Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Bagai Singa Lapar dan Kasar
Satu per satu semua yang melekat di tubuh Haliza terlucut. Perasaan marah itu bercampur dengan sebuah hasrat yang tidak tertahan. Semua berawal dari penolakan Haliza. Dan lagi-lagi kalimat penolakan Haliza membuat Aldian sakit hati. Padahal selama beberapa hari menikah bersama Haliza, Aldian sudah berusaha mencurahkan perhatiannya, sampai dia melarang Haliza kerja, itu semua bentuk perhatian dan rasa khawatirnya terhadap Haliza.
"Mas, jangan lakukan itu dalam keadaan marah. Aku mohon, aku akan kesakitan. Aku belum siap," rengek Haliza semakin membuat Aldian tidak bisa lagi menahan keinginannya.
"Jangan banyak bicara yang tidak jelas. Ini semua karena penolakanmu. Aku ini suami kamu dan berhak atas kamu." Aldian menghentikan mulut Haliza dengan caranya. Haliza tidak bisa melepaskan diri lagi, apalagi tenaga Aldian begitu kuat dan besar. Yang Haliza bisa lakukan kini hanya pasrah dan menangis.
Sejenak Aldian melepaskan pagutannya, menatap dalam mata sendu dan berlinang. Dengan sadar Aldian menyeka air mata itu sebelum ia kembali melanjutkan perjuangannya mendapatkan haknya.
"Masss." Pekikan Haliza terdengar disertai ringisan. Tapi Aldian tidak peduli, ia justru menikmati dan terbuai oleh sebuah rasa yang selama ini ia impi-impikan.
Dan siang itu menjadi saksi sebuah kehormatan seorang istri telah direnggut oleh suaminya sendiri. Jeritan dan tangisan tertahan Haliza, menjadi tanda bahwa ini adalah yang pertama bagi Haliza. Dan Aldian pun merasakannya, baginya ini merupakan pengalaman pertamanya juga.
Isak tangis terdengar dari balik selimut yang membungkus tubuh wangi Haliza. Aldian kemudian bangkit setelah ia puas menumpahkan hasratnya yang baru kali ini kesampaian. Ia tidak peduli tangisan Haliza, karena ini baginya sudah merupakan kewajiban Haliza, dan Aldian berhak menikmatinya.
Aldian segera bergegas menuju kamar mandi, ia mengguyur tubuhnya sisa pertautannya tadi bersama Haliza. Tidak ada senyum di wajah tampan Aldian, sebab yang dilakukannya bersama Haliza tadi tidak terjadi secara suka sama suka. Dan Haliza seperti belum ikhlas dijamah olehnya.
Aldian segera menyudahi mandinya, dia keluar kamar mandi. Di atas ranjang masih ada Haliza yang masih menangis. Hati Aldian geregetan melihat Haliza seperti itu. Seakan-akan dia seorang pemerkosa yang biadab ditangisi seperti itu.
Aldian masih membiarkan Haliza di atas ranjang dengan tangisnya, ia segera bergegas menuju lemari dan meraih baju dan celananya untuk dipakai.
"Sudahlah, jangan tangisi kejadian tadi. Toh kamu bukan diperkosa atau dilecehkan pria lain. Aku ini suami kamu yang berhak atas semua yang ada dalam diri kamu. Makanya kamu jangan menangis. Tidak lucu setelah diberi nafkah oleh suaminya, malah menangis," ujar Aldian bukannya menghibur. Aldian bukan tidak ingin menghibur atau bersikap lembut, tapi karena sikap yang ditunjukkan Haliza seperti itu, membuat Aldian justru kesal.
Aldian keluar kamar setelah menumpahkan unek-uneknya, berharap Haliza bisa tenang dan pergi ke kamar mandi membilas sisa peluh tadi.
Aldian menuju balkon setelah Bi Kenoh memberikan secangkir kopi hitam panas untuknya. Aldian duduk di kursi rotan di balkon itu, seraya menyesap rokok yang diselingi minum kopi hitam yang masih sangat panas.
Bayangan saat tadi berhasil menaklukan Haliza kembali hadir dalam kepalanya. Haliza menjerit-jerit dan menangis ketika ia berhasil menyatukan dua tubuh menjadi kesatuan yang tidak terpisah. Meskipun Haliza berulang kali meronta meminta dilepaskan, karena amarah dan hasrat yang kadung menyatu, Aldian tidak peduli dan tidak melepas permintaan Haliza sampai ia selesai dan berada di atas puncak.
"Ternyata dia memang masih menjaganya." Aldian kemudian menyunggingkan senyum, pada akhirnya dia merasa senang karena dia yang pertama memetik madu dalam diri Haliza.
Sudah satu jam di balkon, rokok dan kopinya juga habis, Aldian berdiri dan memasuki beranda. Lalu ia melanjutkan langkahnya menuju kamar, ia ingin melihat apakah Haliza sudah tidak menangis lagi atau masih.
