Terlihat jelas setiap tarikan bibirnya menampakkan kebahagiaan di raut wajah gadis itu. Hari di mana yang sangat di nantikan oleh Gema bisa bersanding dengan Dewa adalah suatu pilihan yang tepat menurutnya.
Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu timbullah pertanyaan di dalam hatinya. Apakah menikah dengan seseorang yang di cintai dan yang mencintainya, bisa membuat bahagia ?
1 Oktober 2024
by cherrypen
Terima kasih sebelumnya untuk semua pembaca setia sudah bersedia mampir pada karya terbaruku.
Bantu Follow Yuk 👇
IG = cherrypen_
Tiktok = cherrypen
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cherrypen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. AMP
“Gema, kamu mau menginap?”
“Iya Mas, boleh ya? Tidak lama kok Cuma dua tiga hari saja.”
Dewa terdiam sejenak. Pria itu tidak langsung memberi ijin pada istrinya. Dia takut jika Gema akan bertemu dengan mantan pacarnya di belakangnya.
“Kenapa harus di rumah kamu sayang, gak di rumah Papa baskara saja ‘kan ada istri Papa yang akan menjaga kamu juga memasak masakan apapun yang kamu mau,” Dewa kekeh ingin tak memberi ijin pada Gema.
Gema menatap wajah Dewa sembari memasang wajah memelas.
“Beda sayang, kalau di rumah sendiri itu lebih leluasa, lebih nyaman kalau mau minta apa saja sama Ibu,” jelas Gema merayu suaminya sembari memijit bahu Dewa.
Dalam rumah tangga memang tak dapat di pungkiri kalau si wanita lebih nyaman jika meminta sesuatu pada orang tuanya sendiri, rasa sungkan itu lebih sedikit ketimbang dengan mertua. Apalagi di saat kondisi lagi hamil bawaan bayi mungkin kangen masakan ibu.
“Baiklah sayang, kalau kamu menginginkan tinggal beberapa hari sama Ibu, tetapi ingat setiap hari kamu harus kasih kabar aku, kamu sedang
apa, di mana dan sama siapa, karena Mas ‘kan tidak bisa ikut sama kamu, ada pekerjaan yang harus Mas selesaikan di kantor,” titah Dewa sembari mengelus
tangan Dewa. Belum juga berangkat Dewa sudah banyak memberi peringatan.
“Siap sayang,” sambung Gema.
Gema mengemasi barang-barangnya di bantu dengan Bik Sumi. Dia membereskan baju-bajunya sembari bernyanyi merasa bahagia.
“Ah … selesai, saya rasa cukup ini bajunya Bik,” ucap Gema sembari menutup resleting tasnya.
“Saya bantu angkat tas nya masuk ke mobil nyonya,” ujar Bik Sumi sembari mengangkat tasnya.
Selesai mempersiapkan semua yang akan di bawa. Dewa dan Gema melanjutkan kembali perjalanan mereka.
“Kita makan dulu gimana?”
“Makan di rumah Mama saja Mas. Ibu pasti masak yan enak-enak kalau kita makan duluan nanti maskan Ibu ngga ke makan.”
“Ya, Ok Sayang, terserah kamu saja. Kamu sudah kangen berat ya sama masakan Ibu?”
“Iya Mas, aku pengen banget makan sayur asem sama telur dadar buatan Ibu. Rasanya itu enak banget restoran saja kalah sama maskan Ibu. Mungkin kalau Ibu buka restoran bakalan laku keras, ya?” sambung Gema sembari bercanda pada Dewa.
***
“Kak Juna,” teriak Gema.
Arjuna pun seketika berhenti membersihkan mobil
kesayangannya, memalingkan pandangannya melihat adiknya yang tengah berjalan. Terbitlah senyum lebar dari wajah yang tampan berahang tegas.
“Loh Dek, tiba-tiba datang tanpa memberi kabar,” sahut Arjuna Putra Argantara. Kakak satu-satunya Gema.
“Mendadak Kak, tanpa ada rencana. Ayah sama Ibu ada di rumah kan?”
“Ada.”
“Apa kabar Mas Juna?” tanya Dewa.
“Baik-baik, cepatlah kalian masuk Ibu sama Ayah ada di dalam.”
Seperti biasa wajah Gema selalu menampakan keceriaan di tengah-tengah keluarganya. Se olah wanita cantik itu lupa akan siksaan, tekanan, kata-kata kasar yang pernah di terima. Rumah yang penuh dengan ketenangan dan kasih sayang. Rumah ternyaman tempat dia bersandar melepaskan rasa perih yang menyelimuti hatinya.
Jujur, yang di rasakan Gema saat ini adalah setidaknya sebentar saja melepas beban yang di rasakan selama ini. Ia belum sepenuhnya percaya Dewa akan berubah sikapnya lantaran terkadang terlihat jelas dari sorot matanya yang masih menyimpan amarah.
