" Om om, mau jadi ayah Aga ndak. Aga ndak punya ayah. Ibu Aga tantik lho Om."
" Hahaha, anak ini lucu bener."
Seorang bocah kecil tiba-tiba bicara seperti itu kepada pria asing. Wajah polosnya tersebut tidak bisa membuat si pria marah meskipun dia dipinang dadakan oleh bocah itu.
Tapi siapa sangka anak kecil itu datang bersama dengan seseorang yang ia kenal.
" Kamu, ini anakmu?"
" Maaf, kami permisi."
Wanita itu langsung pergi membuat si pria penasaran.
Siapa sebenarnya mereka dan apa yang terjadi? Dan mengapa Aga mengatakan bahwa tidak punya ayah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
JAYO 10: Aku Serius
" Bapak dan Ibu, hasil tes anak Anda berdua sudah keluar. Anak Bapak dan Ibu terkena flu Singapura. Gejalanya memang panas yang tidak kunjung turun, ada bintik-bintik merah di kulit dan juga sariawan di mulut, hampir mirip seperti demam berdarah. Tapi kalau demam berdarah tidak ada tanda-tanda sariawan. Jadi saat ini kita akan rawat untuk beberapa hari ke depan."
Dara sudah bisa berkata apa-apa dan hanya menganggukkan kepala saja. Dan Kaivan lah yang menjawab ucapan dari dokter dengan ucapan terimakasih. Melihat Dara yang begitu sedih, ia paham bahwa ini pertama kalinya wanita itu mengalami hal sedemikian.
Kaivan menepuk bahu Dara pelan. Ia juga mengatakan bahwa flu Singapura ini tidak berbahaya jika mendapat penanganan yang cepat. Jadi ia meminta Dara untuk tidak khawatir. ( untuk jelasnya teman-teman bisa cek gugel ya)
" Makasih ya Van, lagi dan lagi aku ngerepotin kamu. Setiap kita ketemu, aku selalu dalam kondisi yang buruk. Jujur aku jadi malu sama kamu."
" Eiishh, ngomong apa sih. Oh iya Dar, banyak yang aku mau omongin sama kamu, tapi kayaknya waktunya emang nggak pas banget. Nanti aja setelah Aga membaik. Ah iya, aku tinggal bentar ya soalnya Rendi udah nelponin terus. Kamu nggak lupa sama Rendi kan? Itu yang dulu sempet naksir Ran."
Dara menggeleng terus mengangguk, yang artinya dia tidak lupa akan pria yang Kaivan sebutkan. Kaivan lalu pamit untuk keluar dari ruangan sambil menggenggam ponselnya.
" Ibu ... "
" Aah sayang, Aga. Aga udah bangun, Aga mau minum hmm?"
Aga menggeliat lalu perlahan membuka matanya. Tadi dia memang tidur karena pengaruh obat yang diberikan. Dan pas sekali saat ini Aga terbangun, karena waktunya makan. Bocah kecil itu lalu melihat ke arah tangannya yang sudah diberi infus. Aga sama sekali tidak menangis dan hanya melihat ke arah Dara dengan tatapan tanya.
" Iya sekarang kita di rumah sakit, biar Aga cepet sembuh sayang. Soalnya badan Aga panas banget."
" Oh gitu."
Ceklek
Tap tap tap
Suara langkah kaki yang baru saja masuk ke dalam ruangan membuat Aga mengalihkan pandangannya dari Dara. Seketika bocah itu tersenyum cerah melihat siapa yang masuk untuk menemui dirinya itu.
" Oh ganteng to ada di sini? Om ganteng mau jadi ayahku ya, matanya ada di sini?"
Lagi dan lagi ucapan itu yang keluar dari mulut Aga ketika melihat Kaivan. Kaivan hanya tersenyum lebar sambil berjalan mendekat ke arah hospital bed. Ia mengambil kursi lalu duduk sambil meraih tangan Aga yang mungil. " Kalau Aga mau sih bisa dipertimbangkan."
" Waaaa benelan, waah ini hebat. Aga atan punya ayah sepelti teman-teman," ucap Aga dengan penuh semangat. Matanya berbinar senang, dan ini pertama kalinya setelah sekian lama anak itu terlihat murung. Dapat Kaivan lihat, Aga sangat merindukan sosok ayah yang mungkin selama ini tidak pernah ada. Itu hanya kesimpulan yang Kaivan ambil sesaat setelah melihat reaksi Aga dan juga Dara, ada kesedihan di wajah Dara ketika melihat Aga yang merasa senang saat membahas perihal Ayah. Ingin rasanya Kaivan bertanya saat ini juga kepada 'temannya' itu, namun sepertinya situasinya sangat tidak tepat.
