Setelah 3 tahun bercerai dengan Dimas Anggara. Anna Adiwangsa harus kembali ke kota yang menorehkan banyak luka. Anna dan Dimas bercerai karena sebuah kesalah pahaman. Tanpa di sadari, ke duanya bercerai saat Anna tengah hamil. Anna pergi meninggalkan kota tempat tinggalnya dan bertekad membesarkan anaknya dan Dimas sendirian tanpa ingin memberitahukan Dimas tentang kehamilannya.
Mereka kembali di pertemukan oleh takdir. Anna di pindah tugaskan ke perusahaan pusat untuk menjadi sekertaris sang Presdir yang ternyata adalah Dimas Anggara.
Dimas juga tak menyangka jika pilihannya untuk menggantikan sang ayah menduduki kursi Presdir merupakan kebetulan yang membuatnya bisa bertemu kembali dengan sang mantan istrinya yang sampai saat ini masih menempati seluruh ruang di hatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
"Hei bro!" sapa mas Dimas pada dokter pria yang duduk di kursinya. Mas Dimas menarik 2 kursi di hadapan dokter tersebut.
Aku mengerutkan keningku, dan duduk di sebelah mas Dimas. Dokter itu tidak menatapku dan mas Dimas, matanya masih fokus pada berkas di tangannya.
"Mau ngapain sih Lo kesini, kalo mau ngajak dugem nggak bisa, gw sibuk!" ucapnya. Lalu kembali fokus pada berkas di tangannya.
"Ck! Gw mau periksain istri. Bulan kemarin nggak datang bulan." Jawab mas Dimas. Dokter itu langsung mendongakkan kepalanya dan menatap kearahku.
"Astaga! Maaf-maaf, saya nggak melihat jika Dimas bersama istrinya." ucapnya lalu mengulurkan tangannya padaku. Aku tersenyum dan menjabat tangannya.
"Nggak papa dok, memangnya mas Dimas nggak daftar tadi?" ucapku, lalu mengalihkan atensiku pada pria di sampingku.
"Daftar sayang! Cuma dia ini sombong." jawab mas Dimas. Aku hanya menggelengkan kepalaku.
"Kamu Anna kan?" tanya dokter tersebut.
Aku mengangguk, dan mengerutkan keningku. "Iya. Kita kenal?" tanyaku penasaran.
"Hahaha! Kamu lupa ya sama dia, dia ini Brian sayang, kuliah di kampus yang sama sama kita, satu angkatan juga. Cuma dia dari fakultas kedokteran." mas Dimas menjelaskan padaku.
Aku menatap pria di depanku, dan mengingat-ingat masa kuliah dulu. "Brian Dominic?" tanyaku.
Pria itu tersenyum dan melepaskan kacamata yang di pakai, lalu mengangguk. "Sudah ingat?" ucapnya.
"Astaga! Jadi kamu Brian toh. Ternyata banyak berubah, pantas saja aku pangling."
"Aku tambah ganteng kan!" ucapnya kepedean.
"Tambah ganteng tapi nggak laku buat apa!" timpal mas Dimas.
"Jadi kamu sampe sekarang masih sendiri?" tanyaku penasaran.
"Yah beginilah!" ucapnya lalu menggedikan bahunya.
"Dia ini dulu suka sama mahasiswi dari fakultas ekonomi sayang, tapi nggak berani ngungkapin. Pas aku suruh nembak, katanya udah keduluan. Sampe sekarang masih nungguin. Padahal perempuan itu sudah menikah!" kata mas Dimas.
Mataku melebar mendengar perkataan mas Dimas. "Haah, fakultas ekonomi? Siapa namanya Bri, mana tau aku kenal. Kenapa nggak bilang dari dulu. Kan aku juga ekonomi, aku bisa bantu kamu buat Deket sama cewek itu." kataku, aku dulu juga jurusan ekonomi saat kuliah. Rasanya sangat kesal karena Brian tidak memberi tahuku, kalau dia memberi tahukan aku, mungkin aku bisa membantu Brian.
Brian terkekeh dan menopang dagunya dengan telapak tangannya. "Dia sudah menikah, dan memiliki anak. Dan mungkin akan memiliki anak lagi. Sudah lah, dia sudah bahagia dengan keluarganya."
Aku merasa iba mendengar jawaban Brian. Pasti sakit memendam cinta sampai sekarang.
"Aku sudah bilang sama dia dulu, kalau dia nggak gerak cepat bisa kalah. Ternyata benar kan."
"Kamu tau mas siapa perempuan itu?"
"Aku juga nggak tau, dia nggak mau ngasih tau!"
"Hahaha! Kau benar Mas, aku menyesal karena menahan diri untuk tidak berpacaran sebelum menjadi dokter, setelah lulus dan menjadi dokter malah dia sudah dengan pria lain, tak lama kemudian mereka menikah. Sudah tidak ada lagi kesempatanku." jawaban Brian penuh dengan keputus asaan. Aku merasa kasihan padanya. Senyumnya seperti menyimpan luka di hati nya.
"Aku harap kamu bertemu dengan wanita baik-baik yang bisa mencintaimu dengan tulus Bri." kataku tulus.
"Hmm! Jika memang wanita itu jodohmu, pasti akan bersamamu. Tapi itupun kalau kamu mau sama janda sepaket, mana tau suaminya nggak panjang umur kan hahahha!" Mas Dimas sangat menyebalkan, mana boleh mengatakan hal seperti itu. Aku mencubit perutnya dengan kuat.
"Aduuh, aduuh. Sakit sayang!"
"Mas ngomong apaan sih, nyumpahin orang jadi janda, nggak baik ngomong gitu. Biar Brian dapat kan wanita lainnya yang lebih baik. Jangan membuatnya mengharapkan istri orang lain." kataku kesal.
"Iya sayang maaf."
"Anna benar Mas, aku tidak boleh mengharapkan istri orang. Hanya saja aku belum bisa membuka hatiku untuk wanita lain."
"Terserah mu saja Bri. Sebaiknya kau periksa istriku sekarang. Kasihan pasienmu yang lainnya." kata mas Dimas.
"Ya sudah, sekarang kamu tidur di sana An!" Brian memerintahkan ku untuk tiduran diatas ranjang pasien.
Seorang asisten wanita membantuku. Aku menatap layar LCD yang tertempel di dinding.
"Apa Anna hamil Bri?" tanya mas Dimas tak sabar.
Brian tersenyum menatapku, aku melihat tatapannya yang sangat dalam. Tapi merasa tidak nyaman dengan tatapannya. Dan membuang muka kearah lain.
"Iya, Anna hamil. Usianya masih 5 Minggu." kata Brian.
Aku kembali menatap Brian. "Benarkah?" tanyaku. Ia tersenyum dan mengangguk.
"Alhamdulillah!" mas Dimas mengusap wajahnya. Aku melihat raut bahagia dari wajah mas Dimas.
"Usianya masih 5 Minggu, masih rawan, sebaiknya bedrest sampai usia 12 minggu." lanjut Brian.
Aku dan mas Dimas mengangguk setuju. Setelah melakukan pemeriksaan USG. Aku kembali duduk di sebelah mas Dimas.
Entah mengapa aku melihat tatapan Brian padaku sedikit berbeda, sangat dalam dan tulus. Aku merasa tidak enak saat Brian menatapku dengan intens.
"Bro, apa masih boleh ML?" pertanyaan mas Dimas membuatku malu. Tapi memang hal itu harus di tanyakan. Mengingat saat aku hamil Yessa, aku dan mas Dimas berpisah.
Ku dengar Brian terkekeh dan menutup mulutnya. Ia kembali menatapku dengan tatapan yang sendu.
"Dasar mesum!" balas Brian.
"Kalau aku tidak mesum, mana mungkin bisa membuat Anna hamil 2 kali." jawab mas Dimas. Aku memukul lengan mas Dimas karena merasa kesal.
Plak.
"Sudah Bri, jawab saja pertanyaannya. Kasihan pasienmu yang lainnya. Ini sudah malam." kataku menyela. Aku tidak ingin berlama-lama berada disini. Kasihan dengan pasien yang lainnya.
"Hmm! Tidak boleh berhubungan sampai trimester 2." jawab Brian. Aku dan mas Dimas sama-sama membulatkan mata mendengar pernyataan Brian.
"Trimester 2 itu berapa bulan?" tanya mas Dimas penasaran.
"5 bulan, setelah usia kandungannya 6 bulan baru boleh berhubungan lagi. Trimester pertama masih sangat rentan. Aku takut kau mengancam embrio itu."
"Edan! Itu sangat lama Bri." protes mas Dimas.
Brian hanya menggedikan bahunya dan menyandarkan bahunya malas di kursi. "Memang begitu aturannya. Kalau kau ingin Anna keguguran lakukanlah." jawab Brian santai.
"Ck! Ya sudah, Kalo gitu gw pulang." kata suamiku. Mas Dimas menarik tanganku pelan. Aku menunduk sopan untuk berpamitan pada Brian.
"Baiklah, jangan lupa bulan depan kontrol lagi, aku sudah catatkan waktunya di buku kontrol." kata Brian, lalu menyodorkan buku kontrol dan resep yang sudah ia tuliskan.
"Hmm!" mas Dimas hanya berdehem menjawab ucapan Brian. Brian hanya terkekeh saja.
Aku tau mas Dimas kesal pada Brian, karena melarang kami melakukan hubungan suami istri sampai usia kandunganku 5 bulan. Mungkin aku akan memberikan pengertian pada mas Dimas nanti.
Aku dan mas Dimas keluar dari dalam ruang praktik Brian, lalu menuju ke bagian farmasi.
"Sayang, kamu tunggu sini sebentar ya. Aku tebus vitamin nya dulu." kata mas Dimas.
Aku mengangguk setuju dan duduk di depan ruang praktik Brian.
Ruang farmasi tidak terlalu jauh dari sini.
Aku kembali mengingat momen saat aku mengandung Yessa beberapa tahun lalu. Saat itu dokter kandunganku mengatakan boleh melakukan hubungan suami istri, selama hamil. Kecuali kandunganku lemah, tadi Brian mengatakan jika kandunganku sehat dan baik-baik saja. Tapi mengapa dia melarang kami berhubungan suami istri.
"Apa mungkin dokter kandungan berbeda-beda ya." gumamku sendiri. Aku tidak tau jadi aku mengira mungkin setiap dokter kandungan memiliki pertimbangannya masing-masing terhadap pasiennya.
"Ayo sayang." mas Dimas sudah berdiri di hadapanku dengan bungkusan plastik putih di tangannya.
"Sudah ya mas!"
"Sudah sayang. Kita langsung pulang ya."
"Aku ingin jus jambu merah mas!"
"Hahaha! Baiklah, sepertinya bumil sedang mengidam. Kita cari jus jambu sebelum pulang ke rumah ya." kata mas Dimas, dan menggamit pinggangku.
Aku benar-benar merasa senang karena kehamilan yang ke 2 bisa bersama mas Dimas.
semoga Othor nya beri kesempatan Dimas segera bisa bangun dan pulih kembali yaaa 👍😢