bumi yang indah dan tenang seketika berubah menjadi zona tidak layak huni.
semua bermula dari 200 tahun lalu saat terjadi perang dunia ke II, tempat tersebut sering dijadikan tempat uji coba bom atom, sehingga masih terdapat radiasi yang tersisa.
selain radiasi ternyata itu mengundang mahluk dari luar tata Surya Kita yang tertarik akan radiasi tersebut, karena mahluk tersebut hidup dengan memakan radiasi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LiliPuy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
peperangan akhirnya terjadi
Kegelapan menyelimuti kota Reksa, lampu-lampu jalan berkedip seakan menyoroti kekacauan yang terjadi. Di tengah suasana yang mencekam, Toni berlari menghampiri Allan yang baru saja tiba.
“Allan! Kamu hidup?” Toni hampir berteriak, mengabaikan kerumunan yang melintas.
“Iya, baru saja kabur dari kekacauan itu,” Allan mengangguk, napasnya terengah-engah. “Kota ini... semua berubah.”
Chris menyusul dari belakang. Wajahnya pucat, matanya mencerminkan kegelisahan.
“Apa yang terjadi di sana?” tanyanya cepat.
Allan menatap Toni dan Chris, sinar harapan terpantul di matanya. “Mereka bilang ada makhluk dari danau. Semua orang panik, berlari tanpa arah.”
“Makhluk?” Toni garuk kepala seakan mencari logika. “Apa yang mereka lihat?”
Di kejauhan, suara sirine bergema, membuat semua orang berdiam sejenak.
“Entah!” Allan menggertakkan gigi. “Tapi mereka yang selamat itu tidak tergoda untuk kembali.”
Chris memandang sekeliling, mendapati suasana yang tidak menentu. “Kita harus memberi tahu tentara. Mereka bisa membantu.”
Toni mengangguk, sorot tekad menyala di matanya. “Ke kamp tentara. Ayo!”
Mereka bertiga berlari menuju kamp tentara. Sebuah tenda besar berdiri di tengah keramaian, para pengungsi dan tentara bersatu mencoba mengorganisir diri. Dalam kerumunan, suasana tegang menjaga setiap langkah.
“Perhatikan ini,” Allan menunjuk ke arah tenda, di mana seorang tentara berbicara dengan jendral. “Mereka harus mendengar tentang makhluk itu.”
Chris menghampiri seorang tentara dan mengangkat kedua tangannya. “Tunggu! Kami punya informasi penting!”
Tentara itu menatap Chris dengan skeptis. “Apa yang kamu inginkan?”
“Makhluk dari danau! Makin banyak orang hilang,” Chris bicara cepat.
Tentara itu melirik rekan-rekannya, lalu menggeleng. “Kami tidak bisa hanya percaya kepada bocah kecil.”
Toni menyingkirkan rasa cemas di dadanya. “Kami melihatnya. Tolong, kami butuh bantuan!”
“Cukup!” Tentara itu menghardik, tapi raut wajahnya mulai berubah.
“Jika kau ingin tetap hidup, dengarkan kami!” Allan menginterupsi. “Tentu ada yang bisa kalian lakukan.”
Gema sirine melintas di udara, membuat semua orang berpaling. Suasana semakin tidak stabil, dan orang-orang mulai berhamburan menjauh dari tenda.
“Apakah itu... bunyi gempa?” Chris berbisik, matanya keliling.
Toni menggigit bibir, menyadari ancaman yang semakin dekat. “Kita tidak punya waktu lagi. Kita harus bertindak.”
Seorang jendral, berwibawa dan tegas, mendekati mereka. “Apa yang terjadi?”
“Makhluk dari danau! Banyak yang hilang, dan sekarang... kita merasakan getaran!” Toni mengucapkan setiap kata dengan hati-hati.
Jendral mengerutkan dahi. “Apa yang kalian tahu tentang makhluk itu?”
“Bisa tidak dipahami,” Allan menjawab. “Tapi banyak orang melaporkan melihat sesuatu yang aneh.”
Jendral mengarahkan pandangannya kepada seluruh timnya, dan setelah beberapa saat, mengangguk. “Kita tidak bisa mengambil risiko. Kumpulkan tim, kita akan menyelidiki.”
“Terima kasih!” Chris berkata, leganya menenangkan jiwanya.
Di tengah kekacauan, mereka bertiga berusaha memberi tahu pengungsi lain, tetapi kebisingan menyulitkan.
Mendadak, gemuruh yang kuat mengguncang tanah di bawah mereka. Suara snor yang mengerikan menyertai guncangan itu.
“Ini tidak baik!” Toni berteriak, merasa ketakutan merayap di kulitnya.
“Kalau sudah begini, kita harus pergi ke tempat yang aman,” Allan mencakupkan tangan di atas kepala.
Chris berpeluh dingin. “Ke mana kita harus pergi? Di sini terlalu berbahaya!”
“Kita harus ke markas tentara,” Toni menjawab. “Mereka memiliki perlindungan.”
Sesampainya di markas tentara, suasana mulai tegang. Tentara berpacu dengan waktu, memperkuat posisi dan melindungi para pengungsi. Dalam kebisingan dan kegelapan, Chris mengawasi Allan yang membuka alat teknologinya.
