Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Operasi
Babah segera menghubungi seseorang untuk mengaku down semua media yang memberitakan kecelakaan tersebut. Ia tidak ingin kabar tersebut menjadi konsumsi publik.
Polisi datang ke rumah sakit bersama bapak penjual bakso. Mereka menjelaskan kronologi kejadian yang merupakan murni kecelakaan tunggal.
"Maaf Pak, mobilnya rusak parah."
"Terima kasih, Pak. Biar nanti mobilnya ditangani pihak asuransi."
"Baik, Pak. Kalau begitu kami permisi dulu.
"Bapak saya minta maaf, mungkin ini juga kesalahan saya yang tidak melihat adanya mobil sehingga mobil anak bapak berusaha menghindari, dan ia sampai mengalami kecelakaan ini."
"Semua sudah takdir, Pak. Lebih berhati-hati lagi, kita tidak tahu cobaan yang akan menimpa. Mungkin anak saya juga kurang fokus saat berkendara."
Bapak penjual bakso dan polisi pun pergi dari rumah sakit.
Javier mengalami hematoma epidural yaitu perdarahan otak yang berasal dari arteri atau vena, biasanya terjadi karena trauma atau kecelakaan pada tengkorak kepala. 85% hingga 95% perdarahan ini memiliki gejala patah tulang tengkorak. Dokter menyarankan agar dilakukan operasi untuk mengeluarkan gumpalan darah dan memulihkan aliran darah ke otak. Beruntung dia tudak mengalami gegar otak.Untuk organ lainnya tidak ada masalah.
Setelah melakukan perundingan, Babah sepakat untuk dilakukan operasi pada kepala Javier.
"Baiklah Pak. Silahkan tandatangani. Kami akan melakukan operasi besok pagi setelah shalat Shubuh."
"Baik, dok. Lakukan apapun yang terbaik untuk anak kami."
Untuk saat ini dokter berusaha menangani keretakan tulang kaki Javier. Dokter meluruskan tulang kaki Javier yang tergeser dan membersihkan serta menutup lukanya dengan kain bersih. Lalu dipasang gips di kakinya.
Ummah segera menghubungi Kirana untuk memberitahukan keadaan Javier. Namun Ummah melarangnya untuk datang karena sudah larut malam.
"Besok saja, ya. Do'a kan Javier baik-baik saja, Kiran."
"Iya, Ummah. Pasti aku do'a kan. "
Sementara Winda dan Windi saat ini sedang menginap di rumah Noval. Ia tidur di kamar Nanda-Nindi.
Sudah jam 12 malam, namun Windi belum juga bisa memejamkan matanya. Ia berbalik ke kanan dan ke kiri.
"Ya Allah, ini kenapa sih mataku kok nggak bisa merem juga. Perasaan seharian capek banget ngantuk pula. Besok kan, harus ngantor lagi. "
Untuk menghilangkan kegelisahannya, Windi pun berwudhu' lalu mencoba memejamkan mata kembali. Akhirnya ia bisa tertidur juga.
Keesokan harinya.
Kirana bersama Ibunya pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Javier. Mereka langsung menuju ruang operasi. Di depan ruang Operasi sudah Ada Ummah, Babah dan Kanzha. Dengan wajah melasnya, Kirana menunjukkan kesedihannya. Ia memeluk Ummah. Begitupun dengan Ibu Kirana yang memang dengan tulus ikut bersedih.
"Ummah, bagaimana keadaan Kak Javier?"
"Do'akan saja. Dia masih dioperasi."
Beberapa menit kemudian dokter keluar.
"Dokter bagaimana anak kami?"
"Alhamdulillah, operasi berjalan lancar. Tapi pasien masih mengalami koma. Harap bersabar."
"Kira-kira samapai berapa lama lagi dia akan sadar, dok?"
"Dua atau tiga hari lagi. Tapi itu hanya perkiraan kami. Belum tentu itu, Pak. Tetap kita do'akan saja."
"Terima kasih, dok."
Setelah selesai dioperasi, Javier dipindahkan ke ruang rawat inap. Kirana menangis di samping brangkarnya. Sebenarnya Javier mendengar apa yang dibicarakan orang-orang di sampingnya, namun ia tidak bisa menyahuti bahkan ia tidak bisa membuka matanya.
