Aksa harus menelan pil pahit saat istrinya, Grace meninggal setelah melahirkan putri mereka. Beberapa tahun telah berlalu, tetapi Aksa masih tidak bisa melupakan sosok Grace.
Ketika Alice semakin bertumbuh, Aksa menyadari bahwa sang anak membutuhkan sosok ibu. Pada saat yang sama, kedua keluarga juga menuntut Aksa mencarikan ibu bagi Alice.
Hal ini membuat dia kebingungan. Sampai akhirnya, Aksa hanya memiliki satu pilihan, yaitu menikahi Gendhis, adik dari Grace yang membuatnya turun ranjang.
"Aku Menikahimu demi Alice. Jangan berharap lebih, Gendhis."~ Aksa
HARAP BACA SETIAP UPDATE. JANGAN MENUMPUK BAB. TERIMA KASIH.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Lima
Aksa berjalan menuju gudang. Alice dari tadi tak mau makan. Dia terus memanggil Mimi. Aksa dan bibi telah membujuk, tapi tetap bocah itu menangis. Padahal biasanya dia juga ditinggal dengan mama atau ibu mertuanya. Entah mengapa pagi ini dia merengek minta bersama Ghendis.
Aksa membuka pintu gudang. Dia melihat Ghendis yang duduk di sudut gudang dengan memeluk kedua lututnya. Gadis itu tersenyum saat melihat suaminya. Bukannya marah atau menangis. Aksa melihat dengan penuh keheranan.
"Keluarlah ...!" perintah Aksa.
"Kenapa cepat banget? Baru dua jam. Ibu saja pernah mengurungku selama seminggu hanya karena aku tak mau masuk perguruan tinggi sesuai keinginannya. Jadi kau salah memberiku hukuman, lebih dari ini sudah aku rasakan!" ucap Ghendis dengan suara serak menahan sebak di dada.
Ghendis ingat betul, saat ibunya mengurung dirinya seminggu di gudang dan tak boleh kemana-mana sebelum dia setuju mendaftar di kampus yang wanita itu inginkan.
Sejak ayahnya meninggal, Ghendis merasa ibunya semakin membenci dirinya. Hanya ayah yang menyayanginya dengan sepenuh hati. Grace, sang kakak sebenarnya juga sayang. Namun, dia terkadang tampak ada rasa iri pada Ghendis jika adiknya itu juara.
Grace dan Ghendis berbeda dalam prestasi. Jika Ghendis ke akademis, kalau Grace lebih ke prestasi non akademis, seperti model dan akting. Dia memang cantik dan modis.
Aksa terkejut mendengar pengakuan Ghendis. Dia sepertinya tak percaya dengan ucapan gadis itu. Yang dia tahu mertuanya baik dan lembut seperti Grace.
"Jangan membuat cerita bohong. Apa kamu pikir aku percaya. Mana mungkin ibu melakukan itu? Jika pun itu benar, pasti karena kamu yang tak bisa di atur dan membantah semua ucapan ibu!" ucap Aksa dengan suara penuh emosi.
Belum sempat Ghendis menjawab, terdengar suara bocah memanggil namanya dan berlari ke arah gadis itu.
"Mimi ...!" panggil Alice dan berlari ke arah gadis itu duduk.
Ghendis mengembangkan tangannya agar Alice masuk ke dalam pelukan. Tangisnya pecah saat memeluk bocah itu. Salah satu alasan dia menerima pernikahan ini.
"Mimi menangis ...," ucap Alice. Tangan mungilnya menghapus air mata Ghendis.
"Mata Mimi kelilipan," ucap Ghendis berbohong.
"Mimi kenapa di sini?" tanya Alice.
Pertanyaan Alice membuat Aksa terkejut, takut jika Ghendis mengatakan kebenarannya. Dia tak ingin Alice marah.
"Tadi Mimi mau membersihkan gudang ini," jawab Ghendis.
"Mimi, Alice lapar. Mau makan ..."
"Kasihan anak Mimi, lapar ya? Mimi suapin sekarang. Mari kita makan ...." Ghendis bicara dengan suara riang seperti tidak terjadi sesuatu.
Dia lalu berdiri dan menggendong Alice. Aksa memandangi keduanya tanpa kedip. Dia melihat lutut gadis itu yang terlihat memar pasti karena tadi tersungkur saat mendorongnya. Pergelangan tangannya juga terlihat membiru.
Aksa mengusap wajahnya kasar. Dia juga menarik rambutnya frustasi. Melangkah mengikuti Ghendis yang telah lebih dahulu berjalan.
"Apa aku tadi sudah keterlaluan? Aku hanya tak ingin dia kerja, karena aku tahu kekasihnya bekerja satu kantor. Aku tak mau dia membujuk Ghendis untuk meninggalkanku. Alice bisa menangis jika berpisah dari gadis itu. Aku butuh dia untuk putriku," gumam Aksa dalam hatinya.
