah keduanya akan berakhir hanya masing-masing atau asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Liburan
Sebulan berlalu kini Adhara sudah menjadi siswi yang terkenal pintar dan cantik. Banyak cowok dari kelas lain yang menyukai Adhara, bahkan sampai beberapa laki-laki berusaha menggodanya.
Satu minggu kedepan akan diliburkan sementara karena kondisi cuaca yang terus menerus hujan. Air yang mulai naik ke permukaan jalan depan gerbang sekolah membuat para guru dan karyawan resah akan terjadinya banjir.
"Ra," lirih Langit memanggil nama Adhara.
"Iya, Lang?" jawab gadis itu menoleh.
Wajah Langit terlihat pucat dan tubuhnya seperti sedang lemas. Ada apa dengan Langit?
"Mau ngomong sesuatu," ucapnya dengan nada lemah.
Adhara mendekati Langit yang tengah berada di belakangnya. Mereka sedang di dalam perpustakaan dan hanya mereka berdua yang ada disana.
"Pucet banget, kenapa?" tanya Dhara memperhatikan wajah Langit.
Langit memegangi kepalanya yang mungkin itu terasa sakit. Tapi ada apa?
"Gue suka sama lo," celetuk lelaki itu membuat Dhara mengerutkan keningnya.
Lelaki tersebut hanya mengutarakan perasaannya tidak berniat memaksa.
"Iya-iya, muka lo udah pucet banget. Lo kenapa sih?" Dhara malah mementingkan diri Langit bukan soal ungkapan tadi.
"Belum sarapan," jawabnya, pandangannya mulai kabur.
"Bentar-bentar, gue ambil tikar dulu buat lo duduk nanti." ujar gadis itu mengambil tikar yang tersedia di pojok perpustakaan.
Langit masih bisa melihat Adhara yang sedang menggelar tikar. Dalam matanya sosok Dhara adalah perempuan mandiri yang bisa bersikap sesuai dengan kondisi.
"Nah, duduk dulu di sini." kata gadis tersebut memapah Langit.
Setelah itu Langit duduk di atas tikar yang telah di ambil oleh Adhara. "Halo, Hel. Boleh minta tolong anterin bekal sama minuman gue nggak? iya, bawa ke perpus ya." ucap gadis itu menelpon Rachel.
"Nyuruh siapa?" tanya Langit.
"Rachel."
"Mau ngapain?" tanyanya lagi.
"Nanti juga tau." sahut Dhara menunggu kedatangan Rachel.
Tak lama kemudian Rachel datang membawa bekal dan minuman milik Adhara. "Assalamualaikum," ucap Rachel.
"Waalaikumsalam." jawab Dhara dan Langit.
"Nih, bekalnya sama minumannya." ujar Rachel menyodorkan satu Tote bag yang berisi bekal dan minuman.
Adhara tersenyum pada cewek itu, "Makasih ya, Hel." Rachel pun membalas senyuman Dhara "sama sama, santai sama gue."
"Btw, Langit kenapa?" tanya Rachel melihat Langit yang wajahnya pucat.
"Belum sarapan katanya, jadi pucet banget mukanya." jawab Dhara seadanya.
Langit hanya diam mendengar obrolan kedua gadis tersebut. "Yaudah, gue balik ke kelas dulu ya. Sehat-sehat lo Lang." seru Rachel pergi ke kelas.
"Makasih." lirih Langit menjawab ucapan Rachel.
Detik per detik Dhara mulai membuka isi bekalnya yang di buat oleh bundanya.
"Ini nasi goreng buatan bunda." ucap Adhara menyodorkan bekal itu pada Langit.
"Nggak usah, Ra, buat lo aja." tolaknya secara halus.
Gadis tersebut memasang wajah marah. "Jadi penulis itu juga perlu tenaga, lo harus makan biar nggak pusing." perhatian Adhara begitu tulus pada Langit.
"Tapi, pulang sekolah nanti kita ke cafe," ujarnya.
"Iya, makan dulu." ucap Adhara.
Sepulang sekolah Adhara dan Langit pergi ke sebuah Cafe yang tak jauh dari rumah mereka. "Semua yang kamu mau, pesan aja semuanya." ucap Langit yang wajahnya sudah tak pucat lagi.
Dhara menaikkan alisnya sambil melirik Langit dengan tatapan jail. "Iya deh, buat si sultan." kekeh Adhara lalu membuka buku menu makanan.
"Yang ini ... ini ... sama ini. Nah, kalo minumannya es teh aja." ujar gadis itu.
