Jadi Ayahku Ya Om!
" Ibu, tok Aga ndak pelnah dijemput sama diantel Ayah sih talau setolah. Temen-temen Aga tuh temuanya ada ayahnya. Tok Aga ndak?"
Bukan hanya sekali bocah lelaki kecil itu berkata hal demikian perihal pria yang membuatnya ada di dunia ini. Dan bukan hanya sekali ini juga Dara menahan air matanya setiap sang putra menanyakan keberadaan mantan suaminya.
Dara Neana Pramesti, wanita berusia 30 tahun tersebut harus selalu menahan rasa sakit hatinya setiap Agastya Virendra atau Aga mencari ayahnya. Pria yang dulu pernah ada dalam hatinya dan ia cintai itu kini ia sangat membencinya karena meninggalkan dirinya dan anaknya yang bahkan usia Aga belum genap setahun.
Menyesalkan ia menikah dengan pria itu? Ya, mungkin saat itu Dara menyesal, tapi setiap dia melihat putranya, rasa sesal itu berubah menjadi syukur. Dia amat sangat bersyukur karena Aga merupakan malaikat kecil yang sudah dikirim oleh Tuhan untuknya.
" Ayah Aga pergi ke tempat yang jauh, dan Ibu juga ndak tahu dimana. Ya udah bobok yuk, besok kan harus sekolah."
Hanya itu yang Dara bisa katakan kepada Aga. Dia tentu tidak bisa mengatakan hal yang sebenarnya bahwa ayah dari anaknya pergi meninggalkan mereka dengan wanita lain. Cukup dirinya saja yang sakit hati, dan jangan dengan putranya.
Hanya butuh waktu beberapa menit Aga sudah terlelap. Sebuah ciuman selamat malam Dara labuhkan di kening sang putra. Dengan hati-hati, Dara merangsek turun dari ranjang dan keluar dari kamar.
" Pak," ucap Dara terkejut saat mendapati sang ayah yang berdiri di depan pintu. Rupanya lagi-lagi ayahnya mendengarkan kelurahan sang cucu. Sakit hati yang dirasakan Dara ternyata juga dialami oleh Pramono. Ayah mana yang tidak sakit hatinya dan marah melihat putrinya disia-siakan seperti itu. Namun Pram tidak berdaya, mengingat dirinya hanyalah orang biasa tanpa punya kuasa dan kedudukan.
" Maafin Bapak ya nduk, Bapak ndak bisa belain kamu. Bapak ndak bisa berbuat apapun. Dan kini kalian berdua harus hidup seperti ini."
Air mata Pram luruh, dia sungguh tidak kuasa setiap mengingat betapa menderitanya sang putri satu-satunya. Ditambah lagi cucunya semakin besar semakin pintar. Pertanyaan perihal ayah tidak hanya Aga tujukan kepada Dara tapi kepada Pram juga.
" Pak, ini bukan salah Bapak. Ini adalah salahku karena salah mencari suami, ini adalah salahku karena terlalu cepet percaya dengan pria bajingan seperti itu. Jadi Bapak nggak usah menyalahkan diri sendiri. Mungkin memang takdirku begini Pak. Lagi pula aku sudah bahagia dengan cukup hidup bersama Bapak dan Aga."
Tidak, tidak seperti itu yang ada dalam pikiran Pram. Semua itu ada salah dirinya yang andil di dalamnya. Perasaanya yang tidak nyaman dulu saat pria itu mendekati Dara hingga mereka menikah, ia abaikan karena Dara terlihat begitu bahagia. Namun semuanya terbukti ketika Dara melahirkan dan puncaknya setelah usai Aga lebih dari 6 bulan.
Percekcokan hingga tangan yang membekas di pipi Dara menjadi bukti bahwa pria itu benar-benar bajingan bangsat. " Kembalikan putriku, aku nggak butuh pria sepeti bajingan menjadi pendamping dari putriku!"
Dengan keadaan murka, Pram mengacungkan tongkatnya ke arah wajah dari Davka Hirawan. Nama pria itu pun enggan sekali ia sebutkan. Dan belum genap usia Aga satu tahun, Dara dan Davka resmi berpisah tanpa pernah sekalipun Davka memberikan nafkahnya untuk Aga hingga usia Aga kini 4 tahun.
Tapi Dara sama sekali tidak pernah menuntut, adanya Aga bersama dirinya saja sudah cukup. Hak asuh sepenuhnya didapat olehnya, dan itu sudah lebih dari apa yang ia inginkan. Dara tidak peduli perihal Davka yang tidak memberi nafkah barang serupiah pun bagi putranya karena meskipun tidak banyak, dia masih bisa memberikannya.
Malam berlalu berganti pagi. Sambil bersiap sendiri, Dara juga menyiapkan putranya. Hari ini KB ( kelompok bermain) dan TK ( taman kanak-kanak) dimana Aga sekolah akan mengadakan darma wisata. Usia Aga 4 tahun, dia akan pindah dari KB ke TK dan darma wisata ini merupakan kegiatan yang dilakukan setahun sekali. Awalnya Dara tidak ingin ikut, tapi melihat Aga yang antusias akhirnya Dara pun mengalah izin dari tempat kerjanya.
