Ello, seorang dokter pediatri yang masih berduka atas kehilangan kekasihnya yang hilang dalam sebuah kecelakaan, berusaha keras untuk move on. Namun, setiap kali ia mencoba membuka hati untuk wanita lain, keponakannya yang usil, Ziel, selalu berhasil menggagalkan rencananya karena masih percaya, Diana kekasih Ello masih hidup.
Namun, semua berubah ketika Ello menemukan Diandra, seorang gadis misterius mirip kekasihnya yang terluka di tepi pantai. Ziel memaksa Ello menikahinya. Saat Ello mulai jatuh cinta, kekasih Diandra dan ancaman dari masa lalu muncul.
Siapa Diandra? Apakah ia memiliki hubungan dengan mendiang kekasih Ello? Bagaimana akhir rumah tangga mereka?
Yuk, ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kebingungan
Ello menatap wanita itu, pikirannya bercampur aduk antara penasaran dan ketidakpastian. Rasa ingin tahunya besar, siapa sebenarnya wanita ini? Mengapa ia begitu mirip Diana? Namun, di balik semua itu, ada ketakutan yang tidak bisa ia abaikan. Otot tubuh wanita ini, seperti yang ia lihat, tampak menandakan pengalaman dalam bela diri.
“Apakah dia berbahaya?” gumam batinnya. “Aku tak ingin membahayakan Ziel, Kak Elin, atau siapapun di rumah. Tapi ... meninggalkannya begitu saja juga bukan pilihan. Ziel pasti tidak akan pernah memaafkanku kalau sampai wanita ini pergi.”
Di sisi lain, Elin juga bergelut dengan perasaannya sendiri. Ia tahu bahwa Ziel sangat berharap bisa bersama "Tante Diana"-nya kembali, dan melihat kekecewaan di mata Ziel saat nanti diberi tahu bahwa ini bukan Diana, sungguh berat. Namun, seperti Ello, ia tak bisa mengabaikan sisi misterius dari wanita ini.
"Apa yang membawa wanita ini ke hidup kami?" pikir Elin, tatapannya tetap tertuju pada wanita yang tak sadarkan diri itu. “Dia tak hanya mirip Diana, tapi juga memberi kami lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Kalau dia memang seseorang dari masa lalu atau orang asing dengan rahasia kelam, apakah kami benar-benar siap menghadapi semuanya?"
Sambil mencoba meredakan rasa khawatirnya, Elin menarik napas panjang. Bagaimanapun, ia tidak mungkin membiarkan Ziel kehilangan kesempatan untuk setidaknya mengenal wanita ini lebih dalam, meskipun jawabannya belum tentu sesuai harapan.
Elin menghela napas pelan, matanya terarah pada Ziel yang masih menggenggam tangan wanita itu dengan penuh harapan. “Bagaimana kita menjelaskan pada Ziel kalau dia bukan Diana?” gumamnya, namun cukup bisa didengar oleh Ello dan Zion.
Ello menatap Ziel dengan tatapan berat. “Ini akan sulit,” bisiknya, “Ziel sudah kehilangan Diana sekali … Aku khawatir dia tidak akan bisa menerima kenyataan kalau wanita ini bukan orang yang selama ini dia rindukan.”
Zion yang sedari tadi terlihat tenang meremas bahu Ello, tatapannya tak kalah berat. “Kita tidak bisa terus memberinya harapan kosong,” ujar Zion pelan. “Tapi mungkin, untuk sekarang, kita bisa menunggu sampai wanita ini bangun dan bisa bicara. Setidaknya Ziel bisa mendengar jawaban langsung darinya.”
Elin mengangguk setuju, meski ada keraguan di wajahnya. “Baiklah. Untuk saat ini, kita biarkan Ziel ada di sini bersamanya. Nanti … kita akan jelaskan perlahan, jika memang wanita ini bukan Diana.”
Ello, Elin, dan Zion menatap wanita di ranjang dengan perasaan bercampur aduk. Di benak mereka, tanda tanya besar tentang siapa dia sesungguhnya terus bergelayut. Tak satu pun dari mereka mampu menyembunyikan kecemasan, antisipasi, dan harapan yang terselip.
Di sisi lain, Ziel masih setia duduk di samping wanita yang ia yakini adalah Diana, seraya menggenggam jemari tangan wanita itu. Bocah itu terus menatap wajah wanita itu, seakan mencari secercah kehangatan yang dulu selalu Diana berikan padanya.
Tiba-tiba, jemari wanita itu bergerak, dan kelopak matanya mulai berkedut pelan. Ziel terbelalak, lalu seketika memanggil, “Om! Pa! Ma! Tante Diana bangun!”
Mereka semua mendekat dengan cepat, tatapan mereka terpaku pada wajah wanita itu yang kini mulai bergerak sedikit demi sedikit, seakan mencoba membuka matanya. Detik demi detik berlalu dengan tegang, sementara Ziel menggenggam jemarinya semakin erat, menunggu momen di mana wanita itu benar-benar tersadar.
Wanita itu perlahan membuka matanya, cahaya lampu rumah sakit menyilaukan pandangannya. Ia mengerjapkan mata, berusaha beradaptasi dengan lingkungan barunya. Bingung, ia menatap sekeliling, melihat tiga wajah yang terasa familiar namun asing.
Kepalanya berputar sedikit, dan ia mengerutkan dahi, memerhatikan anak kecil di sampingnya yang menggenggam tangannya erat. Ekspresi wajahnya dipenuhi ketidakpastian, seolah-olah ia mencoba mengingat sesuatu yang hilang. “Di mana … ini?” gumamnya pelan, suaranya serak dan lemah.