Menghindari Aksa, gadis itu membawa Alice makan di taman. Saat ini dia tak ingin menatap wajah pria itu. Hatinya masih sangat sakit. Terkadang Ghendis bertanya dalam hati, apa yang membuat Grace begitu mencintai lelaki dingin itu.
Ghendis menyuapi Alice sambil bocah itu main. Tiba-tiba dia berdiri dekat kaki gadis itu. Memegang lututnya yang sakit. Dia sedikit meringis.
"Kaki Mimi sakit?" tanya bocah itu dengan polos.
"Tak apa, Sayang. Mimi sudah biasa merasakan sakit. Lebih dari ini saja Mimi kuat," ucap Ghendis lirih.
Aksa yang berdiri di balik pintu mendengar ucapan Ghendis. Hatinya merasa tertusuk. Dia bertanya dalam hati, kenapa gadis itu selalu mengatakan jika dia telah merasakan kesakitan yang lebih parah, sebenarnya apa yang telah dia alami dan jalani.
"Habis makan, cantiknya Mimi mandi dan setelah itu bobok," ucap Ghendis.
"Alice bobok dengan Mimi," pinta sang bocah.
Ghendis mengangguk sambil tersenyum. Aksa melihatnya dengan tatapan tanpa kedip saat gadis itu mengembangkan senyumnya.
**
Ghendis yang menidurkan Alice ikut tertidur. Dia melewatkan makan siangnya. Tak ingin bertemu dengan pria yang telah menjadi suaminya itu.
Aksa melihat jam telah menunjukkan pukul tiga sore, tapi tak melihat Ghendis turun dari lantai atas ke dapur untuk makan. Pria itu akhirnya melangkahkan kakinya menuju kamar putrinya.
Dengan pelan dia mencoba membuka pintu, ternyata tidak di kunci. Aksa melangkah masuk dan melihat Ghendis tertidur dengan memeluk putrinya. Masih tersisa air mata di pipi gadis itu.
"Sepertinya dia habis menangis. Apakah gadis keras kepala seperti dia masih bisa mengeluarkan air mata?" tanya Aksa dalam hatinya sambil menatap tanpa kedip ke wajah gadis itu.
Tiba-tiba Ghendis menggeliatkan tubuhnya. Aksa langsung berjalan cepat meninggalkan kamar. Tak mau gadis itu tahu jika dia masuk ke kamar sang putri sambil menatap wajahnya.
Ghendis bangun dan melihat ke samping, tenyata sang ponakan masih terlelap dalam alam mimpinya. Dia bangun dan berjalan menuju jendela. Menatap pemandangan di luar dengan perasaan yang sedih. Air matanya tak bisa di bendung lagi. Jatuh membasahi pipinya.
"Sebenarnya apa rencana-Mu Tuhan. Aku rasanya ingin menyerah dengan ujianmu ini. Mentalku benar-benar terkuras. Jiwaku tidak sedang baik-baik saja. Aku memendam semuanya tanpa seorangpun yang mengetahui keadaanku. Mereka tertipu dengan senyum manisku, wajah ceriaku, dan dengan tawaku. Kepalaku hampir pecah dan aku benar-benar lelah. Rasanya ingin berhenti sejenak untuk bernapas dengan lega," gumam Ghendis pada dirinya sendiri. Air matanya turun dengan deras membasahi pipinya.
Cukup lama Ghendis menangis. Tak ingin seorang pun tahu kerapuhan dirinya sehingga gadis itu memilih kuat dihadapan orang walau sebenarnya dia rapuh.
"Jangan menangis walau masalahmu berat. Anggap saja itu pelajaran yang membuat dirimu semakin kuat. Ingatlah, akan ada senyuman setelah air mata. Karena tidak akan ada perjuangan yang sia-sia. Tetaplah jaga hatimu agar tidak lagi disakiti," ucap Ghendis pada dirinya sendiri dengan mengusap air matanya dengan kasar.
Pintu kamar itu di buka secara perlahan oleh seseorang, membuat lamunan Ghendis buyar. Saat pintu telah terbuka lebar, tampak mama Aksa berdiri di balik pintu. Wanita itu masuk dan tersenyum dengannya.
Ghendis berjalan menyusul ibu mertuanya. Menyalami dan mencium tangannya. Ibu membalas dengan mengusap pucuk kepala menantunya itu. Mama Reni, mamanya Aksa sangat berbeda dengan anak prianya. Wanita paruh baya itu sangat lembut. Mereka duduk di sofa dekat jendela.
"Ghendis, apakah Aksa memperlakukan kamu dengan baik atau dengan kasar?" tanya Mama Reni.
cantik gini ko di jahatin to Aksaa..
awas yoo.. nanti bucin looh
handuk mana hajduuuk😫😩😩😩😩😩
baca cerita Gendist ...
terasa semakin sakit di hati
hatiku ikut sakit