Anna seorang gadis desa yang memiliki paras cantik. Demi membayar hutang orang tuanya Anna pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di satu keluarga besar.
Namun ia merasa uang yang ia kumpulkan masih belum cukup, akan tetapi waktu yang sudah ditentukan sudah jatuh tempo hingga ia menyerah dan memutuskan untuk menerima pinangan dari sang rentenir.
Dikarenakan ulah juragan rentenir itu, ia sendiri pun gagal untuk menikahi Anna.
"Aku terima nikah dan kawinnya...." terucap janji suci dari Damar yang akhirnya menikahi Anna.
Damar dan Anna pada hari itu di sah kan sebagai suami dan istri, Namun pada suatu hari hal yang tidak di inginkan pun terjadi.
Apa yang terjadi kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Sesampainya dikantor Damar disambut hangat para karyawannya, tidak lupa juga dia membawa bekal ya dari rumah untuk nanti makan siang di ruangannya. Belakangan ini memang baginya terasa aneh dengan sikapnya yang selalu senang jika Anna memberikan perhatian kecil untuknya.
"Damar," panggil pak Suryo.
"Papa, ada apa?" Tanya Damar dingin.
"Hari ini kita akan kedatangan tamu dan papa harap kamu pulang lebih awal. "
"Pekerjaan Damar banyak, Damar gak bisa." Datar.
Hela nafas sejenak pak Suryo memang harus sabar menghadapi sikap Damar yang dingin itu. Banyak hal yang sudah terjadi namun Damar masih belum tahu apa pun. Dengan sengaja pak Suryo menutupi kebenaran yang sebenarnya dari Damar dan Angga. Ia lebih rela menerima kebencian dari anak-anak nya itu meskipun begitu pak Suryo tetap bersikap baik pada Angga maupun Damar yang secara terang-terangan membecinya.
"Damar, tolong sekali ini saja papa mau kamu dengerin papa. Lupakan kebencian kamu, nak. Itu gak akan merubah semuanya. Mari kita jalani kehidupan kita yang baru, kita mulai lagi dari awal."
"Papa ngomong apa sih? Pa, Damar lagi sibuk bisa kita bahas ini lain kali saja."
"Oke kalo itu mau kamu, tapi papa harap kamu pulang lebih awal jangan sampai terlambat." Tegas pak Suryo memintanya. Pria paruh baya itu tegas pergi meninggalkan ruangan Damar tanpa meninggalkan pesan apapun lagi.
Damar mendengus kesal entah siapa yang yang akan datang kerumah mereka, sehingga pak Suryo sangat menginginkan Damar hadir di tengah-tengah acaranya yang sudah disiapkan nya.
Tidak sedikitpun perlakuan pak Suryo meluluhkan amarah Damar yang sudah tertanam bertahun-tahun. Dia kembali teringat wajah ibunya Anita yang tengah mengiba pada papanya Suryo saat itu, seketika saja dadanya seolah terbakar dan panas melihat kilas bayangan Anita sampai-sampai bersujud meminta ampunan pak Suryo.
"Brengs*k!!" Mengumpat. Damar melempar barang-barang didepannya hingga tidak bersisa di atas meja kerja miliknya, sebagai pelampiasan rasa amarahnya yang sudah meluap-luap.
Sudah ia menyetujui untuk tinggal dirumah tanpa harus tidur di tempat lain seperti dulu. Namun sulit bagi Damar harus mengikuti peraturan sang ayah yang selalu bersikap semaunya untuk mengatur kehidupan nya.
Nafasnya begitu terasa sesak didada jika setiap hari melihat sosok ayahnya yang kian mengingatkan nya pada kejadian dimana dia harus menerima kenyataan jika dirinya harus kehilangan ibunya Anita untuk selamanya.
Sementara itu damar mencoba menenangkan dirinya, Tidak berselang lama sekertarisnya menghubungi Damar untuk memberitahukan jadwal yang harus dikerjakan nya hari ini cukup padat.
"Baik, atur aja semuanya."
_______
"Na, apa kamu gak kebanyakan belanja nya?" Mentengteng beberapa kantung belanjaan yang hendak ia bawa ke rumah. Terlihat begitu kesulitan Angga membawa beberapa macam bahan masakan yang sudah dibelinya dengan Anna membuat Angga dibuat kewalahan.
"Gak dong, Kan ini stok buat satu bulan."jawab singkat.
"Duh Anna, padahal kan lebih baik belanja keperluan hari ini aja dulu gak perlu sebanyak ini kan?" Protes Angga yang masih kesulitan untuk menyeimbangkan tubuhnya.
"Mas Angga ini, ikhlas gak sih nolong Anna kok ngedumel terus. Tau mas Angga gak ikhlas udah aja tadi Anna naik angkot gak usah Nerima tawaran mas Angga." Sahut Anna sembari memuyungkan bibirnya cemberut.
Angga melihatnya saja dibuat geleng-geleng kepala, Anna begitu lucu saat ia marah. Angga malah semakin suka melihat tingkahnya yang seperti anak kecil itu. "Iya deh maaf, ikhlas kok mas bantu Anna. Tapi ada upahnya gak nih bawain belanjaan segini banyak?" Goda lagi Angga dengan sengaja.
"Tuh kan, gak ikhlas?" Lagi-lagi cemberut. "Mas Angga niat gak sih bantuin Anna, ya udah Anna mau panggil angkot aja deh."
