Yaya pikir mereka benar sebatas sahabat. Yaya pikir kebaikan suaminya selama ini pada wanita itu karena dia janda anak satu yang bernasib malang. Yaya pikir kebaikan suaminya pada wanita itu murni hanya sekedar peduli. Tak lebih. Tapi nyatanya, ia tertipu mentah-mentah.
Mereka ... sepasang kekasih.
"Untuk apa kau menikahi ku kalau kau mencintainya?" lirih Yaya saat mengetahui fakta hubungan suaminya dengan wanita yang selama ini diakui suaminya sebagai sahabat itu.
(Please yg nggak suka cerita ini, nggak perlu kasih rating jelek ya! Nggak suka, silahkan tinggalkan! Jgn hancurkan mood penulis! Dan please, jgn buka bab kalo nggak mau baca krn itu bisa merusak retensi penulis. Terima kasih atas pengertiannya.)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan ...
Beberapa jam kemudian, akhirnya Nurlela dan Ellena pulang ke rumah. Mereka menaiki taksi untuk pulang. Saat di perjalanan pulang, tepat di lampu merah, Nurlela dan Ellena melihat sebuah mobil towing yang di ruang belakangnya terdapat sebuah mobil mewah buatan Jerman, Mercedes Benz SL-Class berwarna Brilliant Blue Metallic.
Nurlela dan Ellena sampai melongo melihatnya.
"Ma, Ma, liat, mobil itu keren banget ya, Ma."
"Iya. Mama juga liat. Pasti yang punya orang kaya tuh. Sekelas pengusaha. Kalau cuma karyawan meskipun sekelas manager sekalipun kayaknya sulit deh."
"Mama benar. Hebat banget ya orang itu. Kapan ya kita bisa punya mobil sekeren itu. Kalo mau minta belikan Mas Hasta atau Andrian kayaknya nggak mungkin."
Nurlela mengangguk. "Benar. Lah gaji mereka meskipun dua digit, tapi tetap aja masih jauh. Mau kredit pun rasanya nggak mungkin. Cicilannya pasti gede banget. Bisa-bisa kita nggak makan bertahun-tahun."
Ellena tertawa. "Mati dong, Ma."
"Ya, makanya. Mustahil banget bisa beli mobil kayak gitu."
"Eh tapi, Ma, Marissa 'kan punya butik tuh. Satu bajunya aja paling murah berapa juta. Malah rancangan ekslusifnya ada yang ratusan juta. Artinya uang dia banyak dong. Seharusnya dia lebih dari mampu untuk beli mobil kayak gitu," ujar Ellena membuat Nurlela menoleh.
"Kau benar juga, Len. Kita harus baik-baikin Marissa. Siapa tau 'kan?" Nurlela mengerlingkan sebelah matanya. Ellena pun tersenyum lebar.
...***...
Yaya kini memilih pulang ke rumah orang tuanya. Malam harinya, baru saja keluarga Danang selesai makan malam, tiba-tiba rumah mereka kedatangan tamu yang tak terduga. Itu adalah Nurlela dan Ellena. Suami Ellena sebenarnya juga ikut, tapi ia memilih tetap berada di dalam mobil. Saat Nurlela dan Ellena masuk ke dalam rumah Danang, ia pun segera mengeluarkan ponselnya kemudian menekan nomor seseorang dengan senyum merekah.
Yaya, Danang, dan Dina yang sedang bersantai sontak saja terkejut dengan kedatangan mereka yang tiba-tiba. Sedangkan Djiwa sedang bersantai di kamarnya dengan earphone di telinga.
"Bu Nurlela, silahkan masuk!" meskipun kesal dengan perbuatan Andrian dan keluarganya pada Yaya, tapi sebisa mungkin Dina tetap bersikap sopan. Namun bukannya membalas sapaan ramah Dina, Nurlela justru bersikap angkuh sambil berjalan dengan dagu terangkat. Dina hanya bisa menghela nafas panjang.
Yaya yang melihat kedatangan Nurlela tetap berusaha bersikap ramah. Ia berjalan mendekati Nurlela dan mengulurkan tangannya hendak bersalaman, tapi Nurlela justru menepis tangan Yaya dengan kasar.
"Tidak perlu sok bersikap sopan santun dengan saya," ketus Nurlela yang kini sudah berkacak pinggang. "Saya pikir keluarga dokter seperti kalian memiliki attitude yang baik, tapi ternyata ckckck ... " Nurlela berdecak sinis. "Kalian benar-benar memalukan. Sudah memiliki anak haram. Tidak memiliki sopan santun dan kekanakan pula. Eh ternyata anaknya yang lain pun tak jauh berbeda."
"Apa maksud Anda?" tanya Danang berusaha tenang, namun sorot matanya menajam. Danang pun ikut berdiri sehingga kini kelima orang itu sudah berdiri dengan saling berhadapan.
"Ajarkan anak laki-laki Anda itu sopan santun. Apa begitu didikan seorang berpendidikan seperti Anda? Menampung anak haram. Lalu memiliki anak yang kurang ajar. Asal Anda tahu, anak Anda itu sudah bersikap seperti preman jalanan. Dia sudah memukul putra saya hingga babak belur. Andai saja Rian tidak melarang, saya pasti sudah akan memperkarakan masalah ini ke pihak kepolisian. Dasar keluarga tidak bermoral. Beruntung Rian masih berbaik hati menjaga nama baik kalian. Kalau tidak ... " Nurlela tersenyum sinis. "Reputasi Anda sebagai seorang dokter sudah pasti akan hancur. Selain karena memiliki anak haram, kalian juga memiliki anak tidak bermoral. Sudah benar Rian memilih membatalkan pernikahan kalian karena memang kau tidak pantas untuk anakku," imbuh Nurlela congkak.
Jelas saja kata-kata Nurlela itu membuat Danang berang.
"Berhenti menghina putriku anak haram, Nyonya! Kau pikir keluarga Anda suci, hah? Bahkan Anda pun memiliki seorang cucu yang juga anak haram. Justru Yaya yang beruntung bisa lepas dari seorang bajingan seperti putramu itu."
Sejujurnya Danang tak ingin menyebut Tania sebagai anak haram karena sebenarnya tidak ada yang dinamakan anak haram. Yang haram adalah perbuatan kedua orang tuanya. Sebaliknya setiap anak yang lahir itu dalam keadaan suci. Hanya saja Danang sekarang sedang berada di ambang batas kesabarannya. Ia tak mampu mengontrol emosinya. Padahal ia sudah sebisa mungkin menahan gejolak amarah itu. Ayah mana yang tidak sakit hati, marah, dan kecewa saat tahu anaknya dipermainkan dan disakiti laki-laki yang bergelar sebagai seorang suami. Tidak ada.
Danang sudah bersabar sekuat tenaga. Menyadari masa lalunya pun tak jauh lebih buruk dari apa yang Andrian lakukan, ia berusaha untuk menahan diri. Namun kata-kata yang Nurlela lontarkan sudah sangat melukai harga dirinya. Sebagai seorang ayah, ia tak rela mendengar hinaan yang Nurlela lontarkan pada Yaya. Meskipun Yaya bukan putri kandungnya, tapi ia amat sangat menyayangi Yaya seperti anak kandungnya sendiri. Bukan hanya Yaya, tapi Djiwa pun tak luput dari hinaan. Meskipun perbuatan Djiwa memang salah, namun tak sepantasnya Nurlela berkata seperti itu. Padahal ia pun seorang ibu, tapi ia tidak bisa menghargai anak orang sama sekali.
"Tutup mulut Anda kalau tidak ... "
"Kalau tidak apa?" potong Danang cepat.
"Kalau tidak, aku akan ... "
"Aku akan apa Nenek peyot? Apa kau ingin aku kembali memukul putra Anda hingga tangan, kaki, gigi, dan hidungnya patah? Aku tak masalah masuk penjara asal aku bisa membuat putra Anda yang bodoh itu cacat seumur hidup," seru Djiwa yang baru saja keluar dari dalam kamarnya.
"Kau ... Dasar anak berandal! Aku pasti akan membuat perhitungan denganmu!" ancam Nurlela.
"Sudah benar Rian memutuskan berpisah dengan perempuan itu. Kalau tidak, kita akan semakin gila karena berbesan dengan keluarga tidak waras ini. Ayo Ma, lebih baik kita segera pergi dari sini sebelum kita ketularan gila seperti mereka," ajak Ellena sambil menarik lengan sang ibu.
"Heh nenek sihir, kau pikir kami mau berbesan dengan keluarga sinting seperti kalian? Lebih memilih yang haram daripada yang halal. Lebih memilih pecahan batako daripada berlian. Lebih memilih keset kaki daripada kain sutra. Tunggu saja, kalian pasti akan kena batunya kelak. Pulang sana! Jangan pernah muncul lagi di hadapan kami! Oh ya, buruan nikahin anak kesayanganmu itu dengan perempuan murahan itu daripada berzina terus. Semoga aja kalian nggak nangis-nangis karena menyesal sebab lebih memilih perempuan murahan itu daripada Yaya."
Dina yang sejak tadi diam, ikut terpancing emosi. Ia pun mengeluarkan segala sumpah serapah dan segala caci maki. Ibu mana yang tidak marah saat melihat anaknya dicaci maki dan dihina tepat di depan mata. Andai tidak ada hukum di negeri ini, sudah pasti Dina akan menyobek mulut Nurlela dan Ellena sampai tak bisa lagi mengeluarkan caci makinya.
Nurlela ingin kembali mengeluh sumpah serapahnya, tapi Ellena sudah keburu menarik tangannya keluar. Apalagi saat mengetahui Yaya sudah mengambil rekaman mereka tadi. Ia khawatir Yaya memviralkan video mereka. Yaya memang sejak tadi diam, namun itu hanya mulutnya saja. Namun tidak dengan tangan dan otaknya. Ia tak mau perbuatannya dan ibunya jadi bahan cemoohan di dunia maya. Oleh sebab itu, ia memilih mengalah dengan memaksa ibunya pulang ke rumah.
Saat melihat istri dan ibu mertuanya sudah kembali, Hasta pun segera mematikan sambungan telepon. Pintu ditutup dengan kasar. Hasta tahu, pasti sudah terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan di dalam sana. Namun Hasta tidak peduli. Ia pun segera melajukan mobilnya pulang ke rumah.
...***...
...Terima kasih buat yang masih menunggu cerita ini. Maaf updatenya kemalaman soalnya berapa hari ini D'wie sedang sok sibuk. 😁 Ada kerjaan urgent jadi susah banget menyempatkan ngetik. Semoga yang baca nggak pada kabur ya karena updatenya yang nggak menentu. 😅😅😅...
...Happy reading 🥰 🤩 😍 ...