Ziel, yang semula bersemangat, kini tampak kebingungan. Ia menatap wanita itu dengan mata berbinar, harapan dan keraguan bercampur dalam tatapannya. “Tante Diana?” tanyanya dengan suara bergetar, ingin sekali memastikan bahwa wanita di depannya benar-benar orang yang ia rindukan.
Ello mendekat dengan senyum yang lembut, mencoba menenangkan wanita itu. "Tenang, kamu ada di rumah sakit," ucapnya pelan. "Kami semua di sini untuk memastikan kamu baik-baik saja."
Wanita itu menatap Ello dengan kebingungan yang masih terlihat jelas di wajahnya. Pandangannya beralih pada tangan Ziel yang menggenggam erat jemarinya, lalu ke Elin dan Zion yang berdiri di dekat ranjang, mengamatinya dengan tatapan penuh harap.
Ello meletakkan satu tangan di pergelangan tangan wanita itu, memeriksa denyut nadinya dengan teliti. “Bagaimana perasaanmu?” tanyanya lembut, sambil menatapnya penuh perhatian. “Ada yang terasa sakit atau tidak nyaman?”
Wanita itu menggeleng pelan, masih tampak linglung. "Aku … tidak yakin," jawabnya dengan suara lemah, berusaha mengingat sesuatu yang terasa samar di benaknya.
"Semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan," kata Ello, memastikan kondisinya cukup stabil. "Kamu baru saja sadar, jadi tubuhmu mungkin masih lemah. Istirahatlah, dan jangan terlalu memaksakan diri untuk ingat semuanya sekarang."
Wanita itu mengangguk kecil, meski kebingungannya belum hilang sepenuhnya. Namun, genggaman Ziel yang hangat di tangannya sedikit menenangkannya. Ia pun menghela napas dalam-dalam, berusaha menerima situasi yang ada di sekitarnya.
Ello, Elin dan Zion bertukar pandang, merasakan momen penuh ketegangan di antara mereka.
Wanita itu mengerutkan dahi lebih dalam, mulutnya terbuka sedikit, tampak ingin bertanya, tetapi kata-katanya terhalang oleh kebingungan. Lalu, seiring kesadarannya mulai pulih, ia menatap Ello lebih lekat, seolah-olah ada yang akrab di dalam diri Ello. Namun, keraguan tetap ada di matanya.
“Siapa … kalian?” tanyanya, suaranya masih bergetar.
Ello menggigit bibir, hatinya berdesir. Ia, yang berdiri di samping ranjang, mencoba mengumpulkan keberanian untuk berbicara. "Kami menemukanmu di pantai," ucapnya lembut, berharap untuk menenangkan wanita itu. "kami yang membawamu ke sini. Aku dokter Ello. Siapa namamu?"
Wanita itu terdiam sejenak, menatap kosong seolah mengumpulkan ingatan yang tersimpan dalam kegelapan pikirannya. “Aku… aku tidak tahu …” jawabnya pelan, masih dalam kebingungan, yang membuat suasana semakin tegang.
"Tante, Tante nggak ingat Ziel?" tanya Ziel dengan tatapan penuh harap yang perlahan mulai memudar.
Wanita itu menatap Ziel dengan mata yang kosong, kemudian menggeleng pelan. "Aku ... Aku bahkan tak ingat namaku ..." jawabnya lirih, suaranya bergetar dalam kebingungan yang mendalam.
"Tante ...." panggil Ziel lirih, suaranya hampir tak terdengar, terlihat sedih karena wanita yang ia yakini sebagai Diana itu tak mengingatnya. Harapannya yang semula menyala kini meredup, menyisakan rasa hampa di dalam hati kecilnya.
Melihat kesedihan di wajah Ziel, Elin mengelus punggung putranya lembut, berusaha menenangkan. "Ziel sayang, Tante masih sakit dan butuh waktu untuk istirahat ... Dia akan pulih, dan mungkin bisa ingat kita lagi," ujarnya, berusaha menguatkan perasaannya sendiri sekaligus anaknya.
Ziel mengangguk perlahan, namun mata beningnya tak bisa menyembunyikan kekecewaan. "Tapi aku ingin Tante Diana kembali, seperti dulu," ucapnya, suaranya penuh kerinduan.
Elin merasakan jantungnya bergetar mendengar pernyataan putranya. Ia tahu bahwa cinta Ziel kepada Diana sangat dalam, dan kesedihan yang dirasakannya adalah pengingat akan betapa berarti wanita itu bagi keluarga mereka.
Wanita itu mendengar percakapan mereka, sorot matanya yang penuh kebingungan kini mulai menampakkan kerinduan dan rasa bersalah. “Maaf …” Ia ucapkan lirih, suaranya hampir tak terdengar. “Maaf jika aku tidak ingat siapa pun.”
Elin dan Ello bertukar pandang, memahami betapa berat beban yang harus dihadapi wanita ini. “Kami di sini untuk membantu kamu, dan kita akan melewati ini bersama-sama,” kata Elin dengan nada menenangkan.
Ello menambahkan, “Kamu hanya perlu beristirahat. Ingatanmu akan kembali seiring waktu.”
Ziel menggenggam tangan wanita itu lebih erat, berharap agar kehangatan sentuhannya bisa membantu mengingat kenangan indah di antara mereka.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued