Mengulik kehidupan selebriti di belakang layar. Novel ini menceritakan tentang, Kayla Aruna, selebriti kurang terkenal yang sudah lama berkecimpung di industri dunia hiburan itu harus menerima kritikan pedas dari netizen setelah dia tampil di salah satu program variety show bersama Thaniel Hanggono.
Namun di tengah kontroversi yang menimpa Kayla, tawaran untuk bermain film bersama Thaniel justru datang dari salah satu production house dengan bayaran yang cukup mahal. Kayla yang menerima tawaran itu karena tertarik dengan naskahnya pun semakin banyak menerima hate comment karena dianggap panjat sosial menggunakan nama Thaniel.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourlukey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cerita dari orang yang kukenal
Setelah mendapat pesan dari salah satu buyers yang akan meng-endors dirinya, Kayla lantas beranjak dari ruang kerjanya menuju pos security apartemen untuk mengambil produk yang akan dia endors.
"Tumben banget dapat paket sebanyak ini, Mbak Kayla." Security itu berkata basa-basi.
Kayla tersenyum ramah lalu menjawab seadanya. "Iya, Pak." Dia lalu mengambil paket-paket itu dan membawanya masuk ke gedung apartemen. Saat Kayla masuk lift dan menekan tombol ke lantai tujuan, seorang laki-laki masuk ke lift tepat saat pintu lift hendak ditutup.
Laki-laki itu menghela napas lega setelah pintu lift kembali terbuka. Dia hendak menekan tombol lift ke lantai yang menjadi tujuannya tapi dia urungkan setelah melihat tombol itu telah menyala.
"Boleh saya bantu barang bawaannya? Kebetulan juga saya mau ke lantai yang sama." Kata laki-laki itu.
Kayla tersenyum tipis lalu menggelengkan kepala.
"Terima kasih."
Laki-laki itu mengangguk paham. Mungkin dia tahu kalau Kayla tidak ingin merepotkannya.
Suasana lift lengang, hingga pada akhirnya Kayla membuka suara. "Kita pernah ketemu, ya? Kayak nggak asing."
Laki-laki itu menyungging sudut bibirnya. "Saya Nando, Manajer Thaniel Hanggono. Mungkin Mbak Kayla pernah lihat saya waktu kita berada di lokasi syuting yang sama, program variety show."
Kayla langsung mengingatnya. Bukan hanya laki-laki di hadapannya, tapi juga semua yang terjadi di hari itu, hari yang sangat menyebalkan karena dirinya bertemu dengan Thaniel Hanggono, juga progam yang membuat dirinya dihujat jutaan orang di media sosial.
Satu barang yang ada di tangan Kayla jatuh ke lantai, saat dia hendak mengambilnya, kedua tangannya tampak kesusahan.
Melihat itu, Nando segera membantunya. "Biar saya bantuin bawa."
Kayla tersenyum. "Makasih banyak, ya."
"Nggak perlu sungkan." Kata Nando. Dia lalu membuka obrolan. "Perempuan kalau belanja online emang sebanyak ini, ya?"
"Ini bukan belanjaan. Tapi barang endors." Kayla menjawab.
Nando mangut-mangut. "Banyak banget."
Kayla tersenyum miris. "Iya, banyak banget. Soalnya setengah harga."
"Maksudnya?"
"Gara-gara video itu media sosial gue jadi sarang haters. Brand yang dulu kerja sama sekarang milih buat mutusin kontrak. Akibatnya, gue harus nurunin rate-card biar tetap dapat endors." Kayla menjelaskan.
Nando mengangguk paham. Pintu lift kemudian terbuka.
"Saya sudah cari cara supaya mereka nggak ngehujat Mbak Kayla, tapi semuanya gagal." Nando menyesalkan.
"Sebenarnya itu bukan salah kalian, kok. Nggak usah khawatir. Merekanya aja yang salah paham." Kayla mengoreksi. Jika boleh jujur, perempuan itu memang tidak pernah menyalahkan Thaniel dan timnya setelah apa yang menimpa dirinya, meski dia tahu kalau serangan itu dari para penggemar Thaniel.
Jika ada yang disalahkan dalam masalah ini, maka orang yang meng-edit atau menyebar video itulah yang disalahkan. Tapi Kayla memilih untuk tidak memperpanjang masalah. Dia terlalu malas untuk menanggapi orang-orang yang tidak menyukainya.
"Ngomong-ngomong, kenapa sih Thaniel milih tinggal di apartemen ini? Maksud gue dia kan kaya, kenapa nggak tinggal di apartemen yang lebih mewah?"
