Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Tak terduga.
"Aduuhh.. tolooong..!!!!!" Pekik Bang Rama saat Bang Fajri memijat kakinya.
"Tahan sedikit lah Baang..!!" Bang Fajri sampai heran karena seniornya yang gagah itu anti di pijat. Di hari Sabtu pagi malah dirinya harus menangani job khusus untuk membereskan kaki Danton Intel yang terkilir.
Disana Dilan, Prada Decky dan Prada Jubair sedang asyik menikmati rujak mangga dengan bahagianya.
"Cabainya lagi, Om." Kata Dilan.
"Awas kalau berani kamu tambahkan..!!" Sambar Bang Rama sembari memercing kesakitan.
"Siaap.. tidak berani, Danton." Jawab Prada Decky.
"Nggak apa-apa, Om." Dilan akhirnya menambahkan sendiri cabainya.
"Deeekk..!!!!!" Nada suara Dilan pun meninggi. "Aaaarrgghhhhh.. pelan Fajriiiiiiiii..!!!!" Bentak Bang Rama sembari menggelinjang kesakitan.
"Ini pelan, Abaaang..!!!!"
Bang Rama menarik kakinya. Meskipun harus sedikit menyeret tubuhnya, Bang Rama berusaha keras untuk mengambil cabai dari kantong plastik di hadapan Dilan.
"Bisa di beri tau atau tidak??????????"
Meskipun Dilan sudah lebih terbiasa dengan Bang Rama tapi tetap dirinya mematuhi suaminya itu. Dilan pun hanya menunduk pasrah.
Disinilah perasaan Bang Rama seakan terbolak balik. Ekspresi wajah sedih dilan itu selalu membuatnya teriris tipis.
"Kenapa selalu memasang wajah andalan mu itu? Apa dengan begitu Abang akan melemah?" Tegur keras Bang Rama padahal memang dirinya selalu tidak tega melihat sedihnya Dilan. Ia pun ikut duduk melantai di samping Dilan.
"Boleh tidak?? Sedikiiiitt saja..!!" Bujuk Dilan dengan wajah memelas.
Bang Rama diam sejenak sampai akhirnya Dilan menggoyang lengannya. "Abaaaang..!!!"
"Ya sudah.. satu biji cabai di bagi delapan. Seperdelapan bagian, tidak ada tawar menawar lagi atau tidak ada cabai sama sekali..!!" Titah Bang Rama.
Wajah Dilan meremang, bagaimana bisa cabai sekecil kuku kelingking masih harus di bagi delapan bagian.
Meskipun harus berurai tangis perkara cabai, akhirnya Dilan pun menurut dan Bang Rama memang harus tegas dan tega demi si jabang bayi dalam kandungan.
...
"Di minum susunya..!!" Bang Rama tak pernah lupa membuatkan Dilan susu meskipun kakinya masih terasa nyeri meskipun keadaan kakinya sudah jauh lebih baik.
Seperti biasa Dilan memalingkan wajahnya, bagai tiada hari tanpa ngambeknya bumil.
"Hari ini Abang buat milkshake strawberry vanilla." Kata Bang Rama.
Dilan masih saja diam dan gaya ngambek seperti inilah yang paling membuat Bang Rama takut.
Perlahan Bang Rama mencondongkan tubuhnya kemudian mengecup puncak kepala Dilan.
"Sebenarnya Abang sayang sama Dilan atau tidak??" Pertanyaan konyol yang sering kali di pertanyakan dalam benak wanita.
"Apakah Abang jahat sekali?? Abang hanya melarang istri Abang makan cabai, bukan memintanya minum racun." Ujar Bang Rama. "Abang baru paham, rupanya persoalan rumah tangga tidak hanya persoalan beli beras saja, tapi soal cabai pun bisa jadi bahan keributan."
"Dilan tanya, Abang sayang betul sama Dilan atau hanya terpaksa????"
"Kamu sendiri.. sulitkah mencintai lajang ngenes ini??"
Kedua bola mata mereka saling bertatapan, penuh makna tersirat hingga terdengar suara ketukan pintu rumah.
Dilan begitu salah tingkah, ia pun beranjak untuk menghindari Bang Rama dan bergegas membuka pintu rumah.
~
cckkllkk..
Pintu terbuka, seketika Dilan terkejut melihat sosok pria di hadapannya. Begitu pula dengan pria di hadapannya itu.
"Dilaaaan..!!!"
"Ngggaaakkk.. nggak... Dilan nggak mauuuuuu...!!!!! Aaaaaaaaaa...!!!" Jerit suara Dilan membuat Bang Rama segera keluar dari kamar.
