RAGA LANGIT
Hari ini adalah hari senin. Tepat pertama kali hari pindahan seorang Adhara Aline. Pagi ini, gadis tersebut memasuki sekolah barunya yang ada di Jakarta yaitu SMA HARAPAN BANGSA. Ya, sekolah yang terkenal dengan perpustakaan paling aesthetic.
"Ini yang bikin males, gue nggak tau kelasnya di mana." dengus seorang gadis bernama Adhara Aline.
Ia tengah berdiri kebingungan di depan gerbang sekolah tersebut. Arah pandangannya mengarah kemana-mana. Gadis itu heran mengapa ia bisa dimasukkan ke sekolah yang sepi seperti itu.
Tak lama kemudian datanglah seorang pemuda tampan berkulit putih serta memakai seragam Osis yang masih tertutup hoodie berwarna hitam.
Sial, kagak keliatan nametag nya lagi. Gimana gue bisa tau namanya siapa. Batinnya kesal.
Pemuda itu tetap berjalan melewati Dhara, semakin gadis tersebut diam pemuda itu semakin jauh. Mau tak mau Dhara harus mengejarnya.
"Mas, tunggu!" teriak Dhara sedikit lancang.
Uh, pemuda itu akhirnya menoleh ke sumber suara. "Ada apa?" jawabnya dingin.
"Mau numpang nanya, boleh nggak?" tanya gadis itu menatap mata pemuda yang ada di depannya.
Pemuda tersebut malah memperhatikan seragam yang Dhara pakai, "Kelas berapa?" tanya lelaki itu singkat.
Dhara hanya mengangguk menyembunyikan rasa kesalnya, "Kelas 11 IPS 1." jawabnya cuek.
"Ikut gue," ucap pemuda itu lalu berjalan menaiki tangga menuju lantai kedua.
Dhara pun segera mengikuti pemuda yang belum dikenalnya itu. Hingga tak sampai beberapa menit ia sampai di kelasnya.
Dhara menyapu pandangan ke sekitar, "Ini kelasnya?" tanyanya heran.
Sang pemuda itu hanya mengangguk lalu masuk kedalam kelas yang sangat berbeda dari ruang kelas lain.
"Buru masuk," ucap lelaki itu yang tengah duduk di bangkunya.
"Kelas kok aesthetic banget? nggak salah ruangan nih?" bingung Dhara sambil berjalan pelan kedalam kelas.
Seorang pemuda berbadan tinggi tersebut meletakan tasnya dan melepas hoodienya. "oh, namanya Langit." lirih Adhara seraya menatap bangku-bangku yang ada di hadapannya.
"Lo duduk samping kanan gue, cuma itu yang kosong." ucap Langit keluar kelas.
Mata Adhara membulat sempurna, "Gue duduk di samping Langit? gawat kalo doi nya tau bisa babak belur gue," oceh Dhara berbicara sendiri.
Langit yang sekilas mendengar ucapan Dhara hanya menanggapi singkat, "Gue nggak ada pacar." sahutnya sudah sedikit jauh dari kelas.
"Woi, tungguin gue Langit!" teriak gadis itu berhasil mengejar Langit.
"Lo sebenernya siapa sih? lo tuh freak tau nggak," ketus Dhara wajahnya terlihat kesal.
Tiba tiba Langit berhenti mendadak membuat Dhara menabrak punggung pemuda itu. "gue ketua kelas sekaligus ketua Osis di sini." jawabnya membuat Dhara terkejut.
"Oh, pantesan gayanya selangit nggak cuma namanya doang yang Langit. Mukanya cakep inceran para betina." cibir gadis tersebut asal.
Langit berbalik badan dan menatap wajah Dhara lekat. "ngga ada waktu buat basa basi, cepet turun tangga mau ikut upacara nggak." Tarik paksa Langit terhadap Dhara.
"Nggak pantes lo jadi ketua kelas, apalagi jadi ketua Osis." ujarnya asal lalu membekap mulutnya.
Langit berbalik menatap anak baru itu dengan tatapan datar. "Ma-maaf ... maksud gue bukan menghina lo, tapi —" lirih Dhara takut karena omongannya di potong oleh Langit.
