Fariq Atlas Renandra seorang pria yang berprofesi sebagai mandor bangunan sekaligus arsitektur yang sudah memiliki jam terbang kemana-mana. Bertemu dengan seorang dokter muda bernama Rachel Diandra yang memiliki paras cantik rupawan. Keduanya dijodohkan oleh orangtuanya masing-masing, mengingat Fariq dan Rachel sama-sama sendiri.
Pernikahan mereka berjalan seperti yang diharapkan oleh orang tua mereka. Walaupun ada saja tantangan yang mereka hadapi. Mulai dari mantan Fariq hingga saudara tiri Rachel yang mencoba menghancurkan hubungan itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naga Rahsyafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Empat Belas
Dihari libur, semua kegiatan sudah diselesaikan. Rita baru saja menyelesaikan kegiatan membersihkan rumah dan saatnya untuk bersantai di pinggir kolam renang. Dia memikirkan keadaan Fariq yang belum juga sembuh-sembuh. Apalagi dia tidak sabar untuk melihat anaknya itu menikah.
"Assalamualaikum ... Mami."
Terdengar suara seorang perempuan. Rachel datang ke rumah tunangannya karena ingin mengajak Fariq berjalan-jalan.
"Waalaikumsalam ..."
Wanita paruh baya itu tersenyum ketika melihat seorang perempuan muda mulai melangkahkan kaki menghampiri dirinya.
"Sayang ..."
"Mas, Ariq udah bangun?" tanya Rachel.
"Dia masih tidur."
"Belum bangun juga."
"Belum ... Duduk dulu sayang."
"Rachel bangunin dulu, Mi ... Pagi-pagi gini dia harus belajar jalan. Supaya cepat sembuh."
"Nggak salah Mami pilih menantu seperti kamu," ucap Rita bahagia. "Bangunin aja sana. Dia di kamarnya."
"Rachel permisi ya, Mi." Rachel meninggalkan Rita di sana, dia harus segera membangunkan calon suaminya.
Sebagai seorang dokter, Rachel pasti lebih paham dengan keadaan Fariq saat ini. Dia juga sangat berharap jika tunangannya tersebut segera sembuh supaya mereka bisa melaksanakan pernikahan.
[] [] []
Saat di kamar Fariq, Rachel melihat tubuh pria itu dibalut oleh selimut. Ada rasa ragu ketika hendak mendekati calon suaminya. Dia takut jika Fariq akan melakukan hal aneh kepada dirinya.
"Mas."
"Mas, Ariq. Bangun."
"Hmmm ..." Suara serak pria itu terdengar jelas.
"Bangun. Udah pagi."
"Nanti, ah. Ngantuk."
"Ini hari Minggu. Kita latihan jalan lagi."
"Ayo." Ajak Rachel.
Fariq malah semakin menggulung dirinya dengan selimut tersebut.
"Mas, Ariq."
"Ayo, cepet. Biar cepat sembuh, terus nikah."
Mata Fariq terbuka, ia baru sadar dengan suara tersebut. Saat menyingkirkan selimut itu, ia melihat seorang wanita sudah duduk di sampingnya.
"Rachel."
"Ayo, Mas."
"Ayo," ucap Fariq dan menarik tengkuk wanita itu.
Rachel kewalahan saat menyeimbangi aksi pria itu. Fariq terus menahan mendekap tubuh Rachel tanpa memikirkan gadis itu sesak napas.
Bugh! Bugh! Bugh!
"Aw! Kok kasar?" tanya Fariq setelah beberapa kali Rachel memukuli dadanya.
"Mas, apaan sih."
Rachel pun memperbaiki rambutnya yang sudah berantakan akibat ulah calon suaminya.
"Peluk," lirih Fariq.
"Sekarang Mas bangun. Kita ke taman."
"Mau peluk sayang."
"Mas, iiih. Ada Mami tau."
"Ayo, Rachel."
"Nggak! Mandi sana, habis itu gosok gigi."
"Please ... Sebentar aja."
"Kalau Mas nggak mau bangun, aku pulang. Biarin aja Mas nggak sembuh-sembuh. Terus nggak jadi nikah."
"Nggak mau batal," rengek Fariq sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kalau nggak mau batal. Ikuti kata-kata aku."
"Iya ..."
"Aku gini juga buat, Mas. Nanti kalau udah nikah Mas akan dapatkan pelukan ku setiap saat."
"Satu menit aja ya."
"Aku pulang!"
"Tunggu!" Tahan Fariq. "Iya, bantuin Mas ke kamar mandi."
"Kalau Mas macam-macam. Aku akan pulang," ucap Rachel. "Untuk kali ini aku nggak main-main."
"Capek sayang. Mending kita langsung nikah aja."
"Makannya latihan jalan cepat. Biar sembuh dan kita langsung nikah."
"Iya, Hel."
