Raka, seorang pemuda 24 tahun dari kota kecil di Sumatera, datang ke Jakarta dengan satu tujuan, mengubah nasib keluarganya yang terlilit utang. Dengan bekal ijazah SMA dan mimpi besar, ia yakin Jakarta adalah jawabannya. Namun, Jakarta bukan hanya kota penuh peluang, tapi juga ladang jebakan yang bisa menghancurkan siapa saja yang lengah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5 Mencari Jalan Baru
Hari-hari di toko Pak Firman semakin terasa seperti rutinitas yang tak terhindarkan. Raka tahu, ia tidak bisa selamanya hanya bertahan di tempat ini.
Meskipun Pak Firman selalu baik padanya dan ia merasa seperti bagian dari keluarga, perasaan bahwa hidup di Jakarta tidak bisa hanya berputar di sekitar toko kecil itu semakin mengusik dirinya.
Jakarta bukanlah tempat bagi mereka yang hanya ingin hidup dengan aman dan tenang—Jakarta adalah tempat untuk mereka yang berani mengambil risiko, yang tahu bagaimana memanfaatkan peluang.
Setelah pertemuannya dengan Dimas, tawaran itu terus menghantuinya. Tawaran untuk bekerja di perusahaan kontraktor besar, memulai karir baru dengan gaji yang lebih tinggi, dan kesempatan untuk berkembang jauh lebih cepat.
Meskipun ia tahu itu adalah langkah besar, ia merasa peluang ini tidak datang setiap hari.
Dimas, yang sudah lebih dulu menapaki dunia konstruksi, terus memberikan dorongan agar Raka tidak ragu.
“Lu tahu kan, bro, kita nggak bisa terus-terusan begini. Lo punya potensi, lo cuma butuh kesempatan,” kata Dimas dalam percakapan terakhir mereka.
Tetapi, meskipun tawaran itu menggoda, Raka tetap merasa bimbang. Ia tidak bisa melupakan kehidupan sederhana yang ia jalani di toko Pak Firman.
Setiap kali ia bekerja di toko itu, ia merasa tenang—meskipun tidak kaya, ia merasa hidupnya teratur dan berjalan dengan baik. Namun, semakin hari ia merasa bahwa itu bukanlah yang ia inginkan dalam jangka panjang.
“Apakah gue hanya mencari kenyamanan? Atau gue benar-benar ingin mengubah hidup?” Raka bertanya pada dirinya sendiri, merenung di suatu malam yang sunyi di kamarnya.
**Perjalanan Pulang yang Penuh Pertanyaan**
Pagi itu, Raka memutuskan untuk berjalan pulang dari toko. Ia tidak langsung menuju kosan, melainkan berjalan menyusuri trotoar Jakarta yang padat.
Jakarta dengan segala kebisingannya selalu memberi efek yang aneh bagi siapa saja yang mencoba merenung. Suara kendaraan, teriakan pedagang kaki lima, dan manusia yang berlalu lalang seolah memberi tekanan, namun di sisi lain, itu juga seperti sebuah panggilan.
Di tengah perjalanan, Raka melihat seorang pria paruh baya duduk di pinggir jalan, menawarkan jasa perbaikan sepatu.
Rambutnya sudah memutih, wajahnya keras, penuh dengan kerutan, dan tangannya penuh dengan bekas luka. Raka terhenti sejenak, memandang pria itu yang tampaknya tak peduli dengan hiruk-pikuk kota yang ramai di sekitarnya. Ia hanya fokus pada sepatu-sepatu yang sedang diperbaiki.
Raka merasa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Pria itu mungkin hidup dalam kesederhanaan, namun ia tampaknya bahagia dengan pekerjaannya, atau setidaknya tidak tampak tertekan oleh kehidupan kota besar ini.
Raka pun melanjutkan langkahnya, tetapi ada pertanyaan yang terus terngiang di benaknya
"Apakah kebahagiaan itu datang dari kenyamanan, ataukah dari perjuangan untuk mencapai sesuatu yang lebih besar?"
**Peluang yang Muncul Tiba-Tiba**
Setelah beberapa hari merenung, Raka memutuskan untuk pergi menemui Dimas dan menanyakan lebih detail tentang pekerjaan yang ditawarkan.
Dimas sudah menunggu di sebuah kafe kecil yang terletak tidak jauh dari proyek konstruksi tempat ia bekerja. Begitu Raka masuk, Dimas langsung menyambutnya dengan senyuman.
"Lo datang juga, bro! Gue tahu lo pasti mikir-mikir kan," kata Dimas, menyodorkan segelas kopi.
Raka tersenyum sedikit canggung. "Iya, gue banyak mikir. Tapi... gue siap. Gue mau coba."
Dimas menepuk bahu Raka dengan penuh semangat.
"Gue yakin lo nggak bakal nyesel. Gue bantu lo untuk bisa masuk ke sini. Kerja di sini nggak mudah, tapi kalau lo kerja keras, lo bakal lihat hasilnya. Gaji lebih besar, dan yang paling penting, lo bisa dapetin pengalaman yang nggak akan lo dapat di tempat lain."
Raka merasa sedikit lega. Keputusan itu memang berat, tapi ia tahu bahwa untuk bisa berkembang, ia harus melangkah keluar dari zona nyaman.
Bekerja di toko Pak Firman memberi pelajaran berharga, tetapi ia merasa sudah waktunya untuk menguji kemampuannya di dunia yang lebih luas.
**Langkah Pertama di Dunia Baru**
Hari pertama di proyek konstruksi itu datang, dan Raka merasa gugup. Ia mengenakan pakaian