Karena tidak ingin menyakiti hati sang mama, Garren terpaksa menikahi gadis pilihan mamanya.
Namun baru 24 jam setelah menikah Garren mengajukan perceraian pada istrinya.
Tapi perceraian mereka ada sedikit kendala dan baru bisa diproses 30 hari kedepan.
Bagaimanakah kisahnya? Apakah mereka akan jadi bercerai atau malah sebaliknya?
Penasaran? Baca yuk! Mungkin bisa menghibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode tujuh belas.
Setelah selesai sholat isya, barulah mereka makan malam. Garren dilayani oleh Septy dengan mengambilkan nasi dan lauknya.
Garren tahu, ini pasti Septy yang masak, setelah seminggu tinggal serumah dengan Septy, Garren sudah terbiasa dengan masakan istrinya.
Lita heran melihat putranya makan banyak, biasanya makannya Garren cuma sedikit. Tapi ini berbeda dari dari biasanya.
Lita menyikut lengan suaminya, Carel menoleh ke istrinya. Kemudian Lita menunjuk Garren menggunakan mulutnya.
Carel tersenyum. "Berarti ada perubahan," bisik Carel.
"Nambah Mas?" tanya Septy.
Garren menyodorkan piringnya ke Septy membuat Gavesha melongo. Karena Garren tidak seperti itu. Namun sekarang yang dia lihat malah berbeda dari biasanya.
"Sudah, lanjut makan," ucap Lita.
Vasco dan Marissa tidak berkomentar apa-apa, toh menurutnya itu wajar. Jika masakan istri terkadang lebih nikmat daripada yang lain.
Setelah selesai makan malam, mereka mengobrol sebentar diruang tamu. Sementara Vasco dan Marissa langsung masuk kedalam kamar.
Karena sekarang mereka mudah lelah, mungkin karena faktor usia yang semakin tua.
Namun mereka berharap diberi umur panjang agar bisa menimang cicit. Mereka ingin seperti Diva dan Darmendra yang sudah punya banyak cicit.
"Jika kalian capek, istirahatlah. Besok mau kerja," kata Lita pada Septy.
"Iya Ma." Kemudian Septy mencium tangan kedua mertuanya itu. Baru setelah itu iapun pamit.
Garren yang melihat Septy kekamar pun pamit kepada kedua orangtuanya. Carel mengingatkan agar mereka tidak melakukan hubungan suami istri terlebih dahulu.
Garren tidak menyahut, ia hanya berlari menyusul Septy yang hendak masuk ke kamar lain.
Garren segera menarik tangan Septy dan mengajaknya tidur dikamarnya. Septy menolak karena ia mengingat kata-kata mertuanya.
"Tidak apa-apa, lagian kita juga tidak akan ngapa-ngapain," kata Garren.
"Bagaimana jika ...?"
"Tenang, aku masih bisa menahan diri," jawab Garren memotong pertanyaan Septy.
Septy pun menurut dan masuk kedalam kamar Garren. Saat Garren naik ketempat tidur, Septy hendak turun.
"Mengapa Mas tidur disini juga?"
"Gak apa-apa, sekedar tidur berdekatan."
Septy menghela nafas, akhirnya ia membiarkan Garren tidur satu ranjang dengannya.
Septy kaget saat Garren memeluknya dari belakang. Ia hendak menepis tangan Garren, namun Garren tetap bersikukuh.
"Biarkan seperti ini, percayalah, aku tidak akan melakukan hal yang lebih jauh lagi."
Septy akhirnya diam saja, meskipun dadanya terasa bergemuruh. Begitu juga dengan Garren, jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.
"Mas, jantungmu," ucap Septy. Karena ia merasakan detak jantung Garren yang begitu cepat.
"Hmmm, iya. Itu artinya aku mencintaimu," jawab Garren santai.
Septy terdiam, ia mencoba memejamkan mata, namun tidak bisa. Ia belum terbiasa tidur seperti ini.
Garren memintanya untuk segera tidur, namun tetap tidak bisa. Sementara Garren dengan entengnya tidur sambil memeluk Septy dari belakang.
Aroma tubuh Septy membuatnya cepat tidur. Entahlah, seperti ada sesuatu dari aroma tubuh tersebut.
"Dia enak-enakan tidur, aku yang tidak bisa tidur," batin Septy.
Hingga jam 2 dinihari, barulah Septy tertidur. Karena matanya sudah benar-benar mengantuk.
Pagi harinya mereka berangkat kerja bersama. Garren dan Septy berpamitan kepada orang tua yang ada disitu.
Lita tersenyum senang melihat perubahan putranya yang dulu sangat cuek dengan lawan jenis.
