Tiara, seorang gadis muda berusia 22 tahun, anak pertama dari lima bersaudara. Ia dibesarkan di keluarga yang hidup serba kekurangan, dimana ayahnya bekerja sebagai tukang parkir di sebuah minimarket, dan ibunya sebagai buruh cuci pakaian.
Sebagai anak sulung, Tiara merasa bertanggung jawab untuk membantu keluarganya. Berbekal info yang ia dapat dari salah seorang tetangga bernama pa samsul seorang satpam yang bekerja di club malam , tiara akhirnya mencoba mencari penghasilan di tempat tersebut . Akhirnya tiara diterima kerja sebagai pemandu karaoke di klub malam teraebut . Setiap malam, ia bernyanyi untuk menghibur tamu-tamu yang datang, namun jauh di lubuk hatinya, Tiara memiliki impian besar untuk menjadi seorang penyanyi terkenal yang bisa membanggakan keluarga dan keluar dari lingkaran kemiskinan.
Akankah Tiara mampu menggapai impiannya menjadi penyanyi terkenal ? Mampukah ia membuktikan bahwa mimpi-mimpi besar bisa lahir dari tempat yang paling sederhana ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Titik.tiga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34 : Awal Baru untuk Tiara & Putri
Pagi itu, matahari menyelinap melalui celah-celah jendela rumah Bu Ami. Kehangatan sinarnya menyentuh wajah Tiara yang tengah sibuk menata piring di meja makan. Aroma nasi goreng dan teh manis buatan Bu Ami memenuhi ruangan kecil itu, menciptakan suasana yang menenangkan. Di sudut dapur, Putri dan Raka saling bercanda sambil mengupas bawang.
“ Kak Put, jangan sampai nangis lagi karena bawang, ya!” goda Raka sambil tertawa kecil.
“Hus! Kamu ini. Urus aja kerjaanmu, Raka! Gausah gangguin Putri,” tegur Tiara lembut, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan.
Suasana hangat itu tiba-tiba terganggu oleh ketukan di pintu depan. Semua mata langsung tertuju ke arah pintu.
“Tiara, sepertinya ada tamu, coba kamu lihat siapa yang datang,” ujar Bu Ami sambil mengaduk teh dengan gerakan santai.
Tiara mengangguk kemudian berjalan kearah pintu dengan perasaan biasa saja. Namun, ketika pintu terbuka, Tiara merasa waktu seolah berhenti. Di depan matanya, berdiri empat orang yang sangat dikenalnya: Pak Arif , bunga, mayang dan Mita. Wajah mereka dipenuhi senyuman lembut, dan tatapan mereka menyiratkan kerinduan yang mendalam.
“Pak Arif… Mita… Kalian...” Suara Tiara bergetar, dan air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
Pak Arif melangkah mendekat, menyentuh bahu Tiara dengan lembut. “Sesuai janji bapak, kami semua datang untuk menjemput kalian.”
Tanpa menunggu lebih lama, Tiara memeluk mereka erat, air matanya jatuh tanpa bisa ia tahan. Raka dan Putri, yang penasaran dengan siapa yang datang, melangkahkan kakinya menyusul ke depan. Begitu mereka melihat Pak Arif dan Mita, keduanya langsung bergabung dalam pelukan haru itu.
“Pak Arif, Mita! Akhirnya kalian datang juga, aku kangen!” seru Putri dengan suara tersendat.
Bu Ami, yang mendengar tangisan dan kegembiraan dari ruang tamu, berjalan mendekat. Wajahnya yang penuh keibuan menyiratkan rasa lega, tetapi juga sedih karena tahu ini adalah saatnya berpisah. Ia membawa teh hangat di tangannya.
“Pak Arif, saya titip anak-anak ini. Mereka sudah seperti anak saya sendiri, semoga mereka bisa kembali mengejar mimpi nya ya..” ucap Bu Ami dengan suara bergetar. “Tolong jaga mereka, ya. Jangan biarkan mereka merasa sendiri lagi.”
Pak Arif menatap Bu Ami dengan penuh hormat. “Bu Ami, terima kasih telah menjaga mereka selama ini. Kami berhutang budi kepada Ibu dan Bapak.”
Mita, yang dari tadi diam, memeluk Bu Ami erat. “Terima kasih, Bu. Kami akan melanjutkan apa yang sudah Ibu mulai untuk mereka.”
Air mata pun mengalir dari mata Bu Ami, meski senyum kecil tak pernah lepas dari wajahnya. “Kalian anak-anak yang baik. Jangan lupakan apa yang sudah kalian pelajari di sini.”
Di pojok ruangan, Mayang dan Bunga, dua teman Tiara yang selama ini membantu menjaga adik-adiknya, ikut bergabung. “Ra, kami bakal kembali ke Bandung buat ngurusin lagi angkringanmu di sana sekalian merawat orangtua dan adik-adikmu disana. Kamu nggak usah khawatir. Selama kamu mengejar mimpi mu, Kami akan pastikan semuanya aman,” kata Mayang sambil memeluk Tiara.
Tiara tersenyum di tengah tangisannya. " Mayang, Bunga, aku nggak tahu gimana caranya berterima kasih. Aku berhutang banyak sama kalian. Makasih...”