Nando mengerutkan dahi, tidak mengerti. "Mas Thaniel tinggal di apartemen ini? Di mana? Bentar, Kamu ngira Mas Thaniel tinggal apartemen ini?" Nando menunjuk unit apartemen miliknya.
Kayla menganggukan kepala. "Emang nggak?"
Nando tertawa. "Bukan Mas Thaniel yang tinggal di apartemen ini, tapi saya."
Kayla tertawa kaku, sekaligus bernapas lega. "Oh, bukan. Kirain. Syukur, deh, kalau gitu. Terima kasih, ya, udah bantuin gue bawain barangnya." Kayla berkata. Dia lantas merebut barang yang ada di tangan Nando kemudian pamit dari hadapan laki-laki itu, masuk ke apartemennya.
...***...
Di studio, Thaniel sedang melakukan pemotretan untuk sebuah produk. Di belakang layar, Nando senantiasa menemani artisnya. Dia selalu sigap saat Thaniel membutuhkan sesuatu. Thaniel memang sengaja tidak mempekerjakan seorang asisten karena menurutnya dia tidak sesibuk itu.
Di depan kamera, Thaniel melakukan berbagai macam pose. Mulai dari duduk di atas meja hingga berdiri di depan mobil. Semua Thaniel lakukan dengan sangat profesional dan tanpa keluhan apapun.
Setelah beberapa saat pemotretan pun selesai dilakukan. Thaniel mengucapkan terima kasih kepada staf yang telah bekerja keras.
"Habis ini jadwal gue apa?" Thaniel bertanya pada Nando begitu mereka masuk ke mobil.
"Jadwal hari ini sudah selesai. Sebelum saya mengantar Mas Thaniel, apa ada tempat yang pengin Mas Thaniel datangi atau sesuatu yang pengin Mas Thaniel beli?" Nando bertanya, dia menyalakan mesin lalu melajukan kendaraannya.
"Nggak ada." Thaniel menjawab. Beberapa saat kemudian dia berseru. "Gimana kalau gue ke rumah lo?"
"Apa?"
"Kenapa? Lo nggak ngizinin gue main ke sana?"
Nando meringis. "Bukan gitu. Di tempat Mas Thaniel bukannya justru lebih enak?" Kata Nando. Beberapa saat kemudian dia melanjutkan. "Apa jangan-jangan karena ada Kayla?"
Thaniel mendecak lidah. "Kenapa gue ke tempat lo jadi karena dia? Emangnya gue nggak punya kesibukan apa?"
"Emang nggak ada." Timpal Nando, tersenyum tipis.
Thaniel menghela napas kasar. Dia hendak membela diri, tapi Nando lebih dulu bicara.
"Kalau emang beneran karena Kayla, kayaknya Mas Thaniel harus pikir ulang, deh. Soalnya dia lagi ada masa-masa sedikit sulit. Nggak, deh. Banyak. Setelah video itu."
"Udah gue bilang bukan karena dia." Tegas Thaniel, mengelak dengan apa yang dituduhkan manajernya.
Nando tertawa kecil, membuat Thaniel semakin jengkel.
"Emangnya dia kenapa?" Thaniel bertanya.
"Dari yang saya tahu beberapa brand memutuskan kontrak, dia bahkan sampai nurunin rate-card untuk bisa endors."
"Ini bukan salah gue, kan?" Nada bicara Thaniel terdengar berat, seperti ada rasa bersalah yang menyelimutinya.
"Bukan salah Mas Thaniel, kok. Kayla yang bilang sendiri." Kata Nando, berusaha meredam rasa bersalah yang ada dalam diri Thaniel.
Suasana lengang. Mobil yang dikendarai Nando membelah jalanan kota dengan kecepatan sedang.
"By the way, sejak kapan lo akrab sama Kayla? Kok sampai dia bilang sendiri ke lo?" Thaniel memecahkan keheningan.
Sambil terus menyetir mobil, Nando menjawab santai. "Nggak akrab juga, sih. Cuma baru sekali pas-pasan."
"Cuma sekali tapi obrolan kalian udah sebanyak itu?" Nada Thaniel terdengar jengkel.
Nando tersenyum tipis. "Nggak banyak juga, sih. Tapi, ya, lumayan lah. Ternyata orangnya banyak omong juga."
"Kalau sama gue kenapa omongannya irit banget?" Thaniel menggerutu.
"Apa?" Nando bertanya setelah mendengar Thaniel tampak mengatakan sesuatu.
"Nggak ada apa-apa." Kata Thaniel. Dia lantas menatap ke arah luar jendela mobil, tenggelam dalam pikirannya sendiri