Balas dendam seorang perempuan muda bernama Andini kepada mantan suaminya yang pergi karena selingkuh dengan janda muda kaya raya.
Tapi balas dendam itu tidak hanya kepada mantan suaminya, melainkan ke semua lelaki yang hanya memanfaatkan kecantikannya.
Dendam itu pun akhirnya terbalaskan setelah Andini membunuh dan memutilasi semua pria yang coba memanfaatkannya termasuk mantan suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Pagi pun tiba, Andini hari ini cantik dan ceria sekali, dia hendak pergi ke tempat kerjanya.
Andini mengunci pintu gerbang sambil sedikit bernyanyi-nyanyi.
Indra juga sama dia hendak berangkat mengajar dan sempat bertemu Andini di depan gerbang rumahnya.
"Pagi Andini." Ucapan selamat pagi dan sedikit senyuman dari Indra membuat Andini semakin semangat menjalani hari ini.
"Eh Indra, pagi juga." Andini membalas dengan senyuman juga dan membuat hati mereka menjadi berbunga.
"Wah kayanya ceria sekali nih hari ini." Indra mulai mendekat ke arah Andini.
"Iya dong, soalnya aku nggak kesiangan lagi nih, istirahat juga cukup, jadi ceria deh." Jawab Andini tersenyum ke atas karena Indra lebih tinggi darinya.
"Hmmm syukur lah, yuk bareng jalan ke depannya."
"Hmmm iya boleh, boleh."
Mereka berdua pun mulai melangkahkan kakinya.
"Oh iya, kamu liburnya kapan Din?"
"Aku libur lusa, hari minggu, soalnya warung kan tutup, Kenapa memang?"
"Em. Aku boleh ngajak kamu jalan?"
"Mau jalan ke mana ya?" Andini sedikit terkejut tiba-tiba saja Indra mengajaknya untuk jalan.
"Ke mana saja sih, lagian sampe sekarang kamu belum juga hubungin aku sih." Mulut Indra mulai cemberut dengan penuh harap.
"Ah kamu ini. Kan kamu bilangnya juga aku hubungin kamu kalau aku ada perlu. Dan sampe sekarang aku belum bener-bener perlu bantuan kamu Dra."
"Yaah padahal aku cuma basa-basi waktu itu sebenernya." Indra sedikit menunduk berpura-pura melas.
"Aneh dasar, makanya jangan basa-basi bilang saja yang sebenernya." Andini sambil melihat wajah Indra yang lebih tinggi darinya.
"Iya deh aku bilang yang sebenernya, kalo aku pengen kenal kamu lebih deket lagi. Boleh kan?" Langkah Indra berhenti saat pertanyaan itu keluar.
"Kamu yakin mau deketin aku, aku janda loh Dra?" Andini pun menghentikan langkahnya dan berbicara dengan wajah serius.
"Aku serius Andini, kamu jangan bawa-bawa status kamu ya aku nggak peduli ko, aku nggak akan memandang kamu sebelah mata, aku serius ingin lebih kenal kamu lebih dekat lagi." Pundak kanan Andini di pegangnya oleh Indra.
"Hmmm. Yaudah, Mudah-mudahan saja ya kamu serius nggak seperti laki-laki lain yang hanya bisa menggodaku."
"Hmmm. Aku bakal buktiin ko kalau aku serius Din."
"Iya deh, aku percaya. Yaudah nanti aku kabarin lagi ya. Aku bakalan hubungin kamu walaupun aku nggak perlu apa-apa" Tangan Indra yang ada di pundak pun kini di pegang oleh Andini.
"Beneran nih?"
"Iya bener, nanti aku kabarin yah." Jawab Andini tersenyum lepas meyakinkan Indra.
"Oke deh" Hati Indra sedikit tenang karena lampu hijau dari Andini sudah mulai terbuka.
Sampai akhirnya mereka pun berpisah seperti biasa dipertigaan jalan, karena arah tempat kerja mereka memang berbeda.
Andini pun bekerja seperti biasa. Disaat Andini melayani beberapa pelanggan yang sedang sarapan, mereka tiba-tiba membicarakan Badrun.
Katanya sampe sekarang Badrun nggak ada kabar, tetapi mereka sebenarnya senang sih kalau Badrun nggak ada di daerah sini lagi, soalnya orangnya rese, suka berantem juga sama anak-anak muda sini, dia suka mencari gara-gara.
Andini pun hanya bisa pura-pura tersenyum, padahal sebenarnya hatinya sangatlah panik.
Tak lama ada pria yang kemarin bertanya kepada Andini, dia itu sahabat dekatnya Badrun, Namanya Dena, dia ini masih lumayan muda sekitar 27 tahun usianya, Orang-orang juga langsung pada diam pas dia kesitu, Karena sifatnya sama seperti Badrun yang suka kurang ajar, dia bertanya kepada orang-orang di situ termasuk Andini.
