Kisah seorang gadis pembenci geng motor yang tiba-tiba ditolong oleh ketua geng motor terkenal akibat dikejar para preman.
Tak hanya tentang dunia anak jalanan, si gadis tersebut pun selain terjebak friendzone di masa lalu, kini juga tertimbun hubungan HTS (Hanya Teman Saja).
Katanya sih mereka dijodohkan, tetapi entah bagaimana kelanjutannya. Maka dari itu, ikuti terus kisah mereka. Akankah mereka berjodoh atau akan tetap bertahan pada lingkaran HTRS (Hubungan Tanpa Rasa Suka).
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zennatyas21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Anterin Adik Kelas
Pada sore hari pembuatan film pendek baru terselesaikan. Fahri selaku pembuat cerita sekaligus penulisnya mengucapkan terima kasih pada Zidan dan Salsha.
"Kak, terima kasih banget udah sempatkan waktu buat jadi tokoh di film ini." ucap Fahri dengan sangat senang menatap Salsha serta Zidan.
Yang menjadi tokoh pun hanya mengangguk ikut bangga. "Makasih juga loh, kamu udah jadiin aku tokoh di film ini. Karena jujur aku gak pernah acting sebelumnya hehe, jadi semoga maklum ya kalau masih kaku di depan kamera." sahut Salsha sedikit merasa tidak enak.
Fahri tersenyum memaklumi. "Oh, gak papa, Kak. Justru aku ikut terbawa sama pembawaan karakter kalian berdua. Jujur aja nih, aku paling suka di adegan Kak Zidan dicekik sama Kak Salsha tapi diem aja. Kayak ... Kok pasrah banget gitu," ujar Fahri terkekeh.
Zidan yang berdiri di tengah lapangan bersidekap dada di samping Salsha usai selesai dalam pembuatan film pendek.
"Itu kan kamu yang nulis, aku cuma ngejalanin aja apa yang seharusnya dilakuin kan?" jawab Zidan santai.
Salsha menoleh ke Zidan karena mendengar jawaban santai dari lelaki tersebut.
"Tapi feel nya tuh lebih dapet kayak asli bukan adegan film." kata Fahri sembari merapikan properti yang digunakan saat syuting tadi.
Ada seorang lelaki yang merupakan teman Fahri dan bertugas sebagai produser film menghampiri Salsha.
"Tadi Kak Salsha agak takut ya bukan kaku gitu? pas adegan nyekiknya itu kurang dapet sebenarnya, cuma ya lumayan bagus sih hasilnya kalau dilihat ulang." Tanggapan dari temannya Fahri bernama Renaldy.
Salsha yang mendapat komentar seperti seketika merasa bersalah. Ia menunduk memikirkan apa kesalahannya terlalu fatal. "Ah, Salsha gak sepenuhnya salah kok. Ini karena aku tadi ekspresinya kurang menjiwai. Kalau mau, bisa kita ulang adegannya lagi?" Zidan tampak membela Salsha dengan se-meyakinkan mungkin.
Perempuan yang dibela sendiri menatap keseriusan pada wajah Zidan. "Yaudah, boleh tuh kalau memang kurang bagus hasil yang tadi," sahut Salsha setuju.
Fahri dan Renaldy pun mengangguk setuju. Mereka kembali mengeluarkan kamera serta properti lainnya untuk membuat adegan ulang yang lebih sempurna.
Sambil bersiap action di depan kamera, Zidan lebih dulu memberi arahan untuk Salsha supaya chemistry mereka semakin menarik.
"Kamu harus cekik aku se-nyata mungkin ya? Ya, oke ini cuma acting aku tau kamu gak berani ngelakuin kayak gini, tapi ... Kan kamu berperan sebagai Alesha yang jahatin Reyhan. Kamu harus berani ya, gak usah takut cekik aku kayak mau mati beneran aja, enggak kan?" ucap Zidan berusaha meyakinkan pada Salsha bahwa dirinya tidak apa-apa melakukan adegan dicekik.
Salsha terdiam lalu mengangguk pelan. Walau dalam dirinya masih ragu karena masih ada beberapa adik kelas yang sedang ekstra kurikuler di sekolah, dan mereka juga tengah memperhatikan dirinya sejak tadi.
"Tapi beneran gak papa kan? Soalnya takut kelepasan jadi mencekik beneran," ujar Salsha tak tenang.
Zidan tersenyum maklum, "enggak, aku percaya sama kamu bahwa kamu gak akan ngelakuin hal jahat atau kelepasan. Aku tau kamu baik orangnya, udah ya, kita anggap aja kayak lagi kerja. Kayak artis yang lagi cari uang, hehe." Meski terdengar baru pertama kali mengetahui sosok Zidan yang kadang bercanda, namun dapat memberi arahan ketika Salsha melakukan kesalahan dengan nada begitu lembut, perempuan itu akhirnya mencoba untuk percaya diri.
"Huft ... Oke deh, bismillah ... Demi filmnya Fahri sama Renaldy nih, kita harus profesional!" kata Salsha bersemangat, membuat ketiga lelaki di sampingnya terkekeh.
"Nah, gitu dong! Oke, kita mulai ulang adegan yang tadi ya." ucap Renaldy.
"Siap semua? Oke, rolling and ... Action!" Suara Fahri menggema membuat Salsha terkejut.
Karena melihat Salsha terkejut dengan suara Fahri yang terlalu bersemangat, Zidan langsung mengusap bahu perempuan bernama Salshabilla itu begitu lembut.
"Eh, aduh, maaf ya Kak Salsha. Bukan maksud bikin kaget sama takut," Tutur Fahri merasa tidak enak melihat Salsha matanya berkaca-kaca.
"Kaget ya? Gak papa kan? Suaranya terlalu keras ya jadi kaget? Kamu gak papa kan Sal? masih kuat buat adegannya atau berhenti dulu dilanjut besok?" tanya Zidan sangat lembut cara bertutur kata kepada Salsha.
Perempuan tersebut memegang dadanya yang deg-degan begitu kencang sambil terkekeh kecil. "Iya, gak papa kok. Cuma kaget aja, dilanjut sekarang aja gak papa aku masih kuat kok." jawab Salsha kemudian bersiap untuk beradu acting dengan Zidan.
Pukul enam petang Salsha dan Zidan masih berada di sekolahnya akan melaksanakan ibadah shalat maghrib di mushola sekolahan.
"Maasya Allah, Mas Zidan ganteng banget ya? Beruntung banget gak sih cewek yang bisa dekat sama dia? Setahun lalu jadi ketua Osis sekarang malah jadi aktor di lomba film pendek, pasti banyak yang naksir sama dia gak sih?" ucap seorang siswi kelas X yang baru selesai mengikuti ekskul broadcasting sore tadi.
Salsha yang sedang memakai mukena di dalam mushola hanya tersenyum tipis mendengar bisikan adik kelasnya tentang Zidan. "Wah, gak perlu ditanya sih kegantengan kak Zidan itu seberapa. Beliau ini ramah ke orang lain, tuh liat, pas lagi benerin rambut bikin salbrut banget wehh!" sahut sang teman dari siswi tersebut merasa gemas.
Karena merasa kurang baik, Salsha berusaha menasehati kedua siswi adik kelasnya itu.
"Adek, maaf ya, kalau sedang di mushola dan mau melaksanakan ibadah, ngobrolnya disimpan buat nanti aja ya selesai sholat? Lagian yang lagi kalian bicarakan itu belum tentu gak dengar suara kalian, dan mumpung baru mau adzan kita bersiap untuk berdoa aja ya?" Tutur Salsha dengan lembut dan penuh hati-hati supaya adik kelasnya tidak tersinggung.
Keduanya langsung merasa bersalah. "Aduh, maaf ya Kak, kita cuma kagum aja sama beliau kok."
Adik kelasnya itu merasa tidak enak hati karena pembicaraan mereka walau berbisik ternyata didengar oleh Salsha.
"Kalian minta maaf ke orangnya, aku cuma kasih tau kalau dia denger walau kalian bisik-bisik." kata Salsha santai.
Setelah pukul 7 malam, Zidan mendapat permintaan maaf dari dua siswi bernama Alea dan Ara. Lelaki yang tengah mengabari ibunya karena baru akan pulang ke rumah itu tiba-tiba didatangi Salsha.
