Keluarga Wezumo adalah salah satu keluarga paling berkuasa di Asia. Mereka menguasai pasar bisnis dan memiliki perusahaan raksasa yang bergerak di bidang otomotif, Fashion dan properti.
Darrel, putra sulung keluarga Wezumo terpaksa menikahi Hope Emilia, putri seorang sopir keluarganya. Dua tahun menikah, Darrel tidak pernah menyentuh Hope, hingga Darrel tidak sengaja meminum obat perangsang malam itu.
Hubungan keduanya makin dekat saat Darrel mengangkat Hope menjadi asisten dikantornya. Namun kemunculan seorang pria tampan yang amat berbahaya di dekat Hope memicu kesalahpahaman di antara keduanya.
Belum lagi Hope tidak sengaja mendengar fakta sebenarnya dibalik pernikahan mereka. Membuatnya berada dalam pilihan yang sulit. Meninggalkan Darrel, atau mempertahankan pria itu bersama anak Darrel yang ada dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 10
Ketika pesawat sudah mendarat, mereka tidak langsung turun. Pramugari tadi keluar dari kabin kru dan menghampiri mereka. Ia membawa nampan yang di atasnya terdapat dua buah gelas berisi jus.
Hope membuka mata seolah sadar pesawat sudah mendarat. Ia memandangi pramugari tersebut yang kini membungkuk di hadapan Darrel.
"Ini minuman yang tuan Darrel pesan. Jus apel dan mangga."
"Terimakasih." ucap Darrel tanpa senyum. Lelaki tersebut mengambil jus mangga yang pertama dan di sodorkan ke Hope.
"Untukku?" Hope bertanya dulu.
Bisa saja dia salah bukan?
"Memangnya ada wanita lain di sini selain kau?"
Ya ada. Pramugari itu.
Tapi Hope hanya berani menjawab dalam hati. Ia pun tersenyum dan mengambil gelas dari tangan suaminya.
"Terimakasih." ucapnya. Darrel mengangguk singkat, sangat singkat. Setelah itu ia melihat suaminya mengambil gelas yang lain yang masih berada di atas nampan.
"Minumlah, setelah ini kita turun. Aku akan langsung ke kantor, ada urusan yang harus segera di bereskan, tidak ada waktu menemanimu makan. Nanti ada sopir yang menjemput dan mengantarmu ke apartemen kita. Aku sudah menyewa seorang bibi memasakan makanan untukmu." kata Darrel. Hope menganggukkan kepala.
Wanita itu pun menyeruput jus tersebut dengan sedotan.
Dia tahu aku suka rasa mangga?
Hope baru sadar kalau jus yang dia minum adalah jus rasa mangga kesukaannya. Walau kemungkinan suaminya pesan rasa itu karena kebetulan, tapi dirinya tetap merasa senang. Apalagi mulai hari ini, untuk beberapa bulan ke depan mereka hanya akan tinggal berdua.
Ketika turun dari pesawat dan mencapai lobby bandara, dua mobil mewah berwarna hitam berhenti di depan mereka. Masing-masing sopir dari kedua mobil tersebut turun menghampiri Darrel dan Hope. Salah satu sopir paruh baya mengambil dua koper di sebelah Darrel dan memasukkannya ke bagasi mobil dengan telaten.
"Mau pergi sekarang bos?" tanya sopir yang satunya. Umurnya jauh lebih muda dibanding sopir tua tadi. Bahkan mungkin lebih muda dari Darrel.
Darrel menganggukkan kepala kemudian melirik Hope sebentar.
"Aku pergi sekarang. Kau naik mobil yang itu. Bapak itu akan mengantarmu sampai ke apartemen. Kalau kau butuh apa-apa, segera telpon aku. Aku akan menghubungi orang yang bisa membantumu. Satu hal lagi, jangan jalan-jalan sembarangan di luar apartemen kalau sudah malam." pria tersebut mengatakan panjang lebar.
Hope sempat tertegun, namun cepat sadar setelahnya dan mengangguk. Entah suaminya kerasukan apa sehingga sering bicara panjang lebar begitu padanya akhir-akhir ini. Ia melihat pria itu naik mobil mewah di depan mobil yang satunya. Walau canggung, ia melambaikan tangan dan tersenyum.
Kaku sekali. Hope merasa sangat kaku. Karena ekspresi suaminya terlalu datar, tak membalas senyumannya sama sekali. Darrel hanya membalas lambaian tangannya dengan anggukan kecil. Namun tidak mengapa, bukannya sudah biasa? Kenapa dia harus berharap lebih coba? Mobil yang dinaiki Darrel akhirnya berjalan meninggalkan tempat itu.
"Nyonya?" pandangan Hope berpindah ke laki-laki paruh baya di depannya.
"Iya pak?"