Setelah kepergian Garren dan Septy, Lita pun segera masuk kedalam mansion. Ia duduk disamping suaminya.
"Hubby, apa benar mereka harus menunggu 3 bulan?" tanya Lita.
"Sebaiknya kita tanyakan kepada pak penghulu langsung untuk lebih jelasnya. Kemarin aku hanya mengerjai Garren biar dia tau rasanya berjauhan dari istrinya."
"Ku pikir beneran."
"Kenapa? Gak sabar menimang cucu?"
Lita tidak menjawab, namun ia menatap suaminya yang terlihat awet muda. Kadang Lita cemburu pada suaminya, karena masih saja didekati oleh perempuan.
Akhirnya Carel pun menelpon pak penghulu dan bertanya serta menceritakan tentang putranya.
Pak penghulu menjawab, jika mereka belum bisa dikategorikan sebagai bercerai. Karena belum di proses dan juga Garren tidak menyebutkan menceraikan atau ku ceraikan.
Carel manggut-manggut mendengar penjelasan dari pak penghulu, seolah pak penghulu ada didepannya.
"Tapi jika mereka ingin menikah lagi, tidak ada salahnya. Itu akan lebih baik dan tidak perlu membuat buku nikah lagi," kata pak penghulu.
Kemudian pak penghulu tertawa saat Lita menceritakan ingin mengerjai Garren, tapi pak penghulu menyarankan sebaiknya jangan.
"Kalau satu atau dua malam tidak apa-apa, tapi kalau lebih sebaiknya jangan. Itu sudah termasuk memisahkan mereka," kata pak penghulu.
Setelah mendapatkan jawaban dari pak penghulu, Lita dan Carel pun mematikan sambungan teleponnya setelah mengucapkan salam.
"Bagaimana sayang?" tanya Carel.
"Dua malam pun tidak apa-apa deh, mungkin itu sudah cukup untuk membuat Garren uring-uringan."
"Nakal ya kamu sayang, anak sendiri di kerjain juga."
"Siapa suruh main-main dalam pernikahan. Tapi aku juga merasa bersalah hubby, aku yang memaksa mereka. Apa aku terlalu egois?"
Carel menggelengkan kepalanya. Kemudian merangkul istrinya kedalam pelukannya. Ia mengerti jika istrinya menginginkan cucu.
Karena mengingat kakak nya sudah memiliki cucu yang menggemaskan seperti Carla dan Carlos.
...****************...
Sementara Garren dan Septy sudah tiba di perusahaan. Semua karyawan menunduk hormat kepada Septy.
Apalagi setelah mereka tahu jika Septy yang mereka remehkan ternyata istrinya CEO. Pegawai resepsionis yang biasanya cuek, sekarang malah berubah ramah.
Terlihat sekali jika mereka ingin mencari muka agar tidak dipecat. Karena Septy sekarang sudah punya kuasa untuk memecat mereka.
Namun Septy bukan orang seperti itu, ia tidak mungkin menggunakan kekuasaan suaminya untuk mengecat karyawan sembarangan.
Garren dan Septy berjalan beriringan menuju lift. Di belakang mereka ada Tomi yang juga baru datang.
"Nona," sapa Sierra menunduk hormat. Septy dapat merasakan perubahan sahabatnya itu.
"Jangan terlalu formal Sierra, bersikaplah seperti biasanya," kata Septy.
Kemudian Septy pun berlalu karena pintu lift sudah terbuka. Didalam lift Septy terdiam mengingat perubahan Sierra padanya.
"Jangan terlalu dipikirkan, jika dia teman yang baik, maka akan selamanya menjadi teman," ucap Garren menghibur Septy.
Septy tersenyum, namun senyumannya berbeda. Tidak semanis biasanya bagi pandangan Garren.
Garren menarik pelan tangan Septy agar mendekat kearahnya. Septy menurut saja, tapi ia tetap menjaga jarak, karena ada Tomi didalam lift.
Septy langsung ke ruang kerjanya karena pekerjaan nya kemarin masih belum selesai. Sementara Garren meminta Tomi ke ruangannya.
"Bagaimana kamu tahu jika Amara akan balas dendam?"
"Dari gerak-geriknya kemarin, Tuan. Bahkan sorot matanya seperti memancarkan kebencian."
"Hmmm, aku sudah menyuruh orang untuk mengamatinya. Tapi sampai sekarang belum ada laporan tentangnya."
Baru saja mereka membahas tentang orang yang Garren suruh, pintu ruangannya pun diketuk.
Kemudian masuk seorang pria berpakaian hitam memberikan sebuah amplop. Tanpa bicara apapun pria itu menunduk hormat lalu segera pergi dari ruangan itu.
berjuta indah ny.. 😀😀😀