"Itulah sebabnya orang jaman dulu berkata, kalau menjelang hari pernikahan itu pengantin dilarang bepergian, karena takut terjadi sesuatu. Wallahu a'lam, sebenarnya saya tidak terlalu percaya dengan mitos tersebut. Namun kebanyakan ucapan orang dulu itu benar. Aku sudah memperingatkan Javier agar tidak pulang malam. Tapi, ya begini kenyataannya." Ujar Ummah seraya menghapus sisa air mata di di ujung matanya.
"Semua telah terjadi. Ini adalah cobaan bagi kita semua. Jangan tambah membuat Javier down. Bisa saja dia mendengar perkataan kita." Sahut Babah.
-
Sementara, hari ini Windi berangkat ke kantor bersama Noval. Kemarin ia meminta Winda untuk membawakan baju kerjanya.
Windi sebenarnya ingin turun di jalan trotoar sebelum kantor, namun Noval melarangnya.
"Noval, nanti mereka mengira yang tidak-tidak."
"Biarkan saja, Mbak. Mana tega aku biarkan kamu turun di sini. Kalau Om Tristan tahu, bisa-bisa aku yang dipecat jadi direktur. haha... "
Mereka sampai di kantor. Noval dan Windi turun dari mobil. Security sedikit terkejut melihat kedatangan mereka secara bersama dan satu mobil. Namun ia baru ingat kalau motor Windi memang masih di kantor.
"Pagi Pak, Non." Sapa security.
"Pagi juga, Pak." Sahut Noval dan Windi bersamaan.
Bukan hidup namanya jika tidak ada penilaian dari orang lain. Seperti layaknya pagi ini. Kantor pun dibikin heboh karena berita kebersamaan Noval dan Windi.
"Tuh kan, apa aku bilang. Mereka pasti memang ada hubungan."
"Ih nggak nyangka ya. Aku kira Windi itu orangnya puguh gitu. Ternyata sama saja. Dia sengaja kali deketin direktur biar cepat naik jabatan."
"Jangan su'udon dulu. Siapa tahu sebelumnya mereka memang sudah pacaran. Atau mungkin bertunangan. Keluarga Pak Noval kan memang penuh kejutan."
Doni hanya mendengarkan perdebatan para perempuan di sampingnya.
"Apa iya Windi tunangannya Pak Noval?" Batin Doni.
Windi duduk di kursinya. Ia mempelajari file baru yang diberikan Noval khusus untuk bidangnya.
Tanpa terasa hari sudah siang. Dinda mengajak Windi untuk makan siang. Seperti biasa Windi akan shalat Dhuhur dulu sebelum makan siang.
Saat makan siang di kantin, banyak mata memandang ke arah Windi. Mereka seperti berbisik-bisik seolah membicarakannya. Windi cukup peka dengan keadaan di sekitarnya pun menanyakan kepada Dinda.
"Mbak Dinda, ada yang aneh nggak sama aku?"
"Aneh apanya, Win?"
"Ya, mungkin jilbabku miring atau bedak ku tidak rata?"
"Semuanya aman kok."
"Tapi kenapa mereka melihatku kayak aneh gitu ya?"
Dinda menoleh ke sekitarnya. Saat itu juga mereka yang membicarakan Windi langsung menunduk dan pura-pura tidak melihat.
"Ah sudah biasa netizen mah. Di kantor ini selain harus kuat bekerja harus kuat mental, Win."
"Huft... gitu ya mbak?"
"Iya, Win. Apa lagi kalau mereka tahu ada karyawan yang dekat dengan direktur pasti jadi bahan gorengan mereka."
Windi hanya mengangguk-angukkan kepalanya.
Setelah selesai makan siang, mereka kembali bekerja. Namun Windi sakit perut. Ia masuk ke toilet yang terletak di samping kantin. Setelah selesai menunaikan hajatnya, Windi keluar. Ia sedikit merapikan jilbabnya. Ada seorang perempuan yang saat ini berdiri di sampingnya.
"Sebenarnya ada hubungan apa kamu sama Pak Noval?"
"Kamu bertanya kepadaku?"
"Memang ada orang lain lagi di sini?"
"Oh.. kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Aku sudah lama mengincar Pak Noval, jadi jangan coba-coba kamu menghalangi jalanku. "
Windi hanya bisa tertawa dalam hati. Ia memperhatikan perempuan di hadapannya. Saat membaca kalung pengenal, ternyata namanya Rida dan posisinya sebagai manager marketing.
Bersambung...
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