"Mau pergi sekarang?"
"Oh, iya-iya pak." wanita itu cepat-cepat masuk ke dalam mobil. Karena terlalu fokus memikirkan Darrel, dia jadi lupa kalau dia juga harus segera pergi dari tempat ini.
Hope duduk dengan tenang selama mobil melaju. Sesekali ia akan teringat papanya saat melihat si sopir dari belakang. Perawakan mereka sedikit mirip.
Pandangan Hope berpindah ke luar mobil. Ia melihat pemandangan-pemandangan di luar sana dengan perasaan damai. Bunyi notifikasi hape mengalihkan fokusnya. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas, melihat siapa yang mengiriminya pesan. Ah, ternyata dari suaminya.
Mas Darrel
¹✉️ 032022___ password apartemen. Lantai 20, apartemen nomor 34. Aku lupa bilang tadi.
Hope mengetik, membalas pesan dari suaminya.
Hope
²✉️ Baik mas,
Mas Darrel
³✉️ Sudah sampai?
Hope
⁴✉️ Belum mas. Tapi kata pak sopir sudah dekat.
Mas Darrel
⁵✉️ Mm.
Hanya itu balasan terakhir Darrel. Sangat singkat. Hope tersenyum simpul. Saking jarangnya pria itu dan dia saling mengirimi pesan, pesan seperti ini saja sudah membuatnya begitu senang.
Ketika membaca lagi angka password apartemen yang di kirim suaminya, keningnya berkerut. Angka itu cukup familiar, tapi di mana dia pernah lihat?
"Sudah sampai nyonya."
Perkataan sopir membuyarkan pikiran Hope. Wajahnya terangkat menatap keluar mobil. Mereka berada di sebelah gedung yang sangat besar dan tinggi. Terlihat seperti hotel bintang lima.
"Ini apartemennya pak?" ia bertanya untuk memastikan. Bisa saja kan sopir itu salah mengantarnya ke hotel.
"Iya nyonya. Saya akan bantu bawa barang-barang tuan Darrel dan nyonya." lelaki paruh baya itu turun, membuka bagasi dan mengeluarkan koper milik Darrel dan Hope.
"Nggak apa-apa pak, biar saya saja pak," Hope ikut turun, berusaha mengambil koper dari tangan si bapak sopir, tapi tidak berhasil.
"Saya saja nyonya. Tuan Darrel sudah berpesan jangan buat nyonya membawa barang nyonya sendiri naik ke atas." ucap sopir itu.
Hope pun terdiam. Ia tertegun. Darrel bilang seperti itu? Benarkah? Kenapa laki-laki itu berubah jadi sedikit lebih manusiawi?
Ketika memasuki apartemen, Hope langsung merasakan kenyamanan. Apartemen ini ternyata terlihat Homey dan terkesan rapi. Semua perabotannya tertata dengan baik di segala sisi. Saat masuk tadi, aroma segar yang menenangkan segera masuk ke indra penciumannya.
Apakah gedung ini adalah salah gedung milik keluarga Darrel? Hope ingat keluarga suaminya punya bisnis properti juga. Dan itu bukan bisnis kecil, di ibukota saja keluarga Darrel punya hotel bintang lima yang di kelola oleh suaminya sendiri.
Tapi Hope tidak peduli sekalipun ia menikahi pria dari keluarga kaya raya. Harta tidak penting baginya. Yang paling penting adalah dia bisa melihat laki-laki yang dia cintai setiap hari.
"Saya pergi dulu nyonya."
Hope bergeming. Baru menyadari masih ada orang lain bersamanya di sini.
"Iya pak, terimakasih udah bantuin saya." ucapnya.
"Sama-sama nyonya." balas lelaki tua tersebut lalu beranjak keluar dari apartemen.
Hope melanjutkan memeriksa seluruh ruangan dalam apartemen. Ternyata ada tiga ruangan. Dua kamar dan satu ruang kerja. Karena sekarang mereka tidak tinggal di rumah mertuanya, mereka pasti akan tidur terpisah sekarang. Raut wajah Hope sedikit kecewa, tapi tidak mengapa.
"Dia tidak mencintaimu Hope, jangan bermimpi terlalu tinggi." gumamnya pelan.
Ia pun menggiring koper milik Darrel ke sebuah kamar yang ia yakini kamar yang akan dipilih pria itu sebagai kamar tidurnya lalu mulai mengatur-ngatur pakaian Darrel di dalam lemari yang masih kosong.
Habis itu ia berpindah tempat ke kamar lainnya untuk melakukan hal yang sama. Wanita itu membanting tubuhnya di kasur selesai melakukan pekerjaannya. Ia menguap lebar-lebar. Kantuknya tiba-tiba datang menghampirinya, Hope pun jatuh tertidur. Tanpa mandi dan tanpa makan