" Van, jangan mengatakan hal yang nggak mungkin. Jangan beri Aga harapan sepeti itu. Meskipun dia masih kecil, tapi jangan membodohinya."
Degh!
Kaivan seketika menatap mata Dara. Namun wanita itu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. Tapi Kaivan masih bisa melihat bahwa mata Dara berembun, ada air mata yang siap tumpah dan mengalir dari sana.
" Dar, sebenernya ap~"
Gredek gredek gredek
Ucapan Kaivan harus terhenti saat melihat salah seorang petugas serumah sakit membawa makanan untuk Aga. Mau tidak mau dia harus menahan apa yang hendak ia tanyakan. Namun, ucapannya terhadap Aga tadi bukan hanya sebatas penghiburan terhadap anak kecil. Sungguh, jika memang Aga tidak memiliki sosok pria yang disebut Ayah dalam kehidupannya, maka Kaivan siap untuk itu. Rasa yang ia miliki terhadap Dara tidak pernah berubah sedikitpun dari dulu. Hingga saat ini rasa itu masih ada, rasa yang lebih dari seorang teman dan sahabat, rasa yang mana ingin memiliki wanita itu di sisinya hingga untuk waktu yang lama.
Suasananya menjadi canggung, kedua orang dewasa itu hanya diam. Kaivan duduk dengan tenang dan Dara tengah menyuapi Aga makan. Sesekali Aga merengek karena sakit saat menelan, namun anak itu mampu menyelesaikan makan siangnya dengan baik.
Perawat pun masuk untuk memberi obat, dan akhirnya Aga kembali tertidur. Dara lega, Aga sangat mudah untuk diajak kerjasama. Yakni tidak ada drama dalam makan dan minum obatnya.
" Ayo kita bicara Dar," ajak Kaivan. Ia sudah tidak bisa menunggu lebih lama untuk bicara dengan wanita yang ada di depannya.
" Aku mau nunggu Aga Van, kita bicara lain kali aja," elak Dara. Sepertinya Dara masih belum siap bicara empat mata dengan Kaivan.
" Kalian berdua bicaralah yang nyaman, biar Bapak yang jagain Aga."
Kaivan langung tersenyum lebar saat Pram datang. Tadi pagi mereka sudah bertemu dan Kaivan juga sudah memberi salam serta mengobrol sedikit, jadi ia tidak canggung lagi terhadap Pram. Dan ketika Pram bicara demikian, tentu saja itu adalah peluang Kaivan untuk membawa Dara keluar sejenak.
Dara terkejut saat tangannya sudah digenggam oleh Kaivan, bahkan Kaivan juga sedikit menarik tangan Dara agar segera bangkit dan berjalan. Mau tidak mau Dara pada akhirnya mengikuti Kaivan. Mereka berjalan beriringan menuju ke taman rumah sakit sambil berpegangan tangan. Dara ingin melepaskan genggaman tangan Kaivan namun Kaivan tidak membiarkannya. Pria itu malah semakin erat menggenggam tangan Dara sehingga Dara pasrah.
" Ayo duduk di sini."
" Lepasin dulu tangannya Van."
" Nggak mau."
Dara terkejut mendengar jawaban Kaivan. Wajah serius Kaivan menandakan bahwa pria itu sungguh tidak akan melepaskan tautan jari-jari mereka.
" Haaah, ya terserah. Sekarang kamu mau bicara apa. Pasti kamu udah bisa nebak kondisiku dari setiap ucapan Aga. Ya, Aga nggak pernah tahu rasanya punya ayah. Karena aku cerai sama mantanku sebelum usia Aga setahun. Jadi dia sama sekali nggak tahu siapa Ayahnya."
" Aku nggak ngebahas soal itu Dar, yang aku mau bilang bahwa ucapanku tadi sama Aga bukan hanya sekedar omong kosong atau penghiburan. Aku juga nggak akan ngasih Aga harapan palsu. Aku beneran akan hadir di depan Aga seperti apa yang Aga mau."
Shaaaah
Dara langung menatap Kaivan dengan tajam. Ucapan yang keluar dari mulut Kaivan tentu saja dia paham betul apa artinya. Tapi tentu saja dia tidak mau berpikir jauh kesitu. Ia tidak mau beranggapan bahwa Kaivan serius menanggapi permintaan Aga agar menjadi ayahnya.
" Jangan ngawur kamu Van. Ini bukan guyonan."
" Dar, aku serius."
Degh!
tunggu aja tnggal mainnya... seorang loe bleh aja diatas angin tpi nnti kehancuran siap memelukmu 😏😏