" Apa ini Pak?"
" Itu bekal buat Aga sama kamu buat nanti di jalan."
Dara tersenyum, Pram mengambil alih pekerjaan ibu rumah tangga selama ini. Sudah sejak dari Dara SMA, Pram yang berhenti kerja karena mengalami kecelakaan kerja saat di pabrik dulu harus banting stir. Dia akhirnya menjadi pembuat nasi box atau apa saja makanan yang biasa dipesan, bisa dikatakan Pram mempunyai usaha catering kecil-kecilan.
" Ini nanti kemana aja nduk?"
" Jatim Park sama Museum Angkot pak."
" Tatek ... Tatek ... Aga mau lihat hewan-hewan nanti. Aga mau lihat halimau."
Aga sungguh terlihat antusias membuat Dara dan Pram tersenyum lebar. Bagi keduanya, saat ini kebahagiaan Aga adalah prioritas utama.
Semuanya sudah siap, Dara menyalakan motornya menuju ke sekolah. Ia sungguh berharap hari ini akan menjadi hari yang paling menyenangkan untuk Aga. Sudah lama juga ia tidak membawa Aga keluar berjalan-jalan. Semua itu karena kesibukannya bekerja di sebuah perusahaan swasta sebagai seorang asisten manager bagian pemasaran. Terkadang hari Minggu saja dia harus masuk untuk bekerja.
" Waah Bu, busnya banyaaa ... Aga suta naik bus."
" Iya nanti kita naik bus kok. Nah itu Bu Guru, ayo sapa dulu,"
Dengan langkah riang, Aga menghampiri gurunya. Dara juga menjabat tangan Bu guru yang selama setahun ini mengajar Aga. Tampak wajah-wajah bahagia dari semua anak. Tapi tiba-tiba Aga terlihat murung. Dara sampai mengerutkan alisnya karena perubahan wajah Aga.
" Aga kenapa sayang, apa badannya nggak enak?"
Aga menggeleng, bocah laki-laki itu menunduk dalam melihat ujung sepatunya.
" Sayang, anak Ibu tadi kan udah happy mau piknik, kok sekarang jadi murung gini. Kenapa hmm?" Dara mengulang lagi pertanyaannya. Terkadang ia juga masih sulit menebak apa yang dirasakan oleh putranya itu.
" Aga mau taya temen-temen. Piknik sama ibu dan ayah. Aga sedih, talena Aga ndak punya Ayah yang itut pitnik."
Degh!
Shaaaah
Dada Dara langung sesak. Anaknya meskipun masih belum jelas cara bicaranya namun memiliki pemikiran yang jauh. Diusianya yang menginjak 4 tahun kemarin, dia selalu sibuk menanyakan keberadaan ayahnya. Penjelasan Dara perihal Devja rupanya masih belum diterima oleh Aga.
" Tok ayah pelgi sih Bu? Ayah ndak suta ya sama Aga? Aga natal ya, jadi Ayah pelgi."
Rasanya Dara ingin menangis sekarang ini, matanya bahkan sudah berembun. Tapi sebisa mungkin dia menahan hatinya itu. Hal yang saat ini bisa dilakukan hanyalah meraih tubuh putra kecilnya kedalam pelukannya dan menenangkannya.
" Aga anak ibu yang paling pinter dan sholih, Aga juga nggak nakal. Aga anak baik. Ayah yang nggak tahu betapa baiknya Aga. Sudah di sini ada Ibu kan, jadi Aga nggak perlu lagi sedih. Ibu selalu ada untuk Aga dan nggak akan pernah ninggalin Aga."
" Ote, janji ya."
Dara lega, rupanya Aga sudah tidak merengek perihal mengapa ayahnya tidak ada. Sungguh ia tidak menyangka bahwa pada situasi ini Aga akan seperti itu. Ini adalah hal yang normal mungkin mengingat beberapa murid lainnya datang bersama orang tua yang lengkap.
" Maafkan Ibu sayang."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Eli Elieboy Eboy
𝚙𝚎𝚗𝚊𝚜𝚊𝚛𝚊𝚗 𝚜𝚊𝚖𝚊 𝚜𝚒𝚗𝚘𝚙𝚜𝚒𝚜𝚗𝚢𝚊 𝚓𝚍 𝚕𝚊𝚗𝚓𝚞𝚝 𝚝𝚛𝚞𝚜 𝚋𝚊𝚌𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚋𝚒𝚊𝚛 𝚐𝚊𝚔 𝚝𝚎𝚛𝚋𝚊𝚠𝚊 𝚖𝚒𝚖𝚙𝚒
2024-10-08
0
Soraya
mampir thor
2024-10-02
0
komalia komalia
kisah siapa niih
2024-10-01
0