Tiba di dalam kamar, ia melihat Haliza sudah menggunakan bajunya yang baru diambil dari lemari. Rambutnya terlihat basah. Itu artinya, ia sudah ke kamar mandi dan mandi besar.
"Ternyata dia sudah membersihkan diri," bisik Aldian seraya menatap Haliza yang berusaha membelakanginya. Sepertinya Haliza berusaha menghindari kontak mata dengannya. Tadinya Aldian akan membiarkan Haliza dan tidak akan mempedulikannya. Namun, lagi-lagi Aldian tidak tega membiarkan wanita yang sudah ia miliki seutuhnya itu dicuekkan. Iapun punya hati dan perasaan, selama ini Aldian begitu sayang sama Alda adik perempuan semata wayangnya, oleh karena itu ia tidak bisa berlama-lama membiarkan Haliza didiamkan.
Aldian menghampiri Haliza, dia kini sudah berada di belakangnya.
"Ayolah ikut aku, kita makan di luar." Aldian meraih lengan Haliza untuk mengajaknya keluar. Namun, Haliza segera menepis dan masih menghindari Aldian.
"Ayolah, Liza. Kamu jangan seperti anak kecil. Lagipula kejadian tadi bukan sesuatu hal yang haram, aku yang menyentuhmu."
Haliza melengos dan menjauh dari Aldian. "Pergilah kalau Mas mau makan di luar. Tidak perlu ajak-ajak aku. Aku tidak mau," tolak Haliza masih terdengar marah disertai sisa isak.
"Kamu ini menolak terus." Aldian protes lalu meraih bahu Haliza dan menghadapkan tubuhnya ke hadapannya.
Haliza terlihat sembab, wajahnya bengkak akibat tangisannya tadi. Bagaimana Aldian bisa mengajaknya makan di luar dengan wajah bengkak seperti ini?
"Maafkan aku, ternyata kamu menangis sampai matamu bengkak begini," ujar Aldian menyesal. Haliza masih menghindari kontak mata dengan Aldian, bagaimanapun dia masih sangat kesal dengan Aldian yang memaksanya tanpa belas kasihan, padahal dia tadi sudah menjerit-jerit kesakitan.
Haliza secepat kilat membalikkan badan dan melangkah menjauhi Aldian, menuju sofa.
"Ternyata apa yang dikatakan mama, papa, dan Mbak Hanin tentang Mas Aldian itu salah. Mas itu kasar dan tidak memperlakukan wanita dengan baik. Semua kelembutan, keramahan, atau kebaikan yang selalu mereka ceritakan, bohong semua," ungkap Haliza sekaligus sebagai kalimat unek-unek yang akhirnya bisa tersampaikan pada Aldian terkait perlakuan Aldian tadi.
Aldian menghampiri Haliza yang langsung memalingkan muka ke arah lain demi menghindari kontak mata dengan Aldian.
Aldian berdiri dan tersenyum smirk. "Aku tidak akan kasar apabila sikap kamu tidak seperti itu. Lagipula aku ini suami kamu, aku punya hak menikmati yang ada dalam diri kamu. Terlebih setelah kamu berusaha menolak aku dan berulang kali mengatakan belum siap karena belum mencintai aku, dari situ aku semakin terpancing dan memaksamu. Makanya, jangan pernah berani menolak aku. Toh aku ini suami kamu," ujar Aldian mengungkapkan pembelaannya.
"Aku akan memperlakukan kamu dengan baik dan penuh cinta jika kamu pun sebaliknya begitu. Makanya tadi ku bilang, jangan pernah berani menolakku. Kamu tahu akibatnya jika singa sudah lapar, bukan? Maka dia akan menerkam mangsanya dengan kasar dan tidak sabar. Sudahlah, tidak perlu membahas masalah itu tadi, lagian kamu sudah aku miliki seutuhnya. Jadi, tidak perlu merasa sedih. Kalau mau sedih, aku pun harusnya sedih karena ucapan kamu yang berulang kali bilang bahwa kamu tidak mencintai aku," lanjut Aldian.
Haliza diam tidak lagi menyahut, dia semakin sedih dengan kalimat yang diucapkan Aldian.
"Sekarang kamu menangis, tapi lain kali pasti tidak lagi setelah kamu merasakan nikmatnya surga dunia. Rasa sakit yang kamu alami saat ini, itu hanya sementara. Sebab kita baru melakukannya sekali. Lain kali pakai seragam dinas yang aku beli, biar kejadian tadi bisa terulang dengan suasana lebih indah dan romantis," pungkas Aldian membuat Haliza semakin dongkol.
Aldian bukannya menghibur, tapi justru meracau dan merayunya supaya mengulang kembali kejadian tadi dengan menggunakan seragam dinas alias gaun tipis yang diberikan Aldian sebagai oleh-oleh tadi.