"Bener nih kalian di sini nggak ada yang liat Badrun?Tumben tumbenan loh dia pergi sampe selama ini." Pria itu seperti biasa tanpa basa basi langsung bicara sambil menaruh tangan di atas etalase.
"Mungkin ada urusan kali mas." Jawab salah satu pria yang sedang sarapan.
"Ah dia urusan apa, orang sehari-hari saja kegiatannya cuma jaga parkir."
"Ya kan urusan orang kita nggak ada yang tahu mas, mungkin urusan penting." Andini pun ikut menjawab.
"Ah kamu ini mbak so tahu, aku kan lebih kenal dia daripada kamu."
"Yaudah mas maaf jangan marah, kan saya hanya bantu jawab." Andini sedikit menunduk karena hatinya takut juga dengan pria itu yang tatapannya menjadi sinis kepadanya.
"Ah lagian mbak, masa kamu nggak lihat sih dia ke mana pas terakhir ketemu kamu."
"Aku lihat dia ke arah minimarket itu saja sih mas, aku juga langsung pulang, kan arahnya beda kalau aku ke bawah."
"Hmm yaudah deh nanti aku cari info lagi makasih." Tanpa basa-basi pria itu langsung pergi begitu saja.
Orang-orang disitu sepertinya nggak ada yang peduli sama hilangnya Badrun, mungkin karena kelakuannya sih yang suka bikin risih.
Sampai akhirnya Jam makan siang pun tiba, tetapi siang ini Indra tumben nggak makan di warungnya Bude Rini, padahal Andini sempat mengharapkan Indra datang.
Sepertinya Andini juga benar-benar sudah mulai punya perasaan terhadap Indra.
"Hei Andini, kok kamu melamun sih?"
Tanya Bude Rini yang menghampiri Andini sambil membawa sepiring lauk.
"Ah enggak ko Bude." Andini yang kaget karena tiba-tiba bude datang dan ada di dekatnya.
"Ah kamu pasti nungguin guru ganteng itu ya?" Bude bertanya dengan tatapan sedikit curiga.
"Ih enggak. Cuma capek saja sedikit, jadi ngelamun deh hmmm." Jawab Andini sedikit cemberut.
"Ah bisa saja kamu alasannya. Yaudah kamu makan dulu sana, biar Bude saja yang jaga sementara."
"Hmmm yaudah, tapi kalau Indra datang kasih tahu aku ya Bude."
"Tuh kan. Hmm bisa saja nih anak." Bude sedikit gemas sambil mencubit pipi Andini.
Andini hanya menjawab dengan senyuman.
Andini pun pergi makan siang di belakang Sambil istirahat beberapa saat. Tapi Indra belum juga datang.
Sebenarnya Andini ingin mengabari Indra lewat chat, tapi nggak jadi karena Andini malu dan harus bilang apa awalnya.
*****
Malam pun tiba. Cuaca baru saja selesai hujan, tetapi masih gerimis. Warung juga sudah tutup. Andini pun pulang sendirian memakai payung. Jalanan sepi sekali nggak ada satu pun orang di luar, hanya beberapa kendaraan yang lewat itu pun mobil.
Saat Andini berjalan, tiba-tiba Dena menghampiri Andini. (Pria tengil sahabat Badrun yang bertanya tadi siang di warung makan)
"Hai mbak, boleh aku antar pulang?" Dena bertanya sambil berjalan mengikuti Andini di sampingnya.
"Hmm nggak usah mas, aku bisa sendiri ko." Langkah Andini jadi sedikit terburu-buru.
"Aku antar saja ya, takut loh di sana kan gelap nanti kamu ada yang godain loh."
"Nggak usah mas aku berani ko, makasih." Andini memeluk tas yang dia kenakan karena sangat takut sekali.
"Hmmm jual mahal sekali ya kamu ini" Dena mulai nyender-nyender ke pundak Andini, dan membuat Andini menjadi tidak nyaman.
"Jangan deket-deket begini lah mas, jangan sampe aku teriak ya." Langkah Andini terhenti sambil mengancam karena kesabarannya kini sudah mulai habis.
"Haha teriak saja, mana ada yang berani sama aku di sini, makanya nggak usah jual mahal." Jawab Dena dengan wajah sombongnya.
"Yaudah yaudah kalau kamu mau antar aku, tetapi jangan deket-deket kaya begini."
"Nah gitu dong."
"Hmmm."
Mereka berdua akhirnya berjalan kembali. Tapi langkah Andini sedikit terburu-buru karena semakin takut.
"Ngomong-ngomong kamu cantik loh. Ko mau sih kerja di warung gitu?"