"Kak, kita mau minta maaf," ucap Alea mewakili karena Ara tidak berani saat melihat wajah Zidan secara lebih dekat terlihat dingin dan cuek.
Zidan menoleh sambil memasang wajah datar karena kelelahan akibat aktivitas seharian di sekolah. "Mau minta maaf soal apa?" tanyanya langsung memasukkan ponsel ke dalam saku jaketnya.
"Tadi waktu di sana kita gak sengaja ngomongin soal kakak, kita ngomongin soal kakak yang ganteng secara berlebihan." sahut Ara mencoba memberanikan diri untuk meminta maaf.
Reaksi Zidan hanya menghela nafas lelah. "Lain kali jangan kayak gitu lagi," jawab lelaki itu datar.
Salsha melihat kedua adik kelasnya meneteskan air mata dan terlihat kebingungan, hal tersebut membuatnya mencolek lengan tangan Zidan.
"Apa?"
"Kalian kenapa nangis? Karena Zidan ya?" tanya Salsha curiga.
Zidan sendiri heran tak mengerti, lelaki tampan itu menatap Alea dan Ara. Sedangkan yang ditatap hanya sesenggukan sembari berusaha menghapus air mata.
"Nangis karena aku?" tanya Zidan dengan suara sedikit keras.
Alea menggeleng sementara Ara berbalik badan untuk menahan suara tangisannya yang ingin mengeras. Melihat bahu sang adik kelas bergetar hebat, Zidan jadi merasa bersalah.
"Ngomong aja kalau aku salah, maaf aku bukan maksud gak suka sama kalian atau gak terima permintaan maaf dari kalian, cuma aku capek aja. Btw kenapa kalian nangis?"
Ara berbalik badan menghadap Zidan, gadis itu tak menyangka jika suara kakak kelasnya dapat berubah menjadi begitu lembut dalam waktu cepat. "Ki-kita gak bisa pulang Kak, karena gak ada yang jemput." jawab Ara membuat Zidan beranjak berdiri dari duduknya.
"Kenapa gak dijemput? Maaf, apa gak bawa kendaraan sendiri?"
"Belum dibolehin naik motor sendiri, terus hp kita juga mati jadi gak bisa hubungin orang tua." sahut Alea.
Salsha tersenyum karena tahu apa yang akan Zidan lakukan. Ketua Andaran itu sosok lelaki terbaik dan tidak pernah sombong meskipun ketampanannya cukup diakui oleh banyak orang.
"Ya udah, kalau gitu kalian berdua ikut kakak aja gimana? Kakak ada mobil kok, itu di depan gerbang sekolah biasanya depan halte sih. Soalnya udah malem gini cewek bahaya pulang sendirian, oh iya, bareng sama Kak Salsha juga tentunya." Seru Zidan tersenyum ramah hingga membuat Salsha nyaris salah tingkah.
Alea dan Ara terkejut tak menyangka. Dua gadis tersebut seketika merasa bahagia sekalipun sedikit tenang.
"Kak? Makasih, tapi ini serius kita mau diantar pulang sampai rumah atau sampai di jalan raya aja?" Saking senangnya, Ara masih sedikit takut menatap sosok Zidan yang berada di hadapannya.
"Zidan kalau nganterin orang itu gak setengah-setengah, dia bakal ketemu sama orang tua kalian pasti. Oh iya! Mobilnya Zidan juga ada supir pribadi yang jemput, jadi kalian punya kesempatan buat duduk dekat sama Zidan. Hayo ... Siapa yang mau di samping dia?" Bukan Salsha namanya jika tidak hobi meledek adik kelas yang menyukai temannya itu.
Sudah tampan, ramah, baik dan tidak sombong. Siapa yang tak tertarik pada lelaki seperti Zidan?
Zidan hanya terkekeh melihat Salsha yang meledek dua adik kelasnya. "Tapi emangnya gak papa Kak? Rumah kita jauh loh, jarang ada yang berani ngantar juga karena ngelewatin jalur larangan yang sering makan korban." kata Alea serius.
Lelaki itu mengangguk sambil tersenyum. "Iya, gak papa. Berdoa aja semoga kita selamat sampai rumah kamu ya?"