"Disamain aja mba," ucap Langit pada pelayan.
Adhara langsung menoleh ke Langit. "Lo kalo pesen jangan ngikut gue dong," gumam Dhara kesal.
"Intinya lo milik gue sekarang. Nggak terima jasa penolakan." celetuk Langit membuat Adhara melotot tajam padanya.
"Mentang-mentang ketos seenaknya milikin gue, emang gue siapanya lo? lemari buku lo gitu? gue harganya mahal dan nggak bisa dibeli." oceh gadis itu bermain game di ponselnya.
Langit berdecak dingin. "Materi negosiasi udah lewat." ujarnya cuek.
Sang pelayan yang tengah menaruh pesanan mereka pun sempat mendengar ucapan Langit yang mampu membuat pelayan tersebut berkomentar.
"Mas nya nembak Mbak nya, ya?" kekeh pelayan itu tersenyum jail.
Adhara kesal pada tingkah Langit yang tak seperti biasanya seperti kulkas. "Bukan nembak, hanya mengutarakan saja."
"Lebih jelasnya bukan nembak, tapi maksa " ketusnya.
Langit terkekeh saat Adhara mencetuskan kalimat itu. Karena jarang ia bisa di buat tertawa oleh seorang gadis seperti Adhara.
"Jangan diladenin, Mbak, emang suka gitu." ujar Langit terkekeh.
Adhara memasang wajah kesal pada Langit,"Selamat menikmati." ramah pelayan tersebut pergi.
"Iya, makasih, Mbak." jawab Dhara lalu memicingkan matanya sinis.
Langit yang merasa diasingi oleh gadis yang sudah menjadi miliknya pun hanya bisa terkekeh. "Dih, matanya sinis."
"Nggak lucu loh kayak gitu," ujar gadis itu menyantap makanan yang ada di depannya.
Langit memperhatikan wajah Adhara, "Yaudah kamu mau apa?" tanyanya lembut.
Seketika Adhara senyum senyum sendiri mendengar ucapan Langit yang akan menuruti semua keinginannya.
"Boneka beruang, bunga kering, sama ... kamera yang aesthetic." tutur gadis itu cengingisan.
"Beli sekarang aja ayo." ajak lelaki tersebut menggandeng tangan Adhara.
Lalu, Adhara malah menolak untuk pergi. "Ih, aku kan bercanda. Gampang banget dibikin serius." Dhara cemberut.
"Bunga kering yang dandelion? boneka beruang warna coklat 'kan? kameranya tinggal milih aja nanti." ucap Langit.
"Yaudah, kalo gitu nanti anterin aku ke mall juga." sambung Dhara.
Berhubung suasana sudah sore akhirnya mereka pun pulang dan beristirahat di rumah masing-masing sebelum malamnya mereka akan keluar untuk membeli barang barang yang di inginkan oleh Adhara.
"Assalamualaikum," ucap salam Langit mengetuk pintu rumah Dhara.
"Waalaikumsalam," jawab Surya, ayahnya Dhara.
Langit langsung bersikap sopan kepada ayahnya Dhara dan menjelaskan akan membawa putrinya Surya keluar sebentar.
"Om, Adhara nya ada?" tanya lelaki itu.
"Ada. Kenapa?" pertanyaan balik dari Surya.
"Saya mau ajak putri Om ke beberapa tempat dengan tujuan memenuhi semua keinginannya." tutur Langit sopan.
Surya menatap penampilan Langit yang memang terlihat rapi dan jelas akan pergi bersama Adhara.
"Memangnya ada hubungan apa kamu sama putri saya?"
"Saya jadi-" ujar Langit terpotong.
"Langit pacar Dhara, Yah. Ayah marah?" sahut Adhara datang bersama bundanya dari ruang tengah.
Surya menatap Langit dengan tatapan yang sulit di mengeri. "Ayah akan marah jika kamu berhubungan dengan lelaki lain selain dia." Mata Surya menunjuk ke Langit.
Dhara sontak terkejut mendengar perkataan ayahnya yang sejak dulu terlihat menakutkan. "Maaf, Om, kemungkinan nanti Dhara pulang jam 11 malam. Apa diizinkan?" tutur Langit.
"Boleh, asal kamu jaga anak saya baik-baik." jawab ayahnya Dhara.
"Baik, Om, Langit akan terus jagain Dhara." ucap Langit sopan.
Lalu, setelah itu Adhara dan Langit pun segera pergi karena sudah jam 7 malam. Tak lupa juga Langit berpamitan pada orang tua Adhara.