“Meski kita sudah menikah, aku tidak akan pernah menyentuhmu, Mbi. Haram bagiku menyentuh wanita yang tidak mampu menjaga kesuciannya seperti kamu!” Kalimat itu Ilham ucapkan dengan tampang yang begitu keji, di malam pertama mereka.
Selain Ilham yang meragukan kesucian Arimbi walau pria itu belum pernah menyentuhnya, Ilham juga berdalih, sebelum pulang dan menikahi Arimbi, pria itu baru saja menikahi Aisyah selaku putri dari pimpinan tertinggi sekaligus pemilik pondok pesantren, Ilham bernaung. Wanita yang Ilham anggap suci dan sudah selayaknya dijadikan istri.
Arimbi tak mau terluka makin dalam. Bertahun-tahun menjadi TKW di Singapura demi membiayai kuliah sekaligus mondok Ilham agar masa depan mereka setelah menikah menjadi lebih baik, nyatanya pria itu dengan begitu mudah membuangnya. Talak dan perpisahan menjadi satu-satunya cara agar Arimbi terbebas dari Ilham, walau akibat talak itu juga, Arimbi mengalami masa-masa sulit akibat fitnah yang telanjur menyebar.
(Merupakan kisah Mas Aidan, anak Arum di novel : Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 : Sama-Sama Minus
Dunia Aisyah seolah berputar lebih lambat hanya karena kedua matanya bertemu dengan kedua mata sang ibu mertua, setelah sebelumnya, wanita itu membuka paksa pintu kamar keberadaannya. Kedua mata bermanik mata kecokelatan itu menatapnya dengan marah, seolah akan keluar kobaran api dari sana.
Ibu Siti merasa tak habis pikir dengan cara Aisyah yang tetap memakai jilbab basah lengkap dengan cadar yang masih wanita itu tahan dan tampaknya karena baru dipasang. Namun bukan itu yang membuat ibu Siti nyaris jantungan. Bukan juga karena Aisyah sampai memakai pakaian Ilham. Namun, ... lukisan yang memenuhi setiap tangan Aisyah karena koko lengan panjang milik Ilham yang dipakai sangat kedodoran, turun ke siku akibat kesibukan Aisyah menahan cadar. Lukisan yang membuat ibu Siti buru-buru menarik paksa sarung yang menantunya itu kenakan.
“Innalilahi, serius ini anak pemuka agama? Kenapa badannya tato semua!” lemas ibu Siti. Kendati demikian, ia tak lantas diam hanya karena penampilan sang menantu sudah langsung membuat nyawanya seolah dicabut paksa. Ibu Siti yang sempoyongan, sengaja melepas paksa cadar maupun jilbab hitam milik Aisyah.
“T-tolong ... maling ... tolong maling!” teriak ibu Siti yang menangis lemas. Tubuhnya merunduk, tapi mulutnya terus berseru meminta tolong dan meneriaki menantunya sendiri maling.
“Bu!” Aisyah panik sepanik-paniknya lantaran sang ibu mertua malah bikin gara-gara. Bahkan walau ia membekap keji wanita tua itu yang harusnya rapuh, ibu Siti nekat menggigitnya sekuat tenaga!
Darah segar muncrat dari bekas gigitan ibu Siti. Ibu Siti diban-ting dengan keji oleh Aisyah hanya karena Aisyah berusaha mengakhiri gigitan ibu mertuanya itu.
“T-tolong ... malinggggggg! Maling!” Satu hal yang tetap membuat ibu Siti terus berusaha membuat orang datang. Ibu Siti tengah berusaha memberi menantunya itu balasan keras.
Ilham datang disusul sang bapak. Beberapa tetangga yang sudah terusik pun turut serta masuk. Mereka memergoki wajah dan juga kepala Aisyah tak tertutup. Tato dan bekas tindik di wajah dan kepala. Juga tato yang di kedua tangan, sukses membuat bapak Ilham maupun tetangga yang kebanyakan laki-laki, membeo. Lain dengan Ilham yang seketika lemas bahkan menangis. Ilham telanjur merasa sangat malu, ia menggunakan kedua tangannya untuk menekap wajah.
“Ya Alloh ... hancur sudah!” batin Ilham yang juga menangis batin. Ia memilih keluar dari rumah sambil tetap menutupi wajah.
Yang paling membuat semuanya tak bisa berkata-kata saking syoknya, tak hanya tato, tapi juga tindikan super bolong yang membuat Aisyah mirip preman. Pantas kelakuan Aisyah juga mirip preman. Karena sekalipun setiap kehidupan apalagi manusia memiliki masa lalu, pada kenyataannya Aisyah tetap tidak bisa mengubah tingkahnya.
“Biar semua orang lihat seperti apa sebenarnya wujud wanita yang selalu merasa dirinya suci! Biar semuanya tahu wujud asli dari menantu malas, menantu pembangkang yang selama ini berlindung di balik pakaian syari-nya.”
“Kalau kamu akan berdalih apa yang Ibu lakukan, merupakan sebuah pelanggaran ham bahkan dosa besar, biarkan semua itu menjadi urusan Ibu dengan pemilik kehidupan. Ibu hanya ingin kamu sadar, biar kamu berhenti semena-mena hanya karena statusmu!” ucap ibu Siti merintih pedih. “Kurang ajjar!”
