Ceritanya berkisar pada dua sahabat, Amara dan Diana, yang sudah lama bersahabat sejak masa sekolah. Mereka berbagi segala hal, mulai dari kebahagiaan hingga kesedihan. Namun, semuanya berubah ketika Amara menikah dengan seorang pria kaya dan tampan bernama Rafael. Diana yang semula sangat mendukung pernikahan sahabatnya, diam-diam mulai merasa cemburu terhadap kebahagiaan Amara. Ia merasa hidupnya mulai terlambat, tidak ada pria yang menarik, dan banyak keinginannya yang belum tercapai.
Tanpa diketahui Amara, Diana mulai mendekati Rafael secara diam-diam, mencari celah untuk memanfaatkan kedekatannya dengan suami sahabatnya. Seiring berjalannya waktu, persahabatan mereka mulai retak. Amara, yang semula tidak pernah merasa khawatir dengan Diana, mulai merasakan ada yang aneh dengan tingkah sahabatnya. Ternyata, di balik kebaikan dan dukungan Diana, ada keinginan untuk merebut Rafael dari Amara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09
Rafael memandangi surat keputusan yang baru saja diberikan kepadanya. Dia tidak percaya bahwa posisinya sebagai manajer strategis tiba tiba diturunkan menjadi staf biasa di bagian logistik.
"Apaapaan ini?! Kenapa aku diturunkan jabatan tanpa alasan yang jelas?! Siapa yang berani melakukan ini padaku?!"ucap nya begitu marah
Dia segera pergi menemui Ferdi, yang selama ini dia anggap sebagai atasannya langsung.
Rafael memasuki ruang Ferdi tanpa mengetuk
"Pak Ferdi, saya ingin penjelasan! Kenapa saya diturunkan jabatan?! Apa kesalahan saya?!"
Ferdi, yang sudah menyiapkan diri menghadapi kemarahan Rafael, tetap tenang.
"Rafael, ini adalah keputusan perusahaan. Sebagai karyawan, Anda seharusnya menerima keputusan ini dengan profesional."ucap nya dengan nada yang dingin
Rafael berteriak
"Profesional?! Saya sudah bekerja keras untuk perusahaan ini! Kalau saya diturunkan, setidaknya beri alasan yang masuk akal!"
Ferdi menatap Rafael dengan tajam, lalu berdiri dari kursinya.
"Alasan? Anda ingin alasan? Perilaku pribadi Anda mencoreng nama baik perusahaan. Itu sudah cukup untuk menjatuhkan reputasi Anda di sini. Jangan lupa, Anda bekerja di perusahaan besar, dan setiap tindakan Anda mencerminkan nilai perusahaan."jawab nya dengan tegas
Rafael terdiam, merasa seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan oleh Ferdi.
Rafael mengerutkan kening
"Siapa yang memberikan keputusan ini? Anda? Atau ada seseorang yang memengaruhi Anda?"
Ferdi tersenyum kecil, lalu menjawab dengan nada menantang.
"Keputusan ini datang dari pemilik perusahaan. Anda pikir saya punya kuasa sebesar itu untuk menjatuhkan Anda sendirian?"
Rafael terkejut.
"Pemilik? Saya bahkan tidak tahu siapa pemilik perusahaan ini! Selama ini saya hanya tahu Anda adalah atasan langsung saya."
Ferdi hanya tersenyum sinis.
"Mungkin Anda harus bertanya pada istri Anda sendiri, Rafael. Dia mungkin tahu lebih banyak daripada Anda."
Rafael semakin bingung dan mulai merasa ada sesuatu yang aneh. Namun, dia terlalu marah untuk memikirkan ucapan Ferdi lebih jauh.
--
Rafael pulang dengan wajah muram dan emosi yang memuncak. Ketika dia melihat Amara di ruang tamu, dia langsung menghampirinya.
"Amara, kamu tahu sesuatu tentang perusahaan tempatku bekerja?!"ucap nya dengan tatapan tajam
Amara, yang sedang membaca buku, menutupnya dengan tenang dan menatap Rafael.
Amara dengan nada dingin
"Kenapa kamu bertanya?"
Rafael menahan emosi
"Aku diturunkan jabatan hari ini! Ferdi bilang keputusan itu dari pemilik perusahaan. Apa hubunganmu dengan semua ini?!"
Amara berdiri, menatap suaminya dengan penuh kekecewaan.
"Jadi sekarang kamu menyadari betapa tidak tahunya kamu tentang kehidupan istrimu sendiri? Rafael, perusahaan itu milik Omaku. Dan aku yang meminta dia melakukan itu."ucap nya dengan tegas
Rafael sangat terkejut terkejut.
dia tercengang
"Apa?! Jadi selama ini aku bekerja di perusahaan keluarga istrimu?! Dan kamu yang meminta mereka menurunkanku?!"
"Ya. Karena kamu sudah menghancurkan kepercayaan dan kehormatanku. Kamu pikir aku akan diam saja setelah semua pengkhianatanmu dengan Diana? Aku hanya membalas apa yang pantas kamu dapatkan, Rafael."ucap nya dengan menatap dengan tatapan tajam
Rafael menahan marah
"Amara, kamu sudah gila!"