"Gue yang bertanggung jawab atas kedisiplinan semua anak di sini." katanya terus berjalan menuruni anak tangga.
"Ya udah maaf, abis ini sekolah sepi banget."
"Udah, sana masuk barisan." Perintah Langit kemudian ia berbaris di depan barisan yang sepertinya Langit juga sang pemimpin upacara.
••••••••••••
Setelah upacara selesai, Dhara kebingungan di tengah keramaian anak anak yang akan masuk kelas. "Langit di mana ya? aduh, gue nggak berani sendirian." lirihnya sudah panik.
Tetapi dalam kepanikan tersebut, tiba-tiba ada yang menarik tangan Dhara dan membuat gadis itu terkejut.
"Ayo ke kelas." ajaknya tetap menarik tangan Dhara.
"Ish! lo kalo dateng jangan ngagetin kek. Gue panik nih." ocehnya sambil menaiki anak tangga.
"Kalo mau kemana-mana nanya dulu, jangan asal ngilang." balasnya kini terdengar peduli pada Adhara.
Gadis tersebut menarik lengan tangan Langit agar berhenti dulu sebelum masuk ke kelas. "Lo peduli sama gue?" Pertanyaan itu langsung ditanggapi singkat oleh Langit.
"Udah, ayo masuk. Bawel banget dari tadi." sahut Langit mulai kesal.
"Iyaa, maaf."
•••••••••
Saat di dalam kelas Dhara tak bisa memahami pelajaran yang ada. "Lang, gue nggak paham, gimana ini?" tanya gadis itu khawatir.
"Ini buku paketnya," ucap Langit menyodorkan buku paket miliknya.
"Plis Lang, gue nggak suka angka." Rengek Dhara langsung menjadi titik pusat perhatian anak anak sekelas.
Di kelas Langit seluruhnya ada 10 anak termasuk Langit dan Dhara. Kursi Dhara dan Langit sangat dekat. Meskipun mereka tidak duduk bareng.
"Itu anak baru caper sama Langit," bisik salah satu siswi duduk di pojok belakang.
"Iya, merasa paling cantik keknya." sambung si teman siswi tersebut.
Dhara menoleh ke siswi yang membahas dirinya. "terganggu ya kak?" tanya gadis itu menarik kursinya jauh dari Langit.
"Saya nggak ada apa-apa sama Langit, maaf kalau kedatangan saya mengganggu keseharian kalian." tutur Adhara ramah.
Langit mendekatkan kursinya semakin dekat dengan Dhara. "mereka biasa kayak gitu tapi nggak usah ngerasa ngga enak, mereka baik dan ramah." kata Langit.
"Tapi kok-"
"Tenang aja, Ra. Kita cuma bercanda doang kok, mana mungkin kelas unggulan saling bully, nggak mungkin lah." ujar siswi tadi bernametag Kia.
Dhara hanya mengangguk tersenyum, "Nggak ada yang keberatan kalo aku nanya pelajaran ke Langit, kan?" tanya gadis itu memastikan.
"Nggak ada, Adhara Aline..." kompak semua anak termasuk siswa siswa temannya Langit.
Dhara senang dirinya bisa di sambut dan di terima baik oleh teman teman barunya. "eh, btw aku cuma tau nama Langit doang nih, nama kalian siapa aja?" gadis tersebut menoleh ke teman temannya namun langsung di bungkam mulutnya oleh Langit.
"Em ... apasih Lang?" Nada Dhara terdengar kesal tapi ia berusaha tidak emosi.
"Liat," Kode mata Langit menuju ke seorang guru mapel Matematika yang baru saja masuk setelah mengirim tugas melalui grup WhatsApp.
Adhara tersenyum paham, "Baru juga sehari udah bahagia aja, semoga bahagia sampai lulus." batin gadis itu kemudian membuka buku tulisnya.
"Assalamualaikum, selamat pagi semuanya. Hari ini kalian kerjakan tugas yang sudah saya kirim tadi. Bisa di mengerti?" suara guru laki laki dengan suara khasnya yang nyaring.
"Bisa pak," Kompak sekelas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments