Bianca, adalah wanita berusia dua puluh empat tahun yang terpaksa menerima calon adik iparnya sebagai mempelai pria di pernikahannya demi menyelamatkan harga diri dan bayi dalam kandungannya.
Meski berasal dari keluarga kaya dan terpandang, rupanya tidak membuat Bianca beruntung dalam hal percintaan. Ia dihianati oleh kekasih dan sahabatnya.
Menikah dengan bocah laki-laki yang masih berusia sembilan belas tahun adalah hal yang cukup membuat hati Bianca ketar-ketir. Akankah pernikahan mereka berjalan dengan mulus? Atau Bianca memilih untuk melepas suami bocahnya demi masa depan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vey Vii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bercerai?
Seorang dokter muda yang ditemui oleh Daniel tampak meneliti dengan benar jenis obat yang ia terima. Daniel sangat khawatir, takut, dan juga bingung.
"Ini hanya obat penenang," jelas dokter dengan singkat.
"Obat penenang?" ulang Daniel. Jika ini hanya obat penenang, lalu bagaimana bisa Bianca mengalami keguguran?
"Istri saya mengalami keguguran, Dok. Apa benar ini hanya obat penenang?" Daniel bertanya memastikan.
Dokter di hadapan Daniel menatap heran. Dari wajahnya, dokter tidak menyangka jika laki-laki muda seperti Daniel telah beristri. Namun bagaimanapun, dokter tidak punya hak menanyakan apapun tentang urusan pribadi pasien dan keluarganya.
"Jika istri anda mengkonsumsi obat penenang, pasti ia sedang mengalami stres, atau depresi. Obat ini berfungsi untuk menenangkan diri. Sementara, wanita hamil tidak boleh mengalami stres. Terlihat sepele, namun kondisi psikis seorang wanita hamil sangat berpengaruh pada janinnya. Kemungkinan, keguguran terjadi karena dipicu oleh stres tersebut, atau istri anda sengaja mengkonsumsi obat dengan dosis berlebih," jelas dokter secara gamblang.
Daniel menarik napas panjang. Ia berjalan dengan perasaan hancur untuk kembali ke ruang tunggu. Rupanya, di sana sudah ada kedua orang tua Bianca, serta kedua orang tuanya yang sudah datang untuk melihat kondisi Bianca.
"Apa yang terjadi?" tanya Bellinda. Wanita paruh baya itu terlihat sangat syok, air mata yang mengering tergambar jelas di pipinya.
"Kak Bianca, keguguran," jawab Daniel. Entah mengapa, ia merasa bersalah.
"Keguguran?" Semua orang terkejut.
Daniel menyembunyikan obat yang ia bawa ke dalam saku belakang celananya. Ia tidak ingin orang lain tahu terlebih dahulu sebelum Bianca memberikan penjelasan yang sebenarnya.
Daniel yakin, Bianca tidak mungkin tega mengkonsumsi obat secara berlebihan demi menggugurkan bayi dalam kandungannya. Bianca bukan wanita seperi itu, batin Daniel percaya.
Semua orang menunggu dengan gelisah sampai dokter selesai melakukan tindakan kuretes. Hingga selang satu jam, Bianca sudah keluar dari ruang operasi dan dipindahkan ke kamar rawat inap.
Air mata Bellinda dan Sintia tidak bisa berhenti mengalir. Terlebih Sintia, ia benar-benar mengutuk diri karena kegagalannya dalam mendidik Darren hingga menyebabkan semua ini terjadi. Tidak hanya Bianca yang terluka, Darren menyakiti semua orang yang menyayangi wanita itu.
Setelah menunggu cukup lama, Bianca akhirnya tersadar. Semua orang kini bisa bernapas lega setelah melihat wanita itu membuka mata.
"Kau baik-baik saja, Sayang?" tanya Bellinda.
"Mama," ucap Bianca lirih.
"Ya, Mama di sini."
"Apa aku khilangan bayiku?" tanya Bianca.
Semua orang terdiam. Dengan ragu-ragu, Bellinda mengangguk. Ia memeluk Bianca dan berusaha menguatkan anak semata wayangnya.
"Tidak apa-apa, Sayang. Tidak apa-apa. Yang terpenting, kau baik-baik saja," bisik Bellinda.
Bianca tidak bereaksi. Wajahnya datar, namun kedua matanya keluar air mata yang mengalir deras. Terlihat dada Bianca naik turun menahan sesak dan nyeri. Bagaimanapun, bayi itu adalah bagian dari dirinya, bayi itu adalah anugerah untuknya. Terlepas dari masalah yang ditimbulkan oleh laki-laki yang menanam benih itu, Bianca merasa amat sakit kehilangannya.
***
Bianca di rawat selama tiga hari di rumah sakit untuk memulihkan kondisinya. Selama itu pula, Daniel tidak sekalipun meninggalkan wanita itu.
Hari ini Bianca sudah diperbolehkan pulang. Kedua orang tuanya meminta wanita itu tinggal bersama, namun Bianca menolak dan tetap ingin pulang ke rumah villa.
"Daniel, Bianca sedang dalam masa pemulihan. Kau yakin bisa merawatnya?" tanya Abraham. Siapa yang bisa mempercayai seorang bocah tanpa pengalaman untuk merawat wanita yang baru saja keguguran?
"Tentu saja, Pa. Aku akan merawatnya dengan baik," jawab Daniel yakin.
Meskipun semua orang meragukan Daniel, namun tidak ada yang bisa mereka lakukan selain berusaha untuk percaya.
Setelah di rumah tinggal Daniel dan Bianca, Daniel membuat salad buah dan segelas susu untuk Bianca. Bocah laki-laki itu duduk di pinggir kasur sementara Bianca menikmati salad di sampingnya.
"Bagaimana rasanya? Enak?" tanya Daniel.
"Hmm, kau pandai melakukan banyak hal," puji Bianca sambil tersenyum kecil.
"Bolehkah aku tanya sesuatu, Kak?"
"Hmm." Bianca mengangguk.
"Aku menemukan obat penenang di dalam tasmu. Hal itu membuatku sangat khawatir. Aku pikir obat itu penyebab meninggalnya bayi kita," jelas Daniel.
"Bayi kita?" batin Bianca. Wanita itu mendongak, berhenti mengunyah dan menatap Daniel.
"Dia bayiku," lirih Bianca.
"Tidak. Aku menikahimu, artinya aku juga menerima bayi itu sebagai calon anakku," tegas Daniel. "Bukankah sebelumnya aku sudah katakan jika kita akan melewati semuanya bersmaa-sama?"
"Sekarang dia tiada," ucap Bianca pelan. Mengatakan hal itu membuat dadanya terasa nyeri.
Rasa sakit atas penghianatan Darren rasanya masih sangat terasa, namun kini ditambah dengan rasa sakit kehilangan bayi dalam kandungannya. Hal itu membuat Bianca seperti kehilangan arah. Ia mudah marah, menangis, atau tersenyum dalam waktu singkat.
"Tidak apa-apa, Kak. Semuanya akan baik-baik saja," ujar Daniel. Ia mengambil mangkuk berisi salad buah di tangan Bianca dan meletakkannya di atas meja.
Daniel memeluk Bianca, membelai lembut rambut panjang wanita itu.
Namun, tiba-tiba Bianca melepaskan pelukan. Wanita itu menatap mata Daniel lekat-lekat.
"Kau menikahiku karena kasihan padaku, Kan? Karena khawatir bayi itu lahir tanpa ayah. Sekarang bayi itu tiada, kau bisa meninggalkanku. Kita bisa mengurus surat cerai secepatnya," ucap Bianca dengan mata berkaca-kaca.
***