NovelToon NovelToon
Titik Balik Kehidupanku

Titik Balik Kehidupanku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Ibu Pengganti / Cinta Paksa / Beda Usia
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Aufklarung

Di sebuah kota yang tampak tenang, Alvin menjalani hidup dengan rutinitas yang seolah-olah sempurna. Seorang pria berusia awal empat puluhan, ia memiliki pekerjaan yang mapan, rumah yang nyaman. Bersama Sarah, istrinya yang telah menemaninya selama 15 tahun, mereka dikaruniai tiga anak: Namun, di balik dinding rumah mereka yang tampak kokoh, tersimpan rahasia yang menghancurkan. Alvin tahu bahwa Chessa bukan darah dagingnya. Sarah, yang pernah menjadi cinta sejatinya, telah berkhianat. Sebagai gantinya, Alvin pun mengubur kesetiaannya dan mulai mencari pelarian di tempat lain. Namun, hidup punya cara sendiri untuk membalikkan keadaan. Sebuah pertemuan tak terduga dengan Meyra, guru TK anak bungsunya, membawa getaran yang belum pernah Alvin rasakan sejak lama. Di balik senyumnya yang lembut, Meyra menyimpan cerita duka. Suaminya, Baim, adalah pria yang hanya memanfaatkan kebaikan hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aufklarung, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18

Langit sore mulai berwarna jingga saat Alvin duduk di sisi ranjang rumah sakit, menggenggam tangan Meyra dengan erat. Kamar rawat itu terasa hening, hanya suara alat medis dan desahan napas pelan yang terdengar. Alvin kemudian mengusap air matanya yang sempat jatuh, mendengar kata-kata penghiburan dari istrinya.

“Aku tidak akan apa-apa, Vin. Kamu jangan terlalu khawatir,” ucap Meyra lembut. Ia tersenyum tipis, mencoba menenangkan suaminya yang tampak begitu cemas.

Alvin membalas senyum itu, meski hatinya terasa berat. Ia teringat akan candaan istrinya beberapa hari lalu tentang membuat adonan roti baru untuk keluarga mereka. Kata-kata itu kini terngiang kembali, membuatnya terharu. “Aku merasa beruntung sekali, Mey,” ujar Alvin serak. “Terima kasih sudah menjadi istriku. Terima kasih sudah memahami dan menerima semua kekuranganku. Terima kasih karena kau bersedia hadir dalam hidupku yang begitu rumit ini. Terima kasih karena telah menerima anak-anakku seperti anakmu sendiri.”

Meyra menggenggam tangan Alvin lebih erat. Ia menahan air matanya, berusaha kuat di depan suaminya. “Sama-sama, suamiku yang baik hati. Aku juga bersyukur bisa menjadi bagian dari hidupmu.”

Sesaat kemudian, Meyra menatap Alvin dan bertanya, “Mana Rey tadi, Pa?”

“Akan kupanggil dia, sayang.” Alvin bangkit dari kursi dan berjalan keluar kamar. Di luar, Rey terlihat duduk di bangku lorong rumah sakit, menatap kosong lantai di depannya.

“Rey,” panggil Alvin pelan. “Mommy mencarimu. Masuklah.”

Rey menoleh, kemudian bangkit dan masuk ke ruangan tempat Meyra dirawat. Tanpa berkata-kata, ia langsung mendekati ranjang dan duduk di sisi lain tempat Alvin sebelumnya duduk. Mata Rey memerah, menahan tangis yang sejak tadi berusaha ia pendam.

“Rey, tolong jaga adik-adikmu di rumah, ya. Mungkin dua hari lagi Mommy sudah boleh pulang,” kata Meyra dengan suara lembut.

Rey menggeleng. “Mommy, biar adik-adik ikut ke sini saja. Ruangan ini cukup besar untuk kami berlima. Kami mau menemani Mommy.”

Meyra tersenyum dan mengusap kepala Rey. “Ini bukan hotel, Rey. Ini rumah sakit. Jaga adik-adik di rumah saja, ya. Mommy janji akan segera pulang.”

Rey terdiam sejenak, lalu mengangguk. “Siap, Mommy.”

Setelah berpamitan, Rey pulang ke rumah. Begitu ia tiba, Rheana langsung menyambutnya dengan wajah cemas. “Kak Rey, Mommy dan Papi ke mana? Kenapa mereka pergi?”

Rey mencoba tersenyum, tapi matanya menyiratkan kekhawatiran. “Mommy masuk rumah sakit, Rhe. Tapi Mommy baik-baik saja. Dia hanya butuh istirahat.”

Namun, jawaban itu tidak memuaskan Rheana. Ia mulai menangis. “Mommy kenapa? Mommy sakit apa, Kak?”

Rey bingung dan tidak tahu harus berkata apa. Ia segera menelepon Alvin. “Papi, Rheana menangis terus. Aku nggak bisa membujuknya.”

Alvin segera mengaktifkan video call. Dalam sekejap, wajah Meyra terlihat di layar ponsel. “Halo, sayang. Kenapa nangis?” tanya Meyra dengan suara lembut.

Melihat infus di tangan Meyra, tangis Rheana semakin menjadi. “Mommy, kenapa diinfus? Mommy sakit apa? Kalau Mommy istirahat, kenapa nggak di rumah aja?”

Meyra berusaha menenangkan Rheana. “Mommy baik-baik saja, sayang. Jangan menangis, ya. Mommy akan segera pulang.”

Tapi Rheana terus menangis, membuat Cessa yang baru saja keluar dari kamar terkejut. “Kakak, kenapa nangis?” tanyanya polos.

Rey akhirnya menyerah. “Mommy, kami ke sana saja, ya? Rheana nggak bisa berhenti nangis.”

Meyra terdiam sejenak, kemudian mengangguk. “Ya, datanglah, Rey. Tapi hati-hati, ya.”

Rey tersenyum lega. “Boleh pakai mobil Mommy?”

“Iya, Rey. Bawa saja.”

Saat Meyra menutup telepon, ia menoleh ke Alvin. “Sejak kapan Rey bisa nyetir, pa?” tanyanya heran.

Alvin tertawa kecil. “Dulu, waktu umur 14 tahun, dia belajar sendiri. Katanya bosan di rumah sama pembantu. Dulu almarhum istriku jarang di rumah, jadi Rey mencari kesibukannya sendiri.”

Meyra terkejut mendengar cerita itu. Alvin melanjutkan, “Sejujurnya, Mey, sejak kamu datang ke hidup kami, Rey berubah. Dulu dia anak pembangkang, susah diatur, dan sering membuat masalah di sekolah. Mantan istriku tidak pernah datang saat ada panggilan orang tua. Rumah terasa hanya tempat untuk tidur malam.”

Alvin menatap Meyra dalam-dalam. “Tapi, takdir membawa kita bertemu. Waktu pertama kali aku melihatmu mengajar di TK Cessa, aku tahu aku ingin memilikimu. Walaupun aku tahu kamu sudah bersuami.”

Meyra terdiam, mendengarkan pengakuan Alvin yang begitu jujur. “Aku menyelidiki kehidupanmu dari jauh, dan aku tahu suamimu dulu tidak memperlakukanmu dengan baik. Lalu, ketika kecelakaan itu terjadi—ketika mantan suamimu menabrak almarhum istriku—aku merasa ada kesempatan untuk mendekatimu.”

Meyra terkejut, tapi hatinya hangat mendengar kejujuran Alvin. Ia kini mengerti kenapa Alvin selalu muncul di sekitarnya.

Alvin tersenyum tipis. “Dulu aku suka gonta-ganti wanita, tapi setelah bertemu kamu, aku tahu aku tidak ingin kehilanganmu. Aku berhenti dari semua kebiasaan buruk itu.”

Meyra tersenyum dan meraih tangan Alvin. “Aku bersyukur kamu ada di hidupku

Rey, Rheana, dan Cessa tiba di runagan Meyra dirawat, mereka duduk di sisi tempat tidur, mengelilingi Meyra yang masih terbaring lemah. Wajah Meyra tampak sedikit pucat, namun senyumnya yang hangat tetap terpancar. Rheana masih enggan melepaskan tangannya dari tangan Meyra, seakan takut jika dia beranjak sedikit saja, Meyra akan menghilang. Cessa hanya terdiam, matanya menatap bingung ke sekeliling ruangan putih yang dipenuhi dengan aroma antiseptik.

"Mommy, kenapa harus dua hari lagi? Aku kangen makan malam sama Mommy di rumah," keluh Rheana dengan suara lirih. Dia menyandarkan kepalanya di bahu Meyra, matanya masih berair. Alvin mendekati mereka dan mengelus kepala putri kecilnya dengan lembut.

"Rhe, kita harus sabar ya. Mommy perlu istirahat supaya cepat sembuh. Kalau kita bawa Mommy pulang sekarang, nanti Mommy malah tambah sakit," ujar Alvin dengan suara lembut namun tegas. Rheana terdiam, meski dalam hatinya dia masih merasa tidak rela.

Rey akhirnya membuka suara, "Tapi Mommy kelihatannya sudah lebih baik. Tadi kata dokter, Mommy tinggal pemulihan, kan?" Rey menatap Alvin penuh harap.

Meyra tersenyum mendengar ucapan Rey . Dia mengangkat tangannya dan membelai rambut kedua anaknya dengan penuh kasih. "Iya sayang, Mommy sudah lebih baik. Kalian jangan khawatir. Dua hari ini akan cepat berlalu. Mommy janji, begitu boleh pulang, kita akan nonton film bersama di rumah dan masak makanan favorit kalian, ya?"

Mendengar itu, wajah Rheana sedikit cerah. "Beneran, Mommy? Kita nonton film Frozen lagi, ya?"

Meyra tertawa kecil. "Iya, kita bisa nonton Frozen lagi. Rheana bisa pilih film apa saja yang kamu mau."

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan masuklah seorang suster membawa nampan berisi obat dan segelas air. "Permisi, Bu Meyra, ini obatnya. Silakan diminum ya, biar cepat pulih."

Meyra mengangguk dan mengambil obat tersebut. Rheana memperhatikan dengan seksama saat Meyra menelan pil-pil itu. Setelah suster keluar, Meyra berusaha untuk duduk lebih tegak di tempat tidurnya.

"Mommy, kalau Rheana jadi dokter, Mommy gak bakal sakit lagi," ucap Rheana tiba-tiba dengan suara penuh keyakinan. Alvin dan Cessa tertawa mendengar perkataan polos itu.

"Wah, ide bagus! Mommy pasti senang sekali kalau Rhe jadi dokter," kata Meyra sambil memeluk anaknya.

1
Anastasia Silvana
Baik,bisa diikuti alurnya.
Anastasia Silvana
Akhirnya satu persatu menemukan jalannya
Happy Kids
rasain tuh kesepian. salah sendiri diajak jd pasanhan normal saling berbagi gamau. rasain aja tuh. ga perlu sedih sedih
XimeMellado
cerita ini sudah bikin saya merinding dan ingin tahu terus plotnya. Bravo thor!
paulina
Keren banget gambaran tentang Indonesia dalam cerita ini, semoga terus mempromosikan budaya! 🇮🇩
Reana: terima kasih atas dukungannya🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!