X X X
Rachel membawa calon suaminya ke sebuah taman tidak jauh dari rumah pria itu. Seperti biasa tempat tersebut adalah tempat dimana Fariq akan belajar berjalan ditemani oleh tunangannya.
Fariq Atlas Renandra mulai dibantu berjalan oleh calon istrinya. Perlahan tapi pasti ia mulai melangkah pelan. Namun hari ini terasa beda, rasa ngilu sudah tidak terlalu lagi.
"Ayo, Mas," ucap Rachel. "Udah mulai lancar ya."
"Tungguin Mas, Rachel."
"Ayo sini," ajak wanita itu.
Perlahan-lahan akhirnya Fariq mulai mendekat kepada Rachel. Dia menghembuskan napasnya merasa lega karena sudah bisa melewati rintangan.
"Ngos-ngosan. Emang capek ya?"
"Capek, Hel."
"Baru sebentar, Mas."
"Tapi 'kan Mas harus menyeimbangkan tubuh sendiri. Bawaannya jadi capek."
"Sekarang dari sini ke sana ya," ucap Rachel menunjuk kearah pohon tidak jauh dari tempat mereka.
"Itu jauh, Hel."
"Enggak ... Aku tunggu Mas di sana."
Rachel melepaskan genggamannya. Ia berlari menjauh dari calon suaminya.
"Ayo, Mas."
"Aku harus bisa," ucap Fariq pada diri sendiri.
Laki-laki itu kembali berjalan, senyum terukir jelas di wajahnya ketika langkah kakinya lumayan lancar. Namun ada lubang yang tidak ia lihat hingga pria itu terjatuh.
"Mas!" teriak Rachel dari kejauhan.
Rachel berlari menghampiri calon suaminya namun ia kalah cepat dengan seorang wanita yang membantu Fariq.
"Mas nggak apa-apa?" Tanya wanita itu.
"Enggak. Terima kasih sudah membantu saya."
Wanita itu menuntun Fariq untuk berdiri, dia tersenyum miring menatap Rachel. Bahkan saat ini Vina dengan sengaja merangkul pinggang pria itu.
"Biar saya aja." Rachel segera menepis lengan Vina.
"Kamu gimana sih. Jadi perempuan nggak becus." Ucap Vina tiba-tiba.
Rachel mengernyitkan keningnya, dia tidak tau maksud dari saudara tirinya itu.
"Masnya 'kan lagi sakit. Kamu malah paksa dia untuk jalan."
Rachel mulai mengerti, sepertinya Vina mencoba untuk mempermalukan dirinya di depan Fariq. "Iya, aku tau. Tapi tunangan saya ini lagi belajar jalan."
"Tunangan? Tapi kok malah menyiksa pasangannya ya."
"Mbak, calon istri saya ini baik. Maksud dia supaya saya cepat sembuh. Bukan menyiksa."
"Mas nggak usah belaian dia. Cari perempuan lain aja." Ujar Vina.
Rachel kehilangan kendali, ia menarik lengan Vina dan membawa gadis itu menjauh dari Fariq. "Maksud kamu apa ha?" tanya Rachel. "Kamu mau cari perhatian di depan calon suamiku?"
"Kenapa? Kamu malu?" Vina tersenyum miring.
"Aku nggak pernah ganggu hidup kamu. Kenapa kamu terus-terusan mengganggu aku?" tanya Rachel yang masih mencoba menahan emosinya.
"Aku mau cowok itu. Aku nggak rela dia sama kamu."
"Masalah kamu apa, Vin? Setiap apa yang aku punya kamu selalu mau."
"Aku nggak akan biarin kamu bahagia, Hel."
"Kamu pergi dari sini. Sebelum aku bilang sama Mas Ariq kalau kamu adalah anak dari selingkuhan Papa."
Vina kalah, dia takut jika Fariq akan hilang respect kepadanya. Jika mengetahui bahwa ibunya sudah mengambil suami ibu Rachel. Tanpa berkata-kata apa lagi, wanita setinggi Rachel itu langsung berlalu pergi dan Rachel pun kembali menghampiri Fariq Atlas Renandra.
"Mas nggak apa-apa?" tanyanya.
"Enggak."
"Maafin aku ya, Mas ... Aku terlalu memaksa Mas."
"Nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah."
Rachel memapah tubuh calon suaminya. Mereka duduk di kursi yang ada di taman.
"Perempuan itu siapa?" tanya Fariq. "Temen kamu?"
"Bukan."
"Dia yang waktu di rumah sakit itu 'kan?"
"Iya, Mas ... Mas nggak usah deket-deket sama dia."
"Kenapa? Bukannya dia rekan kerja kamu."
"Aku udah bilang nggak usah. Jadi nggak perlu tanya apa alasannya."
"Iya ..."
Fariq tidak mau memperpanjang lagi, dia khawatir hal itu akan membuat suasana hati Rachel malah berantakan. Lagi pula tidak ada pentingnya membahas wanita itu siapa.