"Ya kan yang penting halal mas dan cukup untuk kebutuhanku sehari-hari." Jawaban Andini sedikit cepat karena sudah pusing dengan omongan Dena.
"Mending jadi istri aku saja, pasti kamu lebih senang nanti dan nggak usah kerja kaya begitu lagi."
"Apaan sih mas, jangan kurang ajar ya!" Langkah Andini kini berhenti lagi.
"Idih belagu ya kamu. Boleh dong pegang dikit ya." Dena pun makin semena-mena dia memegang bokongnya Andini.
"Mas, cukup ya mas kesabaranku sudah habis. Sekarang kamu bilang. Mau kamu apa sih?" Nada Andini sedikit keras karena sudah sangat muak.
"Aku mau bersamamu malam ini sayang." Jawab Dena sambil mengangkat dagu Andini dengan tangannya.
"Hmm" Andini dengan nafas yang mulai cepat mencoba untuk tenang dan hanya bisa diam.
"Bila perlu aku bayar kamu sayang, berapa sih? Aku lagi banyak uang nih." Dena sambil menunjukkan uang lumayan banyak walaupun recehan, sepertinya hasil uang dari parkiran.
"Oke oke. Kamu ikut aku sekarang. Tapi kamu di belakang biar nggak ada orang yang curiga." Ucap Andini seolah-olah mau menerima ajakan Dena.
"Waaah beneran nih?. Ternyata gampang sekali ya kamu ini. Aku kira kamu wanita suci ternyata perek juga ya sama. Haha" Sambil tertawa Dena kembali memegang bokong Andini.
"Udah nggak usah banyak omong. Ikutin aku saja!" Andini langsung melangkahkan kakinya.
"Hmmm baiklah." Dena pun mengikutinya dari belakang tapi agak jauh.
Singkat cerita, Andini pun sampai di rumahnya dan mengajak Dena masuk. Kemudian Andini mengunci pintu gerbang dan pintu rumahnya.
"Ini beneran nih kamu ajak aku ke sini?" Dena celingak-celinguk melihat isi dalam rumah itu.
"Ya kamu lihat sendiri lah. Kamu cuci muka gih sana yang bersih, aku nggak suka cowok dekil dan bau kaya kamu. Aku mau ganti baju dulu." Ucap Andini sambil melangkah ke arah kamarnya.
"Yaudah aku tunggu di kursi ya sayang nanti."
"Iya" Andini yang sudah berada di dalam kamar.
Dena pun bergegas pergi ke kamar mandi, sedangkan Andini di kamar mengganti baju nya.
Setelah beberapa menit, Dengan pede nya Dena sudah menunggu duduk di atas sofa bahkan sudah tidak memakai baju Hanya celana dalam saja.
Andini pun keluar dengan baju lingerie, dia terlihat sangat cantik dan seksi.
"Waaah kamu cantik sekali Andini. Jadi nafsu aku" Mulut Dena mengecap melihat Andini yang terlihat sangat seksi berdiri di hadapannya.
Dena langsung berdiri dan mendekat ke arah Andini.
"Norak banget sih. Udah buka baju segala lagi, najis." Ucap Andini dengan muka juteknya.
Di sini Dena langsung memeluk Andini juga menciuminya, tangannya pun meraba-raba dan memijat bagian sensitifnya Andini.
Perlahan Dena membuka semua pakaian atas Andini, kemudian dia menjilati hampir semua bagian tubuhnya. Termasuk area yang sangat sensitif.
Andini pun sempat terangsang dan mendesah. Mungkin Andini juga sudah lama tidak merasakan hal seperti itu.
Andini sekarang dengan posisi berdiri sedangkan Dena terus saja menciumi tubuh andini
"Ahhhh mas. Stop mas stop dulu!" Andini sedikit berontak tapi Dena tidak memperdulikan itu.
"Ada apalagi Andini? Kamu diam saja sayang. Harum sekali ini, aku sangat menyukainya." Dena semakin menjadi-jadi.
"Udah mass, ahhhh berhenti dulu. Plissss." Andini sedikit mendorong hingga terlepas dari pelukan Dena.
"Ada apa sih? Kita ke kamar saja yuk?" Ajak Dena dengan wajah yang penuh nafsu.
"Jangan ah jangan di kamarku, aku bosan berhubungan dikamar." Andini menjawab sambil menggelengkan kepalanya.
"Terus mau di mana? dan apa yang harus aku lakukan?"
"Kamu tunggu di kamar mandi ya mas kita melakukannya di sana, aku ingin setelah ini kita juga mandi bersama."
"Hmm liar juga kamu ya Andini. Baiklah aku akan tunggu kamu di sana."
Dengan polosnya Dena pun menuruti apa yang diucap Andini. Mungkin kapan lagi berhubungan dengan wanita cantik seperti Andini.
Dena langsung pergi ke kamar mandi dan menunggu Andini di sana.
