Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ulah konyol Devan.
"Sudah jam 9, sudah dulu ya, takut kamu kemalaman," Devan menutup buku pelajarannya.
"Oh? nggak kerasa ya? waktu cepat sekali berputar?"
"Nggak kerasa gimana?! kerasa banget ini, kepala sampai nyut-nyutan!" keluh Devano.
Devi terkekeh, lalu mengambili semua barang-barangnya yang berceceran di atas meja. Pulpen, kertas, ponsel dan agendanya.
Devano menatap Devi, "kamu nggak pengen ganti HP, apa? sudah jelek banget begitu! retak pula!"
Devi nyengir, "masih bisa di pakai, kok!"
Devano mengangguk paham, lalu dia berjalan melewati meja dan dengan sengaja menyenggol HP Devi yang masih tergeletak di meja hingga terjatuh.
Prak!
"Aaahh!!!" pekik Devi saat mendapati ponselnya jatuh dan retakannya bertambah parah.
"HP ku..." Devi mengambil ponselnya yang sudah tak mau menyala lagi, mati total.
"Ups! sorry..." ucap Devan, tak ada nada menyesal dalam ucapan terkejutnya.
Devi menatap Devan sambil bersungut-sungut kesal. Bagaimana Devi akan mengerjakan tugas kuliahnya nanti jika ponselnya mati, masa dia harus ke warnet. Jaman sekarang tanpa ponsel, bagaimana kita bisa hidup.
Devi mendesah pasrah, mau bagaimana lagi, beli ponsel baru pun dia tak mampu.
"HP ini keramat sekali, ya? sampai segitunya di tangisi. HP jelek saja!" Devano bersungut-sungut sambil berjalan menjauhi Devi. Dia menuju walk in klosetnya, masuk ke sana dan tak lama kemudian dia keluar dan mendekati Devi.
"Nih," Devano menyerahkan sebuah Smartphone dengan logo buah apel yang tergigit. "HP bekas, tapi masih bagus. Aku nggak pakai karena sudah punya yang baru," ucap Devan sambil memberikan benda pipih warna putih itu pada Devi.
Devi membola, mulutnya bahkan menganga lebar. Dengan tangan gemetar, Devi meraih ponsel impiannya yang dalam hayalannya pun dia tak mampu membelinya.
"Ka-kamu serius? po-ponsel ini buat aku?"
Devan mengangguk, "kan, aku yang buat HP mu jatuh. Jadi HP itu buat gantiin HP mu."
"Ta-tapi ini nggak sepadan... HP ku ini jika baru pun nggak bisa membeli HP bekas ini..."
"Sudah lah, kenapa sih harus mikir hal-hal rumit! HP rusak ya sudah, ada gantinya ya sudah selesai!" kesal Devano.
"Tapi aku nggak enak sama tante Lucia..."
"Kenapa nggak enak sama Mama? semua ini aku beli dengan uangku kok, jadi nggak masalah selama aku ngga akan berbuat aneh-aneh."
"Tapi... tetap saja... ini kan ponsel mahal..." gumam Devi.
"Nanti.. aku perbaiki ponselku ya, kalau sudah jadi, aku balikin ponselmu."
Devano merebut ponsel Devi yang rusak, "aku yang menjatuhkannya, biar aku yang benerin!" ucapnya tegas. Lalu dia berjalan keluar dari kamar, "ayo pulang, aku antar."
"Eh? di-di antar?" Devi berlari kecil mengejar Devan yang sudah berjalan terlebih dahulu menuruni tangga.
"Ng-nggak usah, Dev!"
Saat sampai di tangga terakhir, Devi berhenti bergerak, dia membeku di tempatnya saat berpapasan dengan seorang lelaki tampan berusia sekitar 30 tahun, berdiri di dekat pintu utama.
Dia tersenyum pada Devi, dan tentu saja, tanpa Devi sadari, dia membalas senyum manis itu.
"Kak Ivan, ada apa?" tanya Devan sambil berjalan mendekati lelaki tadi.