Bunga menggeleng. “Nggak usah mikir soal itu. Kamu cukup bahagia di sini. Itu sudah cukup buat kami. Kamu bisa pulang kapanpun kamu mau, dan angkringan mu bakal tetap milik kamu dan putri seutuhnya ”
Mereka pun berpisah, kali ini perjalanan ke Depok dipenuhi keheningan, hanya sesekali suara Pak Arif yang menjelaskan tentang kehidupan baru mereka. Rumah baru itu sederhana, dengan taman kecil di depan dan pagar besi hitam yang mengelilinginya. Namun, ketika mereka masuk, Tiara menyadari bahwa rumah ini jauh lebih aman dibandingkan rumah Bu Ami. Kamera kecil terpasang di setiap sudut, dan ada layar monitor di ruang tamu yang menampilkan gambar dari kamera-kamera tersebut.
“Kalian akan tinggal di sini untuk sementara waktu,” jelas Pak Arif sambil memeriksa pintu utama. “Aku akan berpura-pura menjadi satpam dan tukang kebun di sini. Kalau ada yang bertanya, kita hanya keluarga biasa.”
Mita menambahkan sambil tersenyum kecil, “Dan aku akan menjadi guru vokal kalian. Ini saatnya kalian mulai fokus buat wujudin mimpi kalian yang lama tertunda.”
Tiara mengangguk perlahan, meski dalam hatinya masih ada keraguan. Namun, melihat wajah penuh semangat dari Putri dan Raka, ia merasa harus tetap kuat.
Hari-hari pertama di rumah baru itu diisi dengan rutinitas sederhana. Setiap pagi, Raka mengajak Tiara dan Putri jogging keliling kompleks.
“Kalian harus punya stamina kuat. Nyanyi itu nggak cuma soal suara, tapi juga fisik, pokonya mulai saat ini, raka bakalan paksa kalian buat olahraga” kata Raka dengan nada serius.
Tiara tertawa kecil. “Raka, kamu lebih mirip pelatih tinju daripada adik, jangan kurang ajar kamu..hahahhaaaa!”
Putri ikut tertawa, dan suasana pagi itu terasa lebih ringan. Setelah jogging, mereka melanjutkan latihan vokal di ruang tengah bersama Mita.
“Tiara, sebenernya kamu punya suara yang bagus, tapi masih kurang emosinya,” ujar Mita sambil memainkan piano kecil di sudut ruangan. “Coba bayangkan kalau kamu sedang menyanyikan lagu ini untuk orang yang paling kamu sayang.”
Tiara mengangguk, menutup matanya, dan mulai bernyanyi. Kali ini suaranya terdengar lebih dalam, penuh perasaan, membuat Mita tersenyum puas. Beberapa hari kemudian mita mulai mengajak Tiara dan putri ke sebuah kafe milik Bayu dan Bagus . Disana mereka mulai menguji mental dengan mencoba memberanikan diri menjadi penyanyi kafe. Dari kafe tersebutlah, Tiara dan Putri akhirnya mulai menyanyi dari satu kafe ke kafe lain.
Suatu malam, ketika Tiara dan Putri tampil di sebuah kafe kecil, Mita melihat iklan audisi menyanyi di televisi. Matanya langsung berbinar.
“Wah, ini kayanya kesempatan mereka!” gumamnya pelan.
Tanpa menunggu lama, Mita mulai mencari tahu tentang audisi tersebut kemudian mendaftarkan Tiara dan Putri ke audisi tersebut. Namun, ia memilih merahasiakan hal itu sampai hari audisi tiba.
“Kabar baik buat kalian, hari ini kalian punya jadwal buat audisi. Aku udah daftarin kalian, cepet siap-siap ” katanya dengan santai suatu pagi.
“What? Audisi?, Audisi apaan , ngelawak ??” Tiara terkejut tidak percaya.
Putri malah tersenyum lebar. “Audisi nyanyi lah,,, cepet pokonya kalian mesti siap-siap. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini? Udah saatnya kalian mesti coba!”
Di tempat audisi, Putri tampil dengan penuh energi, membawakan lagu *“Don’t Stop Me Now”* dari Queen. Pemilihan lagu tersebut membuat Putri mendapatkan tiket ke babak selanjutnya, putri pun kembali dan langsung memeluk Tiara. " Aku lolos ,, seneng banget , akhirnya .. Hiiiiiihh!! "
Setelah menunggu beberapa kontestan lain, tibalah giliran Tiara, Tiara pun memulai aksi nya dengan menyanyikan *“One and Only”* dari Adele . Penampilannya penuh emosional dan penghayatan yan membuat ke empat juri terpukau. Akhirnya, Tiara pun mendapat golden tiket untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Tangis haru pun tak tertahankan, Tiara kemudian berlari menemui Putri yang sedari tadi menunggu sambil menyaksikan dari back stage “Putri, aaaaarrgggh... Kita berhasil! Aku masih ga nyangka bisa lolos ,, aaaaaaah,, ini kaya mimpi..!”
Putri pun kegirangan, mereka saling berpelukan, meluapkan kebahagiaan yang tak bisa di jabarkan. “Iya, akhirnya kita bisa ngejar mimpi kita, pokonya kita mesti terus berjuang bersama.”
Mita yang melihat mereka dari jauh hanya bisa tersenyum bangga. Di dalam hatinya, ia tahu perjalanan mereka masih panjang, tetapi semangat dan cinta mereka adalah kunci untuk melewati semua rintangan.
Tiara memandang langit malam itu dengan hati penuh harapan. Dalam keheningan, ia berbisik pada dirinya sendiri, “Ini bukan hanya tentang aku. Ini tentang keluarga. Aku nggak akan menyerah. Semua perjuangan ini ga akan pernah aku sia-sia kan begitu aja, ayah, ibu , semua ,, do'ain aku yah,aku bakal berjuang demi kalian”