"Pergi kamu dari sini! Udah numpang cuma nambah beban doang! Dasar gak berguna!"
Hamid dan keluarganya cuma dianggap beban oleh keluarga besarnya. Dihina dan direndahkan sudah menjadi makanan sehari-hari mereka. Hingga pada akhirnya mereka pun diusir dan tidak punya pilihan lain kecuali pergi dari sana.
Hamid terpaksa membawa keluarganya untuk tinggal disebuah rumah gubuk milik salah satu warga yang berbaik hati mengasihani mereka.
Melihat kedua orangtuanya yang begitu direndahkan karena miskin, Asya pun bertekad untuk mengangkat derajat orangtuanya agar tidak ada lagi yang berani menghina mereka.
Lalu mampukan Asya mewujudkannya disaat cobaan datang bertubi-tubi mengujinya dan keluarga?
Ikuti terus cerita perjuangan Asya di sini!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Araya Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Beberapa hari kemudian.
Seperti biasa Asya akan diantar oleh sang ayah pagi-pagi sekali ke lokasi tempatnya akan bernyanyi. Dan saat sampai di sana, dia akan disambut dengan gembira oleh Indah tentunya, dan sang bos, Roy. Pria itu sampai mempersiapkan berbagai macam makanan dan minuman untuk Asya. Bisa dibilang sekarang Asya menjadi anak emas di sound system milik Roy tersebut.
"Kalo kamu butuh apa-apa, bilang aja ya," ujar Roy pada Asya sambil menampilkan senyuman paling lebar.
"Iya, bos," jawab Asya merasa sedikit sungkan sebab penyanyi yang lain tidak diperlakukan seperti itu. Mereka sampai tak memalingkan pandangan dari Asya. Ini buruk, penyanyi lain bisa benci padanya.
"Jangan panggil bos dong. Panggil Bang Roy aja biar lebih akrab," kata Roy mencoba untuk sekedar basa basi dengan Asya.
Asya itu lumayan kesulitan untuk dekat dengan orang baru, terlebih seorang pria. Dia akan selalu merasa malu dan tidak tahu harus berkata apa. Mungkin karena selama ini waktunya lebih banyak dihabiskan untuk bekerja bersama sang ibu. Itulah sebabnya meski Roy seumuran dengan ayahnya tetap saja Asya akan merasa risih jika ada seseorang apalagi seorang pria mencoba mendekatinya.
"Gak apa-apa, bos. Saya panggil Bos aja sama kayak yang lain," tolak Asya halus. Walau bagaimana pun dia harus menjaga perasaan bosnya.
Mendengar penuturan gadis tersebut senyum Roy beransur pudar digantikan dengan senyum canggung. Tidak. Dia tidak boleh membuat Asya tidak nyaman. Ingat! Dia ingin menjadikan gadis itu sebagai icon sound system-nya.
"Ya udah terserah kamu mau panggil saya apa. Senyamannya kamu aja ya," katanya mengalah kemudian berlalu dari sana sebab Asya dan teman-temannya akan segera tampil.
Roy memanggil Indah yang baru saja turun dari panggung.
"Ada apa, Bos?" tanya Indah dengan napas sedikit terengah-engah.
"Pokoknya setiap kali kita aja job kamu harus bawa Asya. Oke!" kata Roy bicara tepat di telinga Indah. Maklum suara musik yang mengiringi Asya di atas sana cukup kencang. Suara penonton di depan sana juga tak kalah heboh melihat penampilan Asya.
"Iya, Bos. Tenang aja. Pokoknya Asya bakalan ikut terus sama kita kok," kata Indah meyakinkan pria itu.
"Iya. Pokoknya kalian berdua akan menjadi penyanyi tetap saya mulai sekarang," balas Roy membuat Indah berjingkrak kegirangan. Dia sangat senang karena itu berarti dia tak perlu lagi bertanya pada pemilik sound system yang lain jika tidak ada job karena mulai sekarang Roy yang akan memanggilnya. Indah merasa jika keputusannya memanggil Asya adalah keputusan terbaik. Dia juga jadi kecipratan untung.
"Oke, bos beres. Makasih banyak ya bos," ujar Indah yang dijawab anggukan oleh Roy. Wanita itu lalu bergabung dengan Susi dan penyanyi yang lain.