"Nggak apa-apa, cuma nganterin buah, di suruh sama Vinvin," ucapnya sambil tersenyum.
Devano mendesah, kak Vinvin suka aneh deh! malam-malam suruh orang kirim buah!"
"Nggak apa-apa, bawaan bayi mungkin."
"Ivan, kamu datang?" tiba-tiba tante Lucia berjalan mendekati Devan dan Orang yang bernama Ivan itu.
Sedangkan Devi, hanya berdiri termangu di dekat anak tangga. Dia benar-benar takjub pada keluarga spek bidadari dan bidadara ini. Devi yakin, lelaki tampan yaang baru datang itu adalah suami dari kakak Devan, karena wajahnya ikut terpampang dalam foto keluarga yang tertempel di ruang tamu.
"Vinvin gimana? sehat kan dia?"
"Sehat, Ma..." ucap Ivan sambil bersalaman dan mencium tangan Tante Lucia dengan penuh sopan.
"Eh, kamu mau ke mana, Dev?" tanya Ivan karena melihat Devan menjinjing helm fullface nya.
"Mau nganterin dia pulang," ucap Devan santai sambil menunjuk makhluk yang masih diam membeku di dekat tangga.
"Ha-halo..." sapa Devi kaku, dia bahkan tersenyum gugup dan malah terlihat seperti sedang menyeringai, menakutkan.
"Siapa?" tanya Ivan pada Devan, "pacar?" usilnya sambil tersenyum.
"Bukan! dia guru les!" ketus Devan.
"Oohh! pantesan... Hallo bu guru," Ivan tersenyum sambil berjalan mendekati Devi yang masih bengong di tempatnya.
Mereka pun bersalaman dengan sopan.
"Saya kakak iparnya Devan," ucap Ivan.
"I-iya, saya Devi... guru lesnya Devan..."
"Sudah mau pulang?"
Devi mengangguk.
"Ayo buruan!" ucap Devan sambil menoleh dan menatap Devi.
"Hah? kamu mau nganterin aku naik motor? emangnya kamu sudah punya SIM?" kejut Devi.
"Nggak ada, nggak perlu!"
Devi mengerutkan Dahi, "aku nggak mau! mending aku naik gojek aja!" Devi melipat tangannya, tak mau mengikuti Devan.
"Aku bisa bawa motor, nggak usah kawatir!" kesal Devan.
"Nggak! No way! aku nggak mau mempertaruhkan nyawaku di tanganmu!"
Devano tampak kesal sedang Ivan dan tante Lucia malah terkekeh pelan.
"Tapi sudah malam, bahaya tau! perempuan jalan sendirian!"
"Aku itu sudah 20 tahun! sudah biasa jalan malam-malam. Kalau pulang kerja aja kadang jam sepuluh sampai sebelas malam!"
"Tapi dari sini kan jauh-"
"Sudah, sudah!" Tante Lucia menghentikan pertengkaran Devan dan Devi.
"Ivan, tolong anterin Devi sekalian kamu pulang, bisa kan?" Tante Lucia menatap menantunya dan di jawab anggukan dan senyum, Ivan menyanggupi.
"Sudah ya, jangan berantem lagi," Luci menatap anak lelakinya yang masih terlihat marah.
Devan menghela napas lalu meletakkan helm fullface nya di sofa.
"Nah, Devi. Ini tante bawakan rendang, lumayan buat sarapan besok pagi." Luci memberikan sebuah rantang susun pada Devi dan tentu saja membuat Devi tersentak bahagia.
"Terima kasih tante, Saya akan menikmatinya."
"Hati-hati ya, pulangnya."
"Baik."
"Ayo, Dev aku antar."
"Iya, Terima kasih, kak."
Saat akan berjalan keluar, tiba-tiba Devano mendahului dan masuk ke mobil Ivan. Dia duduk di kursi sebelah kursi kemudi.
Melihat tingkah adik Iparnya, Ivan tampak tersenyum geli.
"kamu ikut?" tanya Devi bingung.
Devano hanya diam sambil melipat tangannya di dada.
"Dasar aneh..."