Aisyah merasa harga dirinya telah diinjak-injak. Dikuliti di hadapan banyak orang bahkan sampai diteriaki maling. “Memangnya apa salah saya, penampilan saya? Setiap kehidupan apalagi orang kan punya masa lalu! Apa salahnya kalau ternyata penampilanku seperti ini?!” sewotnya.
“Masih kamu pembangkang begitu, coba kamu tanya kepada diri kamu sendiri!” kesal ibu Siti.
“Ya memangnya apa salahnya? Enggak ada salahnya!” balas Aisyah sangat percaya diri.
“Bagusan Arimbi jauh-jauh!” ucap ibu Siti yang kemudian berusaha berdiri dibantu sang suami.
“Arimbi lagi, ... Arimbi lagi!” batin Aisyah benar-benar kesal.
“Ya sudah, sekarang gini saja. Kalau Aisyah tetap kurang ajjar, suruh dia pulang ke orang tuanya!” tegas bapaknya Ilham.
“Bapak enggak boleh bilang begitu. Jangan lupa, keluargaku sudah keluar banyak uang buat menebus mas Ilham!” balas Aisyah tak mau kalah.
Tanpa Aisyah sadari, salah satu pemuda yang ikut dengan rombongan, diam-diam mengambil fotonya dan detik itu juga langsung disebar ke FB.
“Innalilahi, kelakuan sama penampilan, sama-sama minus!” kesal ibu Siti. “Nanti kami pasti tebus!” yakinnya lagi yang kemudian bersumpah serapah.
“Ini berarti enggak ada maling?” tanya salah satu dari warga.
“Ya malingnya wanita sok alim ini!” balas ibu Siti gemetaran saking emosinya.
Penampilan Aisyah yang sesungguhnya langsung menjadi gosip hangat. Gosip yang juga langsung sampai ke telinga Arimbi.
“Kamu sudah lihat belum, Mbi. Ih, ngeri. Telinganya nyaris sampai lantai saking besarnya tuh bekas bolongan tindik!” ucap salah satu ibu-ibu di sana.
Jadi, alasan mereka menyetop Arimbi, tak semata karena ingin membeli pecel lengkap. Namun juga untuk menggosipkan penampilan Aisyah.
“Sudah gagal makan enak gara-gara batal resepsi, eh ternyata wujud Aisyah mirip preman. Pantes kelakuannya ugal-ugalan banget, ya! Kemarin kepalamu sampai bocor gara-gara dia, kan?” sambung ibu-ibu satunya lagi.
Mereka yang jumlahnya ada enam orang terus berestafet menceritakan kebobrokan Aisyah maupun Ilham. Yang mana, Aisyah mereka anggap sebagai cerminan dari sifat Ilham yang telah menjadikan Arimbi ATM.
“Ya makanya mereka jodoh, kan. Minus ketemu minus kan plus! Dor! Meledak! Hahahaha!”
Dalam kebersamaan tersebut, Arimbi sama sekali tidak berkomentar. Namun jujur, ia mengapoki atau itu mensyukuri Ilham.
“Ilham bilang wanita suci, menghina akunya enggak tanggung-tanggung, eh ternyata. Pilah-pilih tebu dapatnya ros tua! Dikiranya kelapa muda, eh kelapa kiring. Kelapa kiring sih bagus emang efek kelapanya sudah tua. Lah ini sudah penampilannya minus, kelakuannya lebih parah lagi! Amit-amit ya Alloh. Maaf juga bukan bermaksudnya menghina apalagi merendahkan orang lain. Sudah ah, aku enggak mau ikutan!” batin Arimbi.
Sore menjelang petang kali ini Arimbi isi dengan renungan serius. Arimbi merasa untuk jauh lebih berhati-hati dalam menilai seseorang. Karena apa yang telah terjadi menegaskan, tak selamanya mereka yang berpenampilan baik juga akan memiliki perilaku baik. Begitupun sebaliknya. Termasuk juga mereka yang mengatasnamakan pendidikan bahkan agama. Semuanya harus tetap logis karena semacam pemuka agama pun bisa salah. Pemuka agama bukan nabi karena mereka juga manusia biasa.
Sore menjelang petang kali ini juga membuat Arimbi kembali menahan kesal lantaran mas Rio sampai menghampirinya ke tempat dagang. Pria itu mengemudikan motor maticnya sendiri.
“Mbi ...?” sapa mas Rio sambil tersenyum hangat menatap wanita yang masih saja berusaha menghindarinya.
Arimbi mengangguk canggung kemudian menggoreng bahan gorengan karena ada yang membeli. Lebih mengejutkan lagi, ada tamu spesial dan itu Azzam yang membonceng seorang wanita paruh baya yang Azzam panggil mamah.
“Berarti wanita ini juga mamahnya mas Aidan,” batin Arimbi jadi deg-degan. Apalagi semenjak mengenal, Azzam tak segan melakukan rayuan gombal kepadanya. Ditambah lagi, selain sampai ada sang mamah, kini juga ada mas Rio.
bnyk pelajaranny...
bikin kita ga stres
malah ky orang stres ktawa mulu
thor tetep sabar dan ikhlas ya
pokoknya novelmu sungguh luar biasa...
semangat 💪
Semangat ya bikin ceritanya/Rose/