“Ayah,” panggil Gema.
“Hei …, kalian datang kok ngga bilang-bilang dulu.”
“Gema ini Ayah, tiba-tiba saja pengen masakan Ibu, mungkin dari bawaan bayi” sambung Dewa seraya meletakkan tas Gema di sofa.
“Hemmmm …,” Ayah Gema berdehem seraya tersenyum menatap putri tercintanya.
Argantara, Ayahnya Gema mengusap lembut puncak kepala anaknya. Pria paruh baya itu seketika raut wajahnya berubah bahagia. Terlihat jelas dari ke dua bola matanya yang tampak berbinar.
“Yang di tunggu akhirnya datang juga. Ayah akan segera di panggil kakek.”
“Masih kecil ini Ayah, dedek bayinya, baru masuk tiga bulan. Doakan semuanya lancar sampai persalinan ya Ayah,” pinta Gema. “Ayah, Ibu di mana?” tanya Gema.
“Ada di dapur tuh, katanya hari ini lagi pengen makan
masakannya sendiri jadi semua pembantu di suruh keluar dari dapur.”
“Kok bisa? Ada-ada aja nih Ibu. Ya sudah Gema ke dapur dulu,” celetuk Gema. “Mas ngobrol dulu sama Ayah. Aku mau ke dapur membantu Ibu.”
“Iya udah sana Sayang.”
Sikap manja Gema keluar dengan sendirinya tatkala berjalan dengan santainya. Di ambang pintu dirinya bukannya langsung masuk menghampiri Ibunya yang tengah sibuk menyiapkan makan siang. Justru ia berdiri di tengah pintu sambil senyum-senyum sendiri
melihat Ibunya sedang kerepotan.
Gema merasa tenang di saat dekat Ibunya. Lagi-lagi dia lupa kapan di tampar oleh Dewa, tetapi tidak dengan rasanya.
“Wangi sekali,” celetuk Gema. Hidungnya mencium
aroma rempah-rempah yang memenuhi dapur seraya menghela nafas pelan.
“Gema,” celetuk Ibunya, seketika memalingkan wajahnya setelah mendengar suara lembut anak perempuannya yang tidak asing di telinganya.
“Ibu, Gema pulang kok Ibu masih ada di belakang saja. Kebetulan sekali Ibu masak sayur asem, Gema lagi pengen banget makan sayur asem buatan Ibu,” ucap Gema sembari melihat sayur asem yang sudah mendidik di atas kompor.
Ibunya menepuk lengan anaknya pelan seraya tersenyum riang. “Kamu ini datang ke rumah ngga bilang-bilang dulu. Dewa di mana? Dia mengantarmu ke sini kan?”
“Em,” sahut Gema seraya menggigit tempe goreng.
“Bagaimana kamu sama Dewa, selalu akur ‘kan?” tanya Ibunya.
Sepersekian detik Gema terdiam seraya menghela nafas panjang. Jika Gema berkata jujur kalau Dewa pernah melakukan kekerasan padanya bisa jadi
ke dua orang tuanya akan merasa sangat sedih bahkan akan menyuruhnya untuk bercerai, tetapi jika tidak bicara ataupun bercerita Gema merasa sesak dadanya mengingat kesakitan hatinya yang di torehkan oleh pria yang dia cintai.
“Gema sama Mas Dewa baik-baik saja, selalu akur dan di manja Bu. Dan sekarang Gema sedang hamil muda, Bu?” ujar Gema sembari mengelus perutnya.
Ia menjawab dengan suara berat lantaran untuk pertama kalinya dia berbohong sama ibunya sejak dari kecil demi melindungi rumah tangganya dan menjaga nama baik suaminya.
“Benarkah? Ini kabar bagus sebentar lagi Ibu dan Ayahmu akan menimang cucu. Cucu pertama keluarga Argantara. Ayo Gema, kita ke depan suamimu
pasti sudah lapar.”
“Iya Bu.”
Gema membantu Ibunya merapikan meja makan dan meletakkan semua makanan di bantu juga dengan salah satu pelayan di rumahnya. Ia berusaha
memperlihatkan keceriaan di wajahnya agar tak teringat lagi akan kekerasan yang di lakukan Dewa. Ya, pertanyaan Ibunya mengingatkan akan masa-masa di mana suaminya meperlakukan dia seperti penjahat yang harus di kurung di penjara.
“Dewa menginap di sini kan?” tanya Ayah mertuanya.
“Tidak Pak. Dewa ke sini hanya mengantar Gema saja setelah itu Kembali pulang, masih banyak pekerjaan kantor yang harus Dewa kerjakan. Sekarang ‘kan papah lebih sering di rumah jadi harus Dewa yang menjalankan perusahaan Papa,” jelas Dewa.
To be continued 👉😊