Novel ini diilhami dari kisah hidup Nofiya Hayati dan dibalut dengan imajinasi penulis.
🍁🍁🍁
Semestinya seorang wanita adalah tulang rusuk, bukan tulang punggung.
Namun terkadang, ujian hidup memaksa seorang wanita menjadi tangguh dan harus terjun menjadi tulang punggung. Seperti yang dialami oleh Nofiya.
Kisah cinta yang berawal manis, ternyata menyeretnya ke palung duka karena coba dan uji yang datang silih berganti.
Nofiya terpaksa memilih jalan yang tak terbayangkan selama ini. Meninggalkan dua insan yang teramat berarti.
"Mama yang semangat ya. Adek wes mbeneh. Adek nggak bakal nakal. Tapi, Mama nggak oleh sui-sui lungone. Adek susah ngko." Kenzie--putra Nofiya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 3 Menjemput Pacar
Happy reading 😘
Hari ini ada yang berbeda dengan Zaenal dari segi penampilan dan pancaran di wajahnya.
Zaenal tampak happy dan bersemangat, hingga membuat para maid menatap heran dan melontarkan tanya di dalam hati.
Sambil bersiul, Zaenal mulai melajukan Honda Jazz berwarna merah dan meninggalkan tunggangan kesayangannya di garasi.
Zaenal sengaja mengendarai mobil untuk menjemput Sang Kekasih.
Bukan berniat pamer atau ingin mengambil hati kedua orang tua Nofiya, melainkan untuk memberi rasa nyaman dan aman pada kekasih hatinya itu.
Ia tidak ingin, Nofiya kepanasan apalagi kehujanan. Ia juga tidak ingin, Nofiya merasa tak nyaman jika membonceng kuda besinya karena jarak antara kampus dengan rumah Nofiya lumayan jauh.
Sweet banget 'kan ....
Honda Jazz yang dikendarai oleh Zaenal melaju cepat--membelah kepadatan kota Malang.
Zaenal sungguh tidak sabar untuk sampai di desa tujuan dan bertemu dengan Nofiya, melepas rindu yang saat ini memenuhi ruang kalbu.
"Fi, Aa' datang --" ucapnya diiringi sebaris senyum kala roda mobilnya menginjak halaman rumah Nofiya dan berhenti menggelinding.
Tanpa menanggalkan kaca mata hitam yang bertengger di wajah, Zaenal keluar dari dalam mobil.
Handsome ....
Penampilan Zaenal kali ini sukses menghipnotis sekumpulan emak-emak yang tengah bergibah ria di halaman rumah Nofiya, tak terkecuali Seruni--mama tiri Nofiya.
Sepersekian detik, sepasang mata mereka tak berkedip. Bibir mereka menganga. Hati mereka memuji pesona Zaenal yang tidak bisa dinafikan.
"Jeng, siapa pemuda itu? Sumpah, ganteng banget. Mirip mantan pacarku, Anjasmara, " ujar Ratmi sambil menyenggol pundak Seruni.
"Mana aku tau?" Seruni tidak menoleh sedikit pun ke arah Ratmi. Ia merasa tak rela mengabaikan pesona seorang Zaenal. Jarang-jarang ada pemuda berparas rupawan yang kesasar di kampungnya.
"Jangan-jangan, pemuda tampan itu pacar Nofiya, Jeng --" tebak Marsinah dan langsung dipangkas oleh Seruni.
"Nggak mungkin lah! Anak tiriku petakilan, wajahnya juga nggak cantik. Mana ada pemuda tampan yang mau jadi pacarnya."
"Eh, jangan salah! Petakilan begitu malah banyak yang suka. Salah satunya Si Aji, anak Pak Dirjo. Dia ngebet banget pingin jadi pacarnya Fiya." Siti yang sedari tadi diam tak mau kalah dan turut bicara.
"Halah, cuma si Aji." Seruni terlihat jengah. Ia tidak rela jika anak tirinya dibela apalagi dipuji.
Seruni lantas berjalan dengan langkah lebar menghampiri Zaenal yang sudah berdiri tepat di depan pintu rumah dan bersiap untuk memencet bel.
"Ehem."
Refleks, Zaenal menoleh ke arah sumber suara saat mendengar dehaman. Ia sedikit terperanjat begitu melihat obyek yang kini berdiri tepat di belakangnya.
Zaenal sempat mengira, sosok itu adalah Mbak Kun yang ditemuinya tadi malam.
"Eh, eng --"
"Mas, sampeyan siapa ya? Pagi-pagi datang ke rumah kami untuk mencari siapa dan ada perlu apa?" cecar Seruni dengan logatnya yang terdengar kemayu.
Zaenal melepas kaca mata hitam yang menutupi wajah tampannya disertai senyuman khas yang memesona. Kemudian ia mengulurkan tangan untuk menyalami wanita paruh baya yang tak lain adalah mama tiri Nofiya.
"Saya Zaenal, Bu. Teman dekat Nofiya," ucap Zaenal sopan seraya memperkenalkan diri.
Seruni tampak sewot begitu tau bahwa pemuda tampan yang berdiri di hadapannya itu adalah teman dekat Nofiya, putri tirinya.
Seruni membalas uluran tangan Zaenal dan memasang wajah masam. "Oh, pacar Nofiya. Saya mama tirinya --"
"Ada perlu apa kamu datang ke rumah ini?" sambungnya.
"Saya ingin meminta ijin untuk menjemput Nofiya, Bu."
"Menjemput Nofiya?"
"Iya. Kalau boleh, saya ingin menjemput Nofiya. Kebetulan kami sekampus --"
"Kamu bilang ke papa-nya saja! Saya nggak berani memberi ijin," ujar Seruni--memangkas ucapan Zaenal.
"Baik, Bu. Kalau begitu, saya ingin bertemu beliau."
"Sayangnya, suami saya sedang ke luar kota. Jadi, besok saja minta ijinnya!"
"Tapi, Bu --"
"Lebih baik, kamu segera meninggalkan rumah ini dan berangkat ke kampus! Nofiya sudah pergi dari tadi."
Sebelum Zaenal membalas ucapan Seruni, terdengar notif pesan yang berasal dari gawainya. Ia pun segera membaca nama pengirim pesan yang tertera di layar gawai. 'Cintaku'
"Fiya," ucapnya lirih dan untungnya tak terdengar oleh Seruni.
Zen, buruan pergi. Nanti kita ketemu di Jalan Cinta. Tunggu aku di dekat jurang angker.
Senyum terbit menghiasi bibir Zaenal kala membaca pesan yang dikirim oleh Nofiya.
Ia yakin, Nofiya masih berada di dalam rumah dan mendengar obrolannya dengan Seruni.
Ok, Yang.
Setelah mengirim pesan balasan, Zaenal berpamitan pada Seruni. Kemudian ia bergegas meninggalkan rumah Nofiya dengan mengendarai Honda Jazz-nya.
Sampai di Jalan Cinta, Zaenal menepikan mobil dan menunggu Nofiya sambil memainkan gawai yang kini berada di genggaman tangan.
Fi, aku sudah sampai di Jalan Cinta. Ketiknya.
Oke. Lima menit lagi aku sampai di sana, Zen.
Lima menit telah berlalu. Namun Nofiya tak kunjung menampakkan batang hidung hingga membuat Zaenal dihinggapi rasa khawatir.
Zaenal khawatir jika ada hal buruk yang menimpa Nofiya.
Dalam bayangannya, saat ini Nofiya dikurung di dalam kamar dan dihukum cambuk oleh sang mama tiri karena ketahuan memiliki pacar.
"Ah, nggak mungkin dia berani mengurung Fiya, apalagi mencambuknya." Zaenal bermonolog--menepis bayangan buruk yang memenuhi ruang pikir.
"Apa ... aku kembali ke rumahnya ya? Memastikan Fiya baik-baik aja --"
Zaenal bimbang. Tetap menunggu di Jalan Cinta atau kembali ke rumah Nofiya untuk memastikan keadaan gadis yang teramat dicintainya itu.
🍁🍁🍁
Bersambung ....
Belajar sama² ya Zen udah ada lampu hijau dari Papa Ridwan.
semoga
eh Authornya duluan.
Terus siapa yg bisa jawab nih
konidin mana...
mana konidin