Seorang kultivator Supreme bernama Han Zekki yang sedang menjelajah di dunia kultivasi, bertemu dengan beberapa npc sok kuat, ia berencana membuat sekte tak tertandingi sejagat raya.
Akan tetapi ia dihalangi oleh beberapa sekte besar yang sangat kuat, bisakah ia melewati berbagai rintangan tersebut? bagaimana kisahnya?
Ayo baca novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M. Sevian Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Hari itu mendung, seakan langit ikut merasakan apa yang ada di dalam hati Han Zekki. Setelah semua kejadian di Kota Batu Merah, dia tahu betul bahwa mendirikan sekte baru bukanlah perkara mudah. Tapi kali ini, Zekki sudah memantapkan hati. Sekte Nusantara akan menjadi tempat di mana orang-orang yang selama ini tertindas bisa berkembang tanpa takut diperlakukan tidak adil.
“Gimana menurutmu, Yun?” tanya Zekki sambil melirik bangunan sederhana di depan mereka. Bangunan itu terletak agak jauh dari pusat kota, nyaris tersembunyi di antara pepohonan tinggi yang memberi suasana tenang. Bukan bangunan megah, tapi cukup untuk memulai sesuatu.
Yuna tersenyum tipis, mengamati bangunan tersebut dengan tatapan penuh harapan. “Aku rasa… ini bisa jadi awal yang baik, Zekki. Memang bukan sekte besar dengan seribu murid, tapi kita kan nggak butuh itu sekarang. Yang penting… ada tempat di mana kita bisa mulai.”
Li Shen, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. “Tahu nggak, Zekki, waktu aku di Sekte Naga Emas dulu, aku juga pernah bermimpi bikin sekte yang beda. Sekte di mana murid-murid bisa belajar tanpa harus takut dihukum kalau gagal. Tapi ya… impian itu cuma impian, sampai aku bertemu lagi sama kamu.”
Zekki menoleh ke Li Shen, terdiam sejenak. Dalam hati, dia merasa sedikit bersalah karena sahabatnya ini sudah banyak berkorban untuk ikut bersamanya. Tapi melihat tatapan serius Li Shen, dia tahu kalau sahabatnya benar-benar tulus.
“Baiklah… kita mulai dari sini,” kata Zekki akhirnya, dengan suara mantap. “Sekte Nusantara akan menjadi tempat di mana semua orang bisa belajar dan tumbuh tanpa harus tunduk pada ambisi dan politik kotor.”
Beberapa hari berlalu, dan bangunan sederhana itu mulai terlihat seperti sekte sungguhan. Mereka menyusun ruangan-ruangan untuk latihan, meditasi, dan bahkan ruang kecil untuk pertemuan. Meskipun masih sederhana, mereka bertiga bekerja keras untuk membuat tempat itu nyaman bagi calon-calon murid yang mungkin akan datang.
Di hari kelima, mereka kedatangan tamu tak terduga. Seorang pemuda dengan pakaian lusuh dan wajah penuh semangat datang ke gerbang sekte. Dia tampak kelelahan, tapi sorot matanya tajam, seperti menyimpan tekad yang kuat.
“Maaf… apa ini Sekte Nusantara?” tanyanya sambil terengah-engah.
Zekki menatap pemuda itu dengan penuh selidik, lalu mengangguk. “Betul. Siapa kamu?”
“Aku… aku Fei Rong,” jawab pemuda itu dengan napas masih tersengal. “Aku dengar… di sini bisa belajar tanpa harus tunduk pada kekuasaan sekte besar. Aku… aku ingin bergabung, kalau kalian mengizinkan.”
Li Shen terkekeh pelan, menepuk bahu Zekki. “Nah, lihat, Zekki. Baru beberapa hari aja, kita udah punya murid pertama.”
Zekki hanya tersenyum tipis, tapi di balik senyumnya, dia merasa bangga. Seseorang benar-benar percaya pada impian mereka dan ingin bergabung.
Selama beberapa minggu berikutnya, Fei Rong mulai belajar teknik-teknik dasar kultivasi dari Zekki dan Li Shen. Meskipun masih muda dan terkadang ceroboh, tekad Fei Rong sangat kuat, dan itu menginspirasi mereka semua. Fei Rong sering kali membuat suasana menjadi lebih hidup dengan canda tawanya, meskipun sering kali dia juga melakukan kesalahan yang membuat Zekki menghela napas.
“Fei Rong, fokuslah,” tegur Zekki suatu hari ketika mereka sedang berlatih di halaman. “Kultivasi bukan cuma soal kekuatan, tapi juga soal pengendalian diri.”
Fei Rong hanya mengangguk cepat, sambil mengusap keringat di dahinya. “Maaf, Tuan Zekki. Aku… aku akan lebih serius.”
Zekki tertawa kecil, mengangguk. “Bagus. Teruslah berlatih.”
Namun, kedamaian mereka tidak bertahan lama. Beberapa hari kemudian, sekelompok kultivator dari Sekte Langit Timur muncul di depan gerbang Sekte Nusantara. Mereka berjumlah lima orang, semua memakai pakaian yang khas dengan simbol awan petir di dada. Di antara mereka, ada seorang pria yang tampak lebih tua dan berwibawa, dengan ekspresi arogan di wajahnya.
“Hmph, jadi ini Sekte Nusantara yang kami dengar belakangan ini,” kata pria itu dengan nada merendahkan. “Cuma sekte kecil yang bahkan tidak pantas disebut sekte.”
Yuna yang melihat mereka langsung menegang, melirik Zekki dengan khawatir. “Zekki… mereka dari Sekte Langit Timur. Apa yang harus kita lakukan?”
Zekki menatap pria itu dengan dingin, lalu melangkah maju tanpa ragu. “Kalau kalian punya masalah, katakan saja. Kami tidak tertarik dengan konflik tanpa alasan.”
Pria itu tertawa mengejek. “Berani sekali kau bicara begitu pada kami. Sekte Langit Timur tidak butuh alasan untuk menertibkan sekte kecil yang berani berdiri di wilayah kami.”
Zekki hanya menghela napas, mencoba untuk tetap tenang meski hatinya mendidih. “Kami hanya ingin membangun tempat di mana orang-orang bisa belajar dengan damai. Kalau itu mengganggu kalian, mungkin kalian harus mempertimbangkan ulang ambisi kalian.”
Pria itu mendengus, lalu memberi isyarat pada anak buahnya. “Baiklah, kalau begitu. Mari kita ajarkan mereka apa artinya menantang Sekte Langit Timur.”
Pertarungan pun tak terelakkan. Salah satu murid Sekte Langit Timur melompat maju, mengarahkan serangan angin tajam ke arah Zekki. Tanpa berpikir panjang, Zekki mengangkat tangannya dan menciptakan celah dimensi kecil. Serangan angin itu lenyap begitu saja, seolah ditelan oleh kehampaan.
“Apa… apa yang terjadi?” seru murid itu, kebingungan.
Zekki hanya tersenyum tipis. “Kau pikir aku cuma sekadar kultivator tingkat rendah? Sepertinya kalian salah menilai.”
Fei Rong, yang melihat gurunya bertarung, tampak kagum. “Hebat… Tuan Zekki benar-benar luar biasa.”
Namun, pria dari Sekte Langit Timur itu tidak menyerah begitu saja. Dengan cepat, dia melancarkan serangan bertubi-tubi, menggunakan teknik angin dan petir yang khas dari sekte mereka. Tapi setiap serangan yang dia luncurkan tampak sia-sia, karena Zekki dengan mudah membuka celah dimensi untuk menyerap serangan itu.
“Cukup main-mainnya,” kata Zekki dengan nada serius. “Aku akan menunjukkan padamu kekuatanku yang sebenarnya.”
Dengan satu gerakan tangan, Zekki menggunakan Void Slash. Sebuah tebasan tak kasatmata melesat dari tangannya, memotong dimensi di depan mereka. Serangan itu begitu cepat dan tajam, hingga murid-murid Sekte Langit Timur hanya bisa terdiam ketakutan.
“Ap-apa itu?!” teriak salah satu dari mereka, suaranya gemetar.
Pria dari Sekte Langit Timur tampak pucat, tapi dia mencoba menahan diri. “Kau… kau pikir ini sudah berakhir? Sekte Langit Timur tidak akan diam saja melihat sekte kecil seperti kalian berkembang!”
Sebelum dia bisa melanjutkan ancamannya, Zekki melangkah mendekat, tatapannya tajam. “Kalian datang ke sini tanpa alasan, mengganggu kedamaian kami. Sekarang pergi, atau kalian akan menyesal.”
Melihat tatapan dingin Zekki dan merasakan aura kekuatannya yang sebenarnya, pria itu akhirnya mundur. “Hmph… kita lihat saja nanti,” katanya dengan nada penuh kebencian sebelum berbalik dan pergi bersama anak buahnya.
Setelah mereka pergi, Fei Rong mendekat ke Zekki, masih terlihat bersemangat setelah menyaksikan pertarungan itu. “Tuan Zekki, tadi itu keren sekali! Aku nggak nyangka… serangan mereka bahkan nggak bisa menyentuhmu!”
Zekki hanya menghela napas, mengusap kepalanya. “Fei Rong, kekuatan bukan segalanya. Kita harus tetap berhati-hati. Sekte Langit Timur tidak akan menyerah begitu saja.”
Yuna menatap Zekki dengan tatapan khawatir. “Kamu yakin mereka nggak akan kembali?”
Zekki mengangguk, meskipun dalam hatinya dia merasa was-was. “Aku yakin mereka akan kembali. Tapi… kita tidak akan takut. Sekte Nusantara akan bertahan, apa pun yang terjadi.”
Li Shen menepuk bahu Zekki, senyum tipis di wajahnya. “Yah, setidaknya sekarang kita tahu bahwa mereka mulai menganggap kita ancaman. Itu artinya… kita berada di jalan yang benar.”
Zekki hanya mengangguk, merasa sedikit lega meskipun tahu ancaman dari sekte besar akan terus membayangi mereka. Tapi di balik rasa khawatir itu, dia juga merasakan keyakinan yang semakin kuat. Sekte Nusantara akan menjadi tempat yang berbeda, tempat di mana mereka bisa belajar dan berkembang tanpa harus takut pada kekuasaan.
“Baiklah, kita lanjutkan persiapan kita,” katanya akhirnya. “Masih banyak yang harus kita lakukan.”
Dan dengan semangat baru, mereka semua kembali bekerja, membangun fondasi bagi sekte impian mereka.
datng duel pergi datang duel pergi hadehhhhhh
apa gak da kontrol cerita atau pengawas
di protes berkali kal kok gak ditanggapi
bok ya kolom komentar ri hilangkan