“Ini adalah tujuan kita,” Allan berkata, menyaksikan monitor yang berkedip. “Jika kita bisa menciptakan perisai energi”
“Energi? Kita bahkan tidak tahu di mana makhluk ini berasal!” Chris berkata.
“Allan, tolong! Mataku sudah nyeri menatap layar itu!” Toni berusaha tenang.
“Bertindak sekarang atau kehilangan semuanya,” Allan menegaskan, raut wajahnya serius.
Chris menarik napas panjang. “Aku siap untuk apa pun. Asalkan kita bisa menghentikannya.”
“Baiklah, kita butuh semua orang untuk bekerja sama,” Allan menjelaskan, menunjuk ke arah kelompok yang siap. “Semua unit harus bersatu. Kita perlu menyusun rencana.”
Suara tembakan bergemuruh dari luar, mengusik ketenangan sesaat. Orang-orang mulai berlari, suara teriakan memecah kebisingan malam.
“Jendral, kita terancam!” seorang tentara berteriak, berlari ke arah markas.
“Pertahankan posisi!” jendral berusaha meningkatkan semangat, namun suaranya tenggelam dalam keributan.
“Chris, Toni, mari!” Allan memerintah, menjulang di antara kerumunan.
Mereka kembali ke luar, berdiri di bawah langit gelap yang bergetar. Di kejauhan, cahaya gemerlap menari-nari, mengungkapkan keberadaan makhluk di danau.
“Lihat!” Chris menunjuk. “Itu dari danau!”
“Bersiap! Kita harus bergerak!” Toni berteriak.
Satu per satu, para pengungsi mengikuti arahan jendral. Dalam kerumunan yang gelisah, ketidakpastian menyelimuti mereka, namun tekad tersingkap di mata para tentara.
“Dia akan datang!” Allan berbisik, menatap dengan waspada.
“Kita hanya punya satu peluang,” Chris menambahkan.
Dari kegelapan, makhluk itu muncul. Bentuknya tidak bisa dicerna, seakan terbuat dari bayang-bayang dan cahaya.
“Lindungi diri kalian!” jendral berteriak, mengangkat senjata ke udara.
Pertempuran dimulai. Guntur dan cahaya bergabung dalam simfoni keputusasaan. Semua berjuang untuk mempertahankan hidup, dan harapan terdesak oleh ketakutan.
Allan, Toni, dan Chris berusaha menemukan tempat aman di tengah baku hantam.
“Kita harus kembali ke alat itu! Kita butuh tenaga untuk perisai!” Allan berteriak, suaranya teredam oleh dentuman senjata.
Toni melingkarkan tangan di pinggangnya. “Mobilisasi semua! Kita butuh kerjasama!”
Kegelapan bertubrukan dengan cahaya, kegaduhan menggema di segala arah. Dalam situasi yang tidak pasti, pendekatan yang berbeda diperlukan. Rindu akan rumah terbang diangkasa, tetapi pertahanan harus ada.
Malam masih panjang. Terobosan teknologi dan keberanian beradu satu sama lain, dengan harapan antara kegelapan dan cahaya, menyatukan mereka untuk bertarung melawan kehadiran yang tidak terbayangkan.Kegelapan dan cahaya bergumul dalam perjuangan. Makhluk itu meluncur dengan cepat, memaksa Chris dan Toni untuk bergerak dalam insting melindungi diri. Dalam kekacauan, suara tawa sinis menghantui telinga mereka.
“Ke arah tenda, cepat!” Chris berteriak, menggerakkan tangan untuk menarik Toni dan Allan menjauh dari makhluk.
“Mereka tidak bisa sendirian!” Allan menolak, tatapannya menyoroti sekelompok tentara yang terjebak.
“Jendral!” teriak Toni, menunjukkan arah di mana jenderal masih berjuang melawan makhluk itu. “Dia butuh dukungan!”
Chris menggenggam senjata yang ada di tangannya, walau berat, dia merasakan kekuatan semangat berlari dalam sarafnya.
“Mari kita coba! Jika kita bersatu, kita bisa mengalahkan mereka!” Allan mendesak, seraya berusaha menarik perhatian tim tentara lainnya.
Di luar tenda, dentuman peluru terus menggema, dan suara jeritan masyarakat menjadi latar belakang yang mengerikan. Suasana seolah tercekik oleh kekacauan, namun di tengahnya, ada harapan yang mencuat.
“Siapa yang punya ide?” tanya Chris, hatinya bergetar penuh kecemasan.
“Kita bisa memanfaatkan cahaya! Mungkin makhluk itu takut pada sinar terang,” Toni menjawab, melihat-lihat di sekeliling.
“Bagaimana kita menghasilkan cahaya yang cukup?” Allan menambahkan, sambil mengamati tenda di dekat mereka.
Mata Chris menyala. “Kita bisa menggunakan aara lampu yang ada! Semua lampu di kamp!”
“Benar! Ayo kita atur semua lampu itu untuk menyala secara bersamaan,” Toni bersemangat, mulai melangkah cepat menuju barisan lampu di kamp.
Chris mengangguk, mengikuti langkah Toni. “Ayo, kita butuh bantuan!”
Di tengah persiapan, suara geraman makhluk semakin dekat. Chris menggigit bibirnya, merasakan adrenalin memompa. “Kita harus bergerak cepat!”
Tak lama kemudian entah karena faktor apa, makhluk tersebut kembali ke tempat asal nya untuk sementara waktu ini.