Karya ini hanya imajinasi Author, Jangan dibaca kalau tidak suka. Silahkan Like kalau suka. Karena perbedaan itu selalu ada 🤭❤️
Perjodohan tiba-tiba antara Dimas dan Andini membuat mereka bermusuhan. Dimas, yang dikenal dosen galak seantero kampus membuat Andini pusing memikirkan masa depannya yang harus memiliki status pernikahan.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Star123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Film yang mereka tonton baru mulai pukul 16.00 dan akan menghabiskan waktu sekitar 1 jam 45 menit. Berarti Dini akan sampai rumah habis maghrib.
"Habis ini kita makan dulu ya, gue traktir" seru Alvin keluar dari pintu bioskop.
"Tolong jangan ditolak" lanjut Alvin.
"Gue sih oke" ucap Gina. Gina ini memang teman yang ga ada akhlak. Tapi Gina juga tidak salah karena posisi Gina tidak tahu apa-apa.
"Rony, Din. Mau ya, please"
"Gue juga ga masalah" seru Rony.
"Suara terbanyak setuju, ga sah ditanya lagi Dini" Gina nyengir.
"Sumpah, rasanya pengen kutimpuk tas dah si Gina ini" batin Dini.
Tanpa persetujuan dari Dini, Gina langsung merangkul lengan Dini dan mengikuti langkah kedua pria didepannya.
"Kita makan disini saja ya" ucap Alvin dan dianggukin Gina dan Rony tidak dengan Dini yang masih resah. Alvin akan mentraktir teman-temannya di restoran dengan cita rasa indonesia.
"
Malam makin larut, jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dini memarkirkan mobilnya dan segera masuk kedalam rumah.
"Astagfirullah" teriak Dini keras setelah melangkah masuk ke ruang tamu. Dimas asyik main handphone tanpa menyalakan lampu.
"Jam berapa ini? Kenapa baru pulang? Apa kamu karyawan yang kerja disana" tanya Dimas kesal.
"Apa Pak Dimas sedang menungguku?' batin Dini.
Tatapan mata Dimas membuat Dini takut. Dini hanya diam saja.
"Sudah malam, cepat tidur" ucap Dimas pergi meninggalkan Dini yang masih mematung ditempatnya.
Dimas berjalan ditangga dengan rasa kesal. Sesampainya dikamar, Dimas lekas menggosok gigi dan langsung tidur tanpa menunggu Dini.
Dini belum berani pergi ke kamar, melihat sosok Dimas tadi membuat Dini sedikit takut. Sebenarnya ada rasa bersalah dihati Dini tapi untuk meminta maaf, Dini gengsi. Gengsi jika nanti ternyata Dimas tidak mengkhawatirkannya.
***
"Ah, bisa gila lama-lama saya" umpat Dimas kesal. Dimas terbangun karena tangan Dini menyentuh sesuatu yang tidak boleh disentuh. Hal seperti ini sudah sering terjadi sebulan lamanya namun Dimas masih memliki iman dan akal sehat.
Dengan perlahan Dimas menggeser tangan Dini dan berniat untuk kembali tidur karena waktu masih menunjukkan pukul satu malam.
"Ehmm" Dini sedikit terusik dan kembali tertidur. Dimas langsung membalikkan badan menghadap Dini.
"Syukurlah tidak bangun" ucap Dimas melirik ke wajah Dini yang menurut Dimas sangat cantik ketika tidur. Dimas menggeser rambut-rambut yang menutupi wajah Dini dengan pelan agar Dini tidak terbangun.
"Apa saya sudah mulai jatuh cinta sama kamu?" tanya Dimas pada Dini yang tidur. Sudah dipastikan tidak ada jawaban dari pertanyaan Dimas.
"Bagaimana dengan kamu, Din? Apa kamu juga ada rasa yang sama?" Dimas masih saja berbicara sendiri. Lambat laun, mata Dimas mengantuk. Dimas ikut menyusul Dini ke dalam dunia mimpi.
***
Dimas bangun lebih dahulu dan melaksanakan shalat shubuh. Setelah itu, Dini menyusul shalat karena terbangun oleh alarm yang tidak berhenti-berhenti. Dimas benar-benar tidak membangunkannya.
"Huft" Dini membuang nafas kasar didepan cermin kamar mandi. Ketika Dini bangun sudah tidak ada Dimas. Dimas sudah pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Selama tinggal bersama Dimas, selalu Dimas yang membuat sarapan atau makan. Dini benar-benar tidak bisa memasak.
Selesai Dini melaksanakan shalat dua rakaat, Dini segera mandi pagi untuk menyegarkan badan. Dini sudah terbiasa bangun pagi karena Dimas melarang setelah shalat, tidur kembali.
Namun, selesai mandi malah menimbulkan masalah baru. Didalam kamar, Dini menggigit jarinya sambil mondar-mandir.
"Kebawah ketemu Pak Dimas, kenyang atau nunggu Pak Dimas selesai sarapan, lapar?" gumam Dini.
"Ah, bodoh amat turun aja kalau bisa juga menanyakan kenapa dia marah?" ucap Dini. Dengan keberanian yang dimilikinya, Dini turun ke bawah dan melihat Dimas sedang menonton tv.
Dimas sama sekali tidak menatap Dini, diam seribu bahasa.