Semua yang masih bersama memang pasti seakan tiada artinya. Penyesalan akan terasakan ketika apa yang biasa bersama sudah HILANG.
Andrian menyesali segala perbuatannya yang sudah menyiksa Lasya, istrinya. Sampai akhir dia di sadarkan, jika penyelamat dia saat kecelakaan adalah Lasya bukan Bianka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyoralina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Lasya sudah berada di Pantry dengan Salsa. Ke dua wanita ini tertawa bersama layaknya teman yang sudah dekat dalam jangka waktu beberapa lama.
Lasya, walaupun dia berstatus sebagai istri sang CEO, dia sama sekali tidak canggung ataupun memilih teman. Dia sama sekali tidak ragu memilih Salsa sebagai teman sekaligus orang dekatnya di kantor ini.
" Aku lebih senang kalau anda sering ke sini."
Ya, salsa tak begitu lagi kaku menggunakan aku-kamu, sebab inilah permintaan Lasya sendiri.
" Kenapa memang? Apa kamu senang karena punya teman."
Lasya tersenyum sembari tangannya mengaduk kopi yang sudah hampir siap.
" Ehm ya begitulah." Salsa pun membalas dengan tawa ringan. " Aku harap kamu sering-sering ke sini. Kamu tahu! Wanita kudisan itu selalu saja kesini. Aku sangat kesal melihatnya, dia kegatelan banget."
Lasya menautkan keningnya. Wanita Kudisan? Siapa?
" Maksut mu siapa?" Tanyanya yang sama sekali tidak paham dengan wanita yang dimaksut Salsa.
Salsa menoleh, dia lalu menutup mulutnya. " Maaf-maaf. Aku tidak bermaksut."
Sungguh dia menjadi tak enak hati. Mulutnya yang loss dol ini bisa-bisanya tak terkontrol.
" Maksut mu tadi siapa ya? Wanita kudisan? Siapa dia?"
Lasya sangat ingin tahu, dia terus menatap Salsa menuntut sebuah penjelasan yang sangat jelas.
Salsa memejamkan mata sejenak, dia membuang napasnya pelan lalu hendak menjawab.
" Wanita kudisan itu, yang aku maksut adalah.... Bianka." Lirihnya. Sungguh dia sebenarnya menyesali karena sudah asal bicara. Salsa tahu pasti Lasya akan sakit hati.
" Jadi Bianka sering kesini? Jadi Mas Andrian selalu dekat dengannya?"
Lasya termenung, dia menjadi diam dan berpikir.
" Nyonya, maafkan aku. Aku tidak bermaksut membuat mu sakit hati." Dia memegang salah satu lengan Lasya, meminta maaf dengan sungguh-sungguh.
Lasya meraih tangan Salsa, dia menunjukkan senyum walau dalam hatinya berbeda.
" Tidak apa-apa. Aku malah senang kalau kamu bilang sama aku kayak gini. Aku harap kamu malah mau mengatakan apa pun nantinya, tanpa rahasia di antara kita."
" Iya aku akan jadi orang kepercayaan mu. Aku janji, aku akan mengatakan apapun kepada mu."
Mama mu. Ya sudah papa minum vitamin dulu."
Lasya mengangguk sendiri.
Andrian yang sedari tadi melihat Lasya yang menjauh darinya. Samar-samar dia bisa mendengar, tapi samar-samar juga tidak bisa mendengar. Lasya mengobrol dengan nada lirih.
Andrian buru-buru kembali melihat pekerjaannya saat Lasya sudah menutup telepon dan berbalik ke arahnya.
Lasya mendekat. Dia duduk di kursi depan Andrian dengan diam. Sejujurnya dia bingung mau melakukan apa. Dia bertahan di sini juga hanya semata untuk menangkal Bianka datang.
Waktu demi waktu terus berlalu.
Lasya tanpa sadar ketiduran di kursi. Dia terbangun karena tubuhnya yang reflek merasakan seperti hendak jatuh.
" Astaga, aku ketiduran."
Dia membenarkan duduknya. Menatap Andrian yang masih bekerja dengan amat sangat giatnya.
" Mas, belum selesai ya pekerjaan mu?"
" Kamu pikir pekerjaan ku di sini sedikit."
" Nggak juga sih. Aku tahu kamu pasti sangat sibuk." Lasya menipiskan bibirnya. " Mas.. kamu mau aku pijitin nggak?" Tanyanya dengan sedikit ragu.
" Terserah!"
Singkat, jelas, terserah! Itulah jawaban Andrian yang sama sekali tak mengenakkan.
" Aku pijitin ya!"
" Ck.. aku bilang terserah ya terserah. Tuli apa gimana sebenarnya kamu ini. Nyerocos terus kerjaannya."
Andrian nampak sekali kesal dengan Lasya.
" Maaf.."
Hanya sebatas balasan singkat. Lasya lalu berdiri dan berdiri di belakang Andrian. Pijatan ringan di bahu Andrian mulai dia lakukan. Sepenuh hati dia melakukan ini. Senyuman di wajahnya terus mengembang. Dia memijati bahu serta leher belakang Andrian sembari melihat tulisan-tulisan yang di hadapkan di meja suaminya.
Ada perasaan bangga ketika melihat suaminya bekerja dengan begitu giatnya. Dia adalah Cinta pertamanya. Pria yang pertaman kali mengisi hatinya. Walaupun dulu dia hanya bisa diam, tapi siapa sangka takdir membawa mereka sekarang mejadi sepasang suami-istri.
•
Pukul 12 siang Lasya berpamitan pulang. Dia menyetir mobil ini sendiri. Berinisiatif untuk berhenti di toko bunga.
" Mbak beli mawarnya 400 ribu ya."
" 400 ribu mbak?"
" Iya."
" mau di buat buket yang seperti apa mbak?"
" Nggak usah mbak. Nggak usah di buat buket. Di buat biasa saja."
" Baik, aku tahu. Aku akan menyiapkannya. Tunggu sebentar ya mbak."
Lasya mengangguk. Dia menatap bunga-bunga yang lainnya ketika penjual bunga itu pergi mengambilkan pesanan Lasya.
Lasya diam-diam senyum-senyum sendiri. Dia sengaja membeli bunga. Dengan niatan hati akan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Demi kedekatan serta keharmonisan rumah tangganya. Dia tak mempermasalahkan kalau dia sendiri yang menyiapkan ini semua.
" Mbak, ini bunganya selesai."
" Iya, ini uangnya." Lasya menyodorkan uang merah sebanyak 4 lembar.
" Terimakasih."
" Sama-sama mbak. Semoga malam nya romantis ya."
BLUSH...
Pipi Lasya sontak saja langsung merona. Dia tersipu malu dan langsung berbalik. Entahlah, bagaimana ceritanya penjual tadi tahu maksut Lasya membeli bunga untuk apa. Padahal kan Lasya tidak mengatakan apa-apa.
Lasya sudah masuk ke dalam mobil. Menempatkan bunga itu di jok sebelah dengan sangat hati-hati. Sebelum di tinggalkan, dia juga memberikan kecupan mesra di sana. Hatinya berbunga-bunga layaknya apa yang dia beli. Dia sudah tidak sabar menantikan reaksi Andrian nanti malam.