Amara menjawab dengan nada dingin
"Tidak, Rafael. Aku hanya lelah menjadi wanita bodoh yang selalu memaafkan suaminya. Sekarang giliranmu merasakan bagaimana rasanya dihancurkan oleh orang yang seharusnya mendukungmu."
Rafael tidak bisa berkata kata lagi. Dia meninggalkan Amara dengan perasaan campur aduk, marah, terhina, dan tak berdaya.
--
Rafael duduk dengan tangan meremas rambutnya, mencoba menenangkan gejolak di dalam dirinya. Namun, suara hatinya terus menggema, mengguncang setiap sudut pikirannya.
"Amara tahu. Dia tahu aku dan Diana."
Dia menelan ludah dengan susah payah, bayangan wajah Amara yang penuh luka dan tatapan tajamnya tadi seolah terus menghantuinya.
"Apa aku terlalu bodoh untuk tidak menyadari bahwa dia memperhatikanku selama ini? Aku pikir dia istri yang terlalu sibuk mengurus rumah, terlalu lemah untuk membalas. Tapi ternyata aku salah besar. Salah besar."
Keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya. Dia teringat bagaimana Amara mengatakan dengan tegas bahwa perusahaan tempatnya bekerja adalah milik keluarganya.
"Jadi, aku bukan siapa siapa. Semua yang aku punya saat ini, posisi, gaji, bahkan reputasiku, adalah karena aku bekerja di perusahaan yang... yang dimiliki oleh istriku."
Dia memukul meja di depannya, frustrasi.
"Bodoh, Rafael! Kamu hanya anak orang kaya yang mengandalkan nama keluarga. Semua orang tahu itu. Aku bahkan tidak punya kemampuan untuk membuktikan diri tanpa pekerjaan ini. Jika Amara memutuskan untuk menghancurkanku, aku tidak akan bisa melawan."
Namun, di tengah rasa takutnya, bayangan Diana muncul dalam pikirannya.
"Diana... apa yang telah aku lakukan? Aku tahu dia tidak seharusnya ada di hidupku, tapi aku terlalu lemah untuk menolaknya. Sekarang dia hamil. Anak itu... anak itu adalah bencanaku."
Dia menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran itu.
"Amara pasti akan menghancurkanku kalau tahu soal ini. Tidak, dia sudah tahu. Tapi dia belum bertindak. Apa yang dia tunggu? Apa dia ingin aku menderita perlahan sebelum dia benar benar memusnahkanku?"
Hatinya terasa sesak. Ketakutan bercampur rasa bersalah mulai menyelimuti dirinya.
"Aku mencintai Diana? Tidak. Ini bukan cinta. Ini kesalahan yang terlalu jauh. Tapi sekarang aku tidak bisa kembali. Aku tidak bisa meninggalkan Diana begitu saja, apalagi dalam keadaannya sekarang. Tapi Amara..."
Dia memejamkan mata, rasa sakit menghantam hatinya.
"Amara tidak pantas diperlakukan seperti ini. Dia istri yang baik, sabar, dan selalu mendukungku. Tapi aku? Aku menghancurkannya. Dan sekarang aku takut. Takut karena aku tahu dia memiliki kekuatan untuk membalas dendam. Dan dia berhak melakukannya."
Suaranya menggema dalam pikirannya, penuh penyesalan, ketakutan, dan ketidakpastian.
"Aku telah mengkhianatinya. Tapi aku tidak siap kehilangan segalanya."
Rafael hanya bisa terdiam, membiarkan rasa takutnya menguasai, sementara bayangan Amara dan Diana terus bermain di benaknya, seperti mimpi buruk yang tak pernah berakhir.
---
Sedangkan amara dia menangis tergugu di sana,dia benar benar kecewa,sang suami yang selama ini dia hormati,yang dia segani,bahkan semua kebutuhan nya di layani.
"Jabatannya diturunkan, dan dia yang merasa terancam. Tidak ada rasa bersalah. Dia lebih peduli dengan posisinya di perusahaan daripada melawan rasa bersalahnya. Seharusnya dia menyesal. Seharusnya dia meminta maaf, tapi dia malah marah pada aku. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi"lirih nya.
Rasa kecewa itu begitu dalam, dan untuk pertama kalinya, Amara merasakan betapa rapuhnya hubungannya dengan Rafael. Semua rasa percaya yang ia bangun selama bertahun tahun ternyata hancur begitu saja.
"Dia hanya peduli dengan dirinya sendiri. Aku hanya... istri yang bodoh yang diperlakukan begitu. Tidak ada yang bisa menyelamatkan hubungan ini lagi. Tidak ada. Hanya sakit dan penyesalan yang aku rasakan."
Tangis Amara semakin keras, dan dia menundukkan kepalanya, mencoba menahan kesedihannya. Tapi perasaan itu terus menghantamnya, semakin kuat, semakin dalam.
"Aku yang salah. Aku yang memberi terlalu banyak, tanpa meminta apa-apa. Tapi aku tidak pernah tahu dia akan melakukan ini padaku. Aku tidak bisa lagi percaya padanya. Aku tidak bisa lagi tinggal bersama orang yang menghancurkan hatiku."
Dia terus berbicara dengan dirinya sendiri,dia benar benar rapuh sekarang,begitu banyak luka yang di torehkan oleh orang yang dia cintai selama ini..