Andini pun bergegas pergi ke kamarnya untuk mengambil sesuatu, dia juga kembali memakai lingerie nya.
Sesaat Andini menuju kamar mandi, dia memegang gagang pintu itu agar Dena tidak membukanya dulu
"Mas?"
"Iya sayang?"
"Kamu ngadep nya ke belakang ya, terus matanya merem. aku punya sesuatu buat kamu, biar kamu makin bergairah malam ini."
"Kamu ini banyak syaratnya ya Andini. Tapi ini syarat terakhir ya, aku sudah gak kuat sayang."
"Iya aku janji ini terakhir. Habis ini kamu boleh sepuasnya menjamah ku sampai pagi atau kapan pun kamu mau."
"Waw aku semangat sekali Andini mendengarnya. Baiklah aku sudah menutup mata dan menghadap belakang nih."
"Tapi diam dulu ya mas jangan gerak kamunya. Nanti kalau aku udah suruh, kamu boleh menghadap ku dan terserah mau melakukan apa saja."
"Iya ini aku diam sayang Ayo lakukan segera! aku sudah tidak sabar."
Andini pun membuka pintu kamar mandi perlahan, dan benar saja Dena menuruti semuanya.
"Mas kamu diam ya sayang! sebentar ko." Andini berbisik sambil meniup pelan leher Dena.
"Iya Andini, memangnya kamu mau apasih?" Dena sambil menikmati tiupan Andini di lehernya.
"Aku mau melakukan ini mas, tahan ya!"
Tiba-tiba Andini menusuk kepala belakangnya Dena dengan pisau tajam yang waktu itu dia pakai untuk membunuh Badrun.
Dena pun langsung terjatuh duduk menyender di keramik dinding kamar mandi, dengan kepala tertunduk tak berdaya, pisaunya menancap sangat dalam dikepala nya. Darah pun mengucur seperti air yang mengalir.
Andini kemudian membuka lingerie nya dan memperlihatkan seluruh tubuh indahnya kepada Dena.
"Mas, Apa kamu masih sanggup menjamah tubuhku ini? Hahaha" Ucap Andini sambil tersenyum lebar kemudian tertawa lepas.
"A aaa Andini apa nasib Badrun sama sepertiku?"
Tanya Dena sambil terbata-bata.
"Hmmmm kamu dan temanmu memang pantas mas menerima ini."
"Te te tega kamu Andini."
"Ayo mas Ayo sini Jamah tubuhku!. Katanya tadi sudah tidak kuat, Ayo anjing berdiri!" Andini berteriak marah kepada Dena, Bahkan dia menendang kepala juga badan Dena dengan sangat keras berkali-kali.
Setelah beberapa saat, Dena sudah tidak bisa bicara banyak karena kesakitan dan darah yang keluar dari kepalanya juga sudah sangat banyak.
Kemudian, Andini perlahan mencabut pisau yang tertancap di kepala Dena.
Di sini Dena masih Sadar dan menatap Andini dengan penuh dendam, aliran darah pun sudah tidak terbendung.
Tetapi kini Andini makin liar. Tanpa di duga, Kemaluan Dena dipotong oleh Andini sampai terputus. Dena hanya bisa berteriak dan menangis kesakitan.
"Ampun Andini ampun!" Teriak Dena yang kesakitan
Sebelum Dena memejamkan matanya. Andini memegang kemaluannya Dena. Dan di dekatkan ke arah matanya Dena.
"Hahaha Ini kan yang membuat laki-laki menjadi seenaknya terhadap perempuan? Kalau sudah nggak punya ini kamu bisa apa mas bisa apa setaaaan cepetan ngomong bisa apa! Bisa apa kamu melihatku telanjang sekarang? Dasar Anjing cuih."
Andini marah sambil menjambak rambut Dena dan meludahinya.
Dena pun makin tak berdaya, perlahan matanya terpejam dan nafasnya berhenti. Andini pun mendorong kepalanya Dena dengan kakinya. Hingga Dena terjatuh dan mati.
Disitu juga Andini langsung mengambil golok dan memotong semua bagian tubuh Dena.
Andini memasukannya ke dalam kantong plastik sampah. Kemudian Andini menggali tanah di belakang rumahnya tepat di samping kuburannya Badrun, lubang dan ukurannya pun sama.
Sekarang Andini semakin cepat melakukannya karena dia juga sudah tau bagaimana caranya.
Andini mengubur mayat Dena yang sudah hancur berkeping-keping. Kemudian menutupnya dengan dedaunan kering. Karena di belakang juga ada pohon besar yang tiap hari daunnya selalu berguguran.
Andini juga membereskan semua darah yang sangat banyak di kamar mandi. Mungkin itu alasan Andini ingin mengeksekusi Dena dikamar mandi agar gampang membersihkannya.