"Dilaaaann.. dengar dulu penjelasan saya..!!!!" Pria itu begitu kaget melihat perut Dilan yang sudah sangat besar.
Segera Bang Rama mendekap Dilan dan menenangkannya. "Nggak apa-apa..!! tenang dek, ada Abang disini..!!"
"Dilan nggak mau bertemu dia lagi. Dilan nggak mau melayani om-om itu..!!!" Teriak Dilan tak karuan.
"Nggak akan..!! Siapapun yang berani lancang sama kamu, akan Abang hajar habis-habisan..!!" Bujuk Bang Rama.
Om Juan sampai terhuyung beberapa langkah ke belakang. Perasaannya ikut nyeri melihat keadaan Dilan.
Dilan berteriak histeris. Sungguh saat ini dirinya benar-benar ketakutan.
"Kenapa Dilan bisa ada sama kamu??????" Bentak Om Juan.
Tiba-tiba Dilan melemah dalam pelukan Bang Rama. Lelehan berwarna pink muda mengucur dari sela pahanya. "Abaaang, sakiiiiitt.."
Sigap dan tanpa banyak bicara, Bang Rama segera membopongnya.
"Naik mobil Om saja..!!" Saran Om Juan.
Demi menyelamatkan Dilan dan bayinya, Bang Rama pun menekan egonya.
:
Dalam perjalanan, hati Bang Rama begitu gelisah. Dilan menggelinjang tidak tahan dengan rasa sakit.
Bang Rama pun cemas bukan main dan hanya bisa menggenggam tangan Dilan yang meremasnya kuat. Ingin mengintip ke bawah tapi dirinya pun masih ragu.
"Sejak kapan kamu bersama Dilan??? Sungguhkah Dilan benar-benar istrimu???" Tanya Om Juan. Sorot matanya yang basah sungguh menimbulkan banyak tanya. Sepanjang jalan perasaannya pun ikut gelisah
Bang Rama tidak langsung menjawabnya, hatinya masih terfokus pada Dilan.
"Om tanya sama kamu, Rama..!!!!!!"
"Kalau bukan istri saya, lantas apakah Dilan masih menjadi istrimu???????" Bang Rama balik membentak.
"Ada yang harus Om luruskan..!!!"
"Apapun yang akan om katakan, Dilan adalah istri sah saya sekarang..!!!!" Kata Bang Rama.
Om Juan mengerem laju mobilnya secara mendadak. Komandan tinggi itu akhirnya begitu geram berhadapan dengan putra kedua sahabatnya. "Jangan macam-macam kamu, Rama..!!!!" Suasana semakin hening karena mereka sedang berada di kawasan hutan belantara. Jalan terdekat ke arah rumah sakit tentara di pusat kota.
Bang Rama tak peduli dengan perkataan Om Juan. "Saya sudah katakan, jangan menginjak ranah pribadi saya..!!!!"
"Anak itu anak siapa, Ramaaaa??????" Saat ini pikiran Om Juan begitu berantakan.
Dilan kembali meremas tangan Bang Rama dengan kuat. Nafasnya pun mulai tak beraturan.
"Ambil sarung di tas Om. Di jok bagian belakang..!! Di samping alat pancing." Om Juan yang paham situasi memilih untuk menahan diri. Perjalanan cukup jauh apalagi jenis jalan berbatu tidak bisa di perhitungkan atas keselamatan Dilan.
Bang Rama yang paham situasi segera mengambil sarung di bagian belakang.
:
"Dilan nggak mau bertemu dia lagi..!!!"
Om Juan terduduk lemas di luar sana. Mendengar setiap jeritan Dilan membuat hatinya terasa pilu. Sambil memanaskan air, beliau menahan tangis dalam dada sekuatnya.
"Iya.. iyaaaa.. tenang ya, sayang..!!" Sebisa mungkin Bang Rama memberikan ketenangan padahal batinnya tidak bisa tenang.
Om Juan mempersiapkan segala sesuatunya dengan segera.
Keadaan semakin darurat, darah semakin banyak keluar dari tubuh Dilan.
"Abaaang.. di perut Dilan terasa ada yang menekan." Rintih Dilan.
Mau tidak mau, Bang Rama setengah menutup pintu mobil. Tanpa persetujuan dari Dilan, Bang Rama pun segera menangani istrinya.
"Jangan..!!" Cegah Dilan di sela rasa sakitnya.
"Kalau bukan Abang, siapa lagi? Apa kamu ingin mantan suamimu yang membantu?" Ucap tegas Bang Rama.
Dilan terisak-isak. Saat ini tak ada pilihan lain. Yang ia rasakan hanya rasa sakit tak terkira.
.
.
.
.