"Tadi Si bos ngomong apa sama Lo?" tanya Susi pada Indah yang kini duduk di sampingnya.
"Dia nyuruh gue buat ngajak Asya terus kalo ada job," jawab Indah jujur.
"Oh gitu." Meski Susi menjawab seakan dirinya tidak peduli namun sebenarnya hati wanita itu sedang panas. Padahal dia yang lebih dulu ikut dengan Roy, lalu kenapa pria itu kini berubah padanya? Sepertinya dia harus bertanya pada pria itu. Dia tidak bisa membiarkan posisinya digeser oleh Indah apalagi Asya. Penyanyi baru sok cantik.
Susi pun mencari waktu dan tempat yang bagus untuk bicara dengan Roy yaitu ketika Indah dan Asya sedang bernyanyi bersama.
"Bang Roy?" panggil Susi pelan.
"Ada apa?" tanya Roy.
"Tadi Bang Roy ngomong apa sama Indah?" tanya Susi sengaja sekali membuat suaranya terdengar imut. Namun bukannya terdengar demikian, Roy malah merasa risih. Apalagi Roy sedang bicara dengan beberapa tamu undangan yang berstatus tentara. Maklum yang punya acara memang seorang tentara.
"Gak ngomong apa-apa kok," jawab Roy berbohong. Dia berbohong karena ingin Susi pergi dari sana.
"Masa sih gak ngomong apa-apa? Bang Roy jangan pilih kasih dong! Yang kenalin Bang Roy sama mereka kan saya," kata Susi.
Roy lalu tersenyum simpul kemudian pamit untuk bicara sebentar dengan Susi.
"Nanti kita bicara lagi. Tuh giliran kamu buat nyanyi," kata Roy sedikit mendorong tubuh Susi untuk pergi dari sana sebelum kembali ke tempat duduknya yang tadi.
"Si4lan!" umpat Susi kesal dan semakin kesal saat melihat Indah dan Asya melambai padanya. Di mata Susi, kedua wanita itu seakan tengah mengejek dirinya. Ya, Susi akui kini dia sudah cukup berumur dibandingkan Indah dan Asya namun bukan berarti mereka bisa menyingkirkannya begitu saja. Lagipula Susi merasa jika dirinya tidak kalah cantik dengan daun-daun muda tersebut.
Susi akan membuktikan jika dirinya tidak akan terkalahkan.
"Ini mic-nya Kak Susi," kata Asya memberikan mic pada Susi. Wanita itu tidak mengatakan apa-apa, hanya menatap Asya dengan tajam lalu mengambil mic di tangan gadis itu sedikit kasar. Bahkan Asya sampai sedikit meringis sebab kuku Susi yang cukup panjang menggores kulitnya.
Asya menatap bingung wanita yang kini sudah berada di atas panggung.
"Kak Susi kenapa ya?" gumam Asya pelan sambil melihat tangannya yang langsung memerah. Maklum Asya punya kulit yang cukup putih jadi goresan sedikit saja akan langsung berbekas.
Asya menghampiri Indah di belakang panggung. Dia berniat ingin memberitahu sang teman tentang sikap Susi namun urung saat Indah lebih dulu bersuara.
"Kata Bos Roy, kita bakalan jadi penyanyi tetapnya. Jadi kamu harus siap-siap terus ya," kata Indah dengan wajah sumbringah.
"Beneran?" Asya cukup kaget dan senang juga.
Indah menjawab dengan anggukan kepala yang begitu antusias.
"Alhamdulillah," jawab Asya seketika dia lupa dengan masalah Susi saking senangnya.
Kini dia benar-benar punya pekerjaan tetap dengan gaji yang lumayan. Semoga saja bisa terus seperti itu agar keluarga Asya tidak akan lagi merasa kekurangan. Gadis itu juga berencana akan menguliahkan sang adik agar dia punya masa depan yang lebih cerah dari pada dirinya sekarang yang Asya sendiri tidak tahu akan seperti apa nantinya. Yang jelas untuk sekarang Asya sudah sangat bersyukur.
n memberitahu klo dia adalah tulang punggung kluarganya n ada utang yg harus dibayar
saran saya kalau bisa ceritanya s lanjutkan terus supaya pembaca tidak terputus untuk membaca novelnya, karena kalau suka berhenti sampai berhari hari baru muncul kelanjutan bab nya mana pembaca akan bosan menunggu,