Felicia, seorang mahasiswi, terpaksa menjadi jaminan hutang keluarganya kepada Pak Rangga, seorang pengusaha kaya dan kejam. Dia harus bekerja keras untuk melunasi hutang tersebut, menghadapi tekanan moral dan keuangan, serta mencari jalan keluar dari situasi sulit ini. Hubungannya dengan Pak Rangga pun menjadi kompleks, menimbulkan pertanyaan tentang kebenaran, kekuasaan, dan keberanian.
Felicia berjuang untuk menyelamatkan keluarganya dan menemukan kebebasan, tetapi tantangan besar menanti di depan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi'rhmta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Kemewahan yang Dingin
Mobil yang disewa Lusi berhenti di depan sebuah rumah megah yang menjulang tinggi. Arsitektur modern minimalis dengan sentuhan klasik terlihat elegan, namun aura dingin terpancar dari bangunan tersebut. Ini adalah rumah Rangga, kreditur ayahnya, tempat Lusi akan tinggal sementara waktu untuk membantu membayar hutang keluarganya. Perasaan campur aduk mencengkeram hatinya; ketakutan, kecemasan, dan sedikit harapan.
Lusi ragu-ragu melangkah masuk. Pintu utama terbuka otomatis, menyambutnya dengan keheningan yang mencekam. Aroma parfum mahal memenuhi hidungnya, mencampur aduk dengan aroma kayu dan sesuatu yang terasa dingin dan formal.
Ia berjalan masuk, memasuki sebuah lorong panjang yang berujung pada ruang tamu yang luas dan mewah. Namun, kemewahan itu tak mampu menutupi aura dingin yang menyelimuti ruangan.
Seorang wanita paruh baya dengan wajah yang sinis dan tajam muncul dari balik pintu. Ia mengenakan seragam asisten rumah tangga, namanya Mbok Darmi, seperti yang telah diberitahu Rangga sebelumnya.
"Kamu Lusi, ya?" tanya Mbok Darmi, suaranya terdengar sinis. Ia menatap Lusi dari atas ke bawah, dengan tatapan yang meremehkan. "Rangga sudah bilang, kamu akan tinggal di sini untuk membantu membayar hutang keluarga kamu."
Lusi mengangguk, mencoba untuk tetap tenang. "Iya, Mbok. Saya Lusi."
"Jangan panggil aku Mbok! Panggil Bu Darmi!" bentak Mbok Darmi. Ia kemudian memberikan beberapa instruksi kepada Lusi, dengan nada yang kasar dan perintah yang bernada meremehkan.
Lusi diminta untuk membersihkan kamarnya sendiri, mencuci pakaiannya sendiri, dan membantu pekerjaan rumah tangga lainnya. Lusi merasa diperlakukan seperti pembantu.
Lusi berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru dan asing. Ia membersihkan kamarnya dengan hati-hati, melipat pakaiannya dengan rapi, dan membantu pekerjaan rumah tangga lainnya. Ia mencoba untuk bersikap ramah kepada Mbok Darmi, namun Mbok Darmi tetap bersikap sinis dan suka menghina.
"Kamu ini anak kota, ya? Gerakannya lelet banget! Gak kayak anak kampung yang terbiasa kerja keras!" sindir Mbok Darmi, saat Lusi sedang mencuci piring. Ia seringkali mengkritik dan menghina Lusi, membuat Lusi merasa tertekan.
Rangga hanya muncul sesekali. Ia selalu bersikap dingin dan cuek kepada Lusi. Ia memberikan instruksi dengan singkat dan padat, tanpa ekspresi. Ia jarang sekali berbicara dengan Lusi, kecuali untuk memberikan instruksi atau perintah. Ia seakan menghindari kontak mata dengan Lusi. Sikapnya yang dingin dan cuek membuat Lusi merasa semakin terisolasi dan sendirian.
Suatu sore, Lusi sedang membersihkan kamar Rangga. Ia menemukan sebuah foto Rangga bersama seorang wanita cantik. Wanita itu terlihat sangat bahagia, berbeda dengan ekspresi dingin Rangga yang selalu terlihat. Lusi merasa sedikit iba kepada Rangga. Ia merasa bahwa di balik sikap dinginnya, Rangga menyembunyikan sesuatu.
Malam itu, Lusi duduk sendirian di kamarnya. Ia merasa sangat lelah, baik secara fisik maupun mental. Ia merindukan keluarganya, merindukan kehangatan rumah mereka. Ia merasa sangat terisolasi dan sendirian. Ia merasa diperlakukan tidak adil oleh Mbok Darmi, dan ia merasa diabaikan oleh Rangga.
Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia menangis sendirian di kamarnya, meratapi nasibnya yang malang. Ia merasa sangat kecil dan tak berdaya di tengah kemewahan rumah Rangga yang terasa begitu dingin dan mencekam. Ia merindukan kehangatan keluarga, merindukan pelukan ibunya, merindukan senyum ayahnya. Ia berharap semua ini segera berakhir. Ia berharap ia segera bisa kembali ke rumah, ke pelukan keluarganya.
Namun, ia tahu bahwa itu masih jauh dari kenyataan. Ia masih harus bertahan, ia masih harus berjuang untuk membayar hutang keluarganya. Ia masih harus menghadapi sikap dingin Rangga dan sinisme Mbok Darmi. Ia hanya bisa menangis sendirian, menumpahkan semua kesedihan dan keputusasaannya.