"Iya ... Iya ... Maaf gak deh gak ... Ikhlas kok ikhlas. Tapi jangan cemberut lagi yak. Jelek tau," ledek Angga membuat mata Anna melotot mendengarnya.
"Ih... Mas Angga!"tangan itu spontan melayang memukul pundak Angga. Bahkan Angga tidak bisa melawan pukulan Anna karena kedua tangannya masih memegang banyak kantung belanjaan nya. Meskipun begitu Angga malah suka saling bercanda dengan Anna, pukulannya saja hampir tidak terasa bagi Angga yang memiliki tubuh atletis tidak jauh beda dengan Damar.
"Ampun deh .. ampun .. kita pulang yak, " lirih Angga.
Mereka pun kembali pulang dengan membawa beberapa macam sayur, lauk pauk, dan beberapa makanan kecil juga minuman.
Sesampainya dirumah baru saja Angga akan membuka kan pintu mobil untuk Anna, mobil Damar datang dan melihat Angga dan Anna tengah bersama.
Dadanya terasa terbakar melihat pemandangan semacam itu, namun Damar sendiri tidak tahu kenapa melihat mereka bersenda gurau berdua seperti itu, membuat moodnya tidak enak.
"Lo ternyata masih disini, ini udah jam berapa." Ucap Damar turun dari mobilnya dan membuat kedua orang itu saling bertatapan. "Mas Damar," gumam Anna.
"Gue nganter dulu Anna belanja buat persiapan ntar malem. Lagian ini baru jam sepuluh juga," jawab Angga beralasan.
"Maaf mas Damar, mas Angga bener dia habis antar saya belanja. Tolong jangan marah sama mas Angga ini salah saya." Anna menyela pembicaraan mereka. Dia tidak enak hati melihat raut wajah Damar yang sepertinya marah terhadap Angga dengan sengaja telat masuk kantor karena ingin menolongnya.
"Kamu gak usah ikut campur ." Tukasnya.
Seketika Anna diam saat itu juga.
"Lu apa-apaan sih, lagian cuma telat beberapa menit doang. Kenapa semarah ini, " Angga menyeringai.
"Gue gak suka sama orang yang gak konsisten, kalo udah waktunya jam kerja, ya kerja. Bukanya malah pergi berduaan sama cewek. Lu niat kerja gak sih?!"
Seketika Damar melirik kearah Anna lalu pergi beranjak masuk kedalam rumah. Anna merasa tidak enak melihat perdebatan diantara mereka berdua. Seandainya dia bisa menolak tawaran Angga mungkin Damar tidak akan semarah itu kepada Angga.
"Mas Angga maafin Anna, mungkin kalo mas Angga gak anter Anna belanja, mas gak akan dimarahi sama mas Angga." Lirih Anna penuh sesal.
"Udah gak apa-apa. Sifatnya emang suka gak jelas, masalah kecil kek gini dibesar besarin. Udah ya jangan dipikirin, mending kita beresin ini dulu kedalem, oke." Angga kembali bersikap biasa saja dengan tingkahnya yang riang gembira membuat Anna kembali dibuat tersenyum melihat tingkahnya.
Sifat kakak adik itu memang terlihat jauh berbeda, yang satu riang senang membuat orang tertawa, ceplas-ceplos meskipun kadang sembarangan. Yang satunya dingin sedingin bongkahan es dikutub, cuek, terkadang sikapnya tidak bisa ditebak. Tiba-tiba marah, tiba-tiba baik, kasar, kalo ngomong se-enak jidatnya tapi, terkadang dia juga bisa bersikap lembut.
"Anna!" Panggil Damar.
"Iya mas,"
"Bikinin saya kopi, antar ke kamar saya sekarang." Datar.
Anna bergegas membuatkannya kopi yang diminta Damar, dan meninggalkan pekerjaan yang belum selesai.
"Buat siapa itu, buat aku ya?" Angga tiba-tiba muncul di belakang Anna dan membuat Anna setengah terkejut.
"Bukan buat mas Angga, ini anu... Emm... Mas Damar mau kopi katanya." Ucap Anna terbata-bata.
"Nden Angga mau tak buatin sama mbok ya," tawar mbok Yun.
"Boleh, mbok." Sahut Angga dengan senang hati.
" Ya udah nduk, antar dulu kopinya ke si nden Damar nanti dia marah lagi." Ucap mbok Yun.
"Nggeh mbok, permisi mas." Anna segera mengantar kopi itu ke kamar Damar. Dengan tergesa-gesa Anna takut jika Damar akan marah lagi seperti tadi.
"Damar seenaknya aja sekarang mbok, dia juga makin kasar aja kasian Anna mbok. Gak tega aku liatnya udah baik, cantik, eh si kutu kupret Damar malah ...-" Angga menggantung kan perkataan nya.
"Si mbok paham, nden juga paham toh sifat nden Damar. Dari dulu sifatnya udah begitu apalagi semenjak ibu gak ada dia pasti masih keinget si ibu, nden." Tutur si mbok. Perkataan si mbok ada benarnya semenjak ibu mereka meninggal dunia Damar semakin bersikap dingin dan kasar. Apalagi terhadap papanya Suryo. Dia selalu menyalahkan pak Suryo akan kondisi yang telah menimpa ibunya selama ini bahkan dia selalu tidak memperdulikan pak Suryo.
"Kebencian nya semakin menjadi-jadi terhadap papa, lalu bagaimana respon nya jika dia tahu papa akan menjodohkan nya dengan anak keluarga Prastikno widjayanto."
.....