Lisna seorang istri penyabar dan tidak pernah mengeluh pada sang suami yang memilih menganggur sejak tahun ke tiga pernikahan mereka. Lisna dengan tulus menjadi tulang punggung keluarga.
Setelah tujuh tahun pernikahan akhirnya sang suami terhasut omongan ibunya yang menjodohkannya dengan seorang janda kaya raya. Dia pun menikahi janda itu atas persetujuan Lisna. Karena memang Lisna tidak bisa memberikan suaminya keturunan.
Namun istri kedua ternyata berhati jahat. Dia memfitnah Lisna dengan mengedit foto seakan Lisna sedang bermesraan dengan pria lain. Lagi lagi suaminya terhasut dan tanpa sadar memukul Lisna bahkan sampai menceraikan Lisna tanpa memberi kesempatan Lisna untuk menjelaskan.
"Aku pastikan ini adalah air mata terakhirku sebagai istri pertama kamu, mas Fauzi." Ujarnya sambil menghapus sisa air mata dipipinya.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Saksikan di serial novel 'Air Mata Terakhir Istri Pertama'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Siapa gadis kecil itu??
Pukul 10 pagi.
Lisna sedang di luar kantor. Dia diperintahkan Mirna menjemput putranya di TK tempatnya sekolah. Kebetulan Mirna tidak sempat menjemput putranya itu.
"Alhamdulillah aku tidak telat. Sepertinya anak anak baru saja keluar dari kelas mereka." Gumam Lisna yang baru saja tiba di parkiran depan gedung TK.
Saat dia hendak melangkah tiba tiba mobil Wulan yang dikemudikan Fauzi melintas dan parkir tepat di depan pagar.
Lisna celingukan melirik jauh kedepan sana untuk memperhatikan apakah Ridho putra Mirna sudah keluar apa belum, tapi mobil Wulan menghalangi pandangannya.
Pintu mobil itu terbuka, Fauzi keluar dari mobil dan tanpa melirik kiri kanan langsung melangkah menghampiri seorang gadis kecil yang cantik dan imut.
"Mas Fauzi."
Lisna tidak memanggil, dia hanya menyebut nama suaminya itu. Langkahnya dia percepat untuk menghampiri suaminya, tapi terhenti saat mendengar gadis kecil itu memanggil Fauzi dengan sebutan papa.
"Papa kok sendilian… mama mana?" Tanya Queen celingukan karena tidak melihat keberadaan mamanya.
"Mama ada kerjaan yang nggak bisa di tinggal. Jadi papa saja yang menjemput Queen."
Mendengar cara bicara Fauzi dengan gadis kecil itu yang membahas tentang mamanya, membuat hati Lisna hancur. Kakinya terasa lemas, tangannya bahkan sampai gemetar, mulutnya ingin berteriak memanggil Fauzi, tapi rasanya lidahnya membeku seketika.
"Ayok kita pulang.." Ajak Fauzi.
Saat Fauzi berbalik arah untuk menuju mobilnya sambil memapah tangan mungil Queen, maka saat itu juga Lisna berbalik membelakangi Fauzi. Dia mencoba agar Fauzi tidak menyadari kehadirannya.
"Cantikpnya papa mau beli ice cream dulu, tidak?"
"Mau mau.. mau yang banyak ya papa."
"Iya, Queen boleh beli ice cream yang banyak."
Interaksi Fauzi dengan Queen sangat manis, namun itu membuat hati Lisna hancur berkeping keping.
Siapa gadis kecil itu, mas? Apa dia anakmu dengan wanita lain.. apa selama ini kamu mengkhianatiku, mas.. Ya Allah, rasanya sakit sekali.
Perlahan Lisna mulai melangkah masuk ke perkarangan sekolah tanpa berani berbalik arah untuk melihat Fauzi yang sudah menyetir mobil kembali meninggalkan perkarangan sekolah.
"Tante, Lis.." Teriak Ridho sambil melambaikan tangan kearah Lisna yang hanya menatap datar ke depan.
"Tante.. aku disini.. tante Lisna…"
Ridho akhirnya berlari menghampiri Lisna dan dia menyentuh tangan Lisna hingga membuat Lisna tersadar.
"Ridho, sayang." Sapanya saat melihat wajah mungil itu mendongak untuk menatapnya.
"Tante kenapa sedih?" Tanya Ridho kahawatri.
Lisna mnyapu sedikit air mata yang tidak benar benar menetes dari pelupuk matanya. Dia berjongkok dihadapan si kecil.
"Bagaimana hari ini, ganteng?"
Lisna mencoba mengalihkan suasana hatinya yang kacau dengan mengajak Ridho mengobrol.
"Menyenangkan, tante. Tadi ada lomba menggambal… telus aku sama Queen satu kelompok. Kami menang tante…"
Begitu semangat Ridho menjelaskan, dan Lisna hanya tersenyum menanggapi ocehan si kecil. Entah mengapa saat mendengar Ridho menyebut nama Queen, Lisna teringat saat Fauzi memanggil nama gadis kecil yang memanggilnya papa juga dengan nama Queen. Sontak saja mata Lisna kembali berkaca kaca.
"Tante sedih ya.."
Tanpa perlu instruksi dari siapapun, Ridho menghapus air mata yang sudah menetes di pipi Lisna menggunakan jari jari mungilnya.
"Maukah Ridho memeluk tante? Tante sangat sedih hari ini.."
Ridho langsung melingkarkan tangannya di leher Lisna dan Lisna yang sudah tidak bisa menahan tangisannya pun akhirnya menagis tersedu sedu di balik punggung mungil Ridho. Tangan mungil si kecil itu mengusak lembut punggung Lisna seakan mencoba menenangkan Lisna.
*
*
*
Lisna sudah tiba di kantor, dia mengantar Ridho ke ruangan Mirna. Tapi ternyata Mirna belum kembali dari pertemuannya dengan klien.
"Oow, mama sepertinya belum selesai tugasnya. Bagaimana kalau Ridho ikut ke tempat tante bekerja saja." Lisna mengajak Ridho ikut ke ruangannya.
"Iya, tante. Aku ikut tante saja dulu. Tapi, aku lapal.." Kedua tangannya memegangi perutnya.
"Ridgo lapar, ya? Mau makan apa, tante beliin.."
"Mmm.. sosis sama susu coklat."
"Ya sudah, kita beli dulu yuk kedepan.."
Lisna menggandeng tangan mungil Ridho untuk berjalan ke depan menuju alpamart di seberang jalan sana.
Mereka menyeberang jalan dengan sangat hati hati, hingga tiba di alpamart. Ridho memilih sendiri apa yang mau dibelinya. Tidak lupa, ridho juga membelikan susu stoberi untuk Lisna.
"Ini untuk tante.. jangan sedih lagi ya tante.."
Perlakuan Ridho sangat manis, membuat Lisna terharu dan bertambah gemas.
"Terimakasih sayang."
"Tante, boleh tidak kalau aku beli satu lagi sosisnya?"
Lisna melirik satu sosis di tangan kiri Ridho, sementara susu coklat di tangan kananya. Si kecil itu hanya mengambil apa yang disebutkannya beberapa saat lalu tampa berani mengambil jajan lainnya.
"Ridho tunggu disini, ya. Tante yang ambilkan sosisnya."
Langkah Lisna menuju rak sosis. Dia mengambil dua lagi sosis instan, susu coklat satu dan oreo kemasan sedang satu. Tidak lupa, Lisna juga menambahkan dua ice crem cup coklat kesukaan Ridho.
"Nih tante juga beliin ice cream buat si ganteng."
"Makasih tante."
Lisna pun segera membayar belanjaan, lalu mereka kembali ke kantor.
Begitu tiba di kantor, rupanya Mirna juga sudah kembali ke kantor. Dia langsung memberi pelukan pada putranya itu.
"Makasih ya Lis, sudah jemput Ridho. Mana pake biliin jajan segala juga.."
"Biasa saja, mbak." Lisna mengusak lembut kepala Ridho.
"Aku kembali ke ruanganku ya mbak. Mau lanjut kerja."
"Iya silahkan. Maaf ya Lis, malah ngerepotin."
"Iih mbak apaan sih, biasa aja kali mbak."
Sebentar Lisna menatap kearah Ridho, lalu dia melambaikan tanganya saat kakinya benar benar melangkah menjauh dari Ridho dan Mirna.
Saat Lisna sudah tidak terlihat, Mirna pun langsung mengajak Ridho untuk ke ruangannya.
"Mama, tadi waktu jemput aku tante Lisna nangis loh.." Tuturnya sambil melangkah mengikuti mamanya.
"Nangis?"
"Iya ma. Tante Lisna nangis."
"Kenapa Lisna nangis? Apa dia ada masalah kali ya."
"Tidak tahu ma." Jawab Ridho dengan polosnya. Padahal Mamanya tidak bicara dengannya, Mirna hanya bergumam sendiri.
"Tante Lisna sampai minta dipeluk sama aku loh ma. Tangisannya lama dan ail mata tante Lisna juga banyak." Tuturnya menceritakan saat tadi Lisna menangis.
"Mungkin tante Lisna sedang sedih sayang. Atau mungkin tante Lisna malah sedang bahagia."
"Tidak mungkin bahagia, mama. Nangis itu tandaya bersedih. Jadi tante Lisna nangis pasti kalena sedih."
Mirna gemas mendengar celoteh putranya. Akhirnya dia berjongkok menatap kedua bola mata bening putranya.
"Tidak semua tangisan itu menunjukkan bahwa seseorang sedih, sayang. Aka kalanya orang orang menangis karena bahagia juga loh." Jelas Mirna dengan sangat pelan, tegas dan hati hati agar mudah dipahami oleh putranya.
"Jadi, nangis itu tidak selalu kalena bersedih ya, ma?"
"Betul. Anak mama pintar." Mirna memberikan ciuman manis di kening Putranya yang berhasil membuat hangat tubuh dingin si kecil itu.
uh..ampun dah..
biarkan metrka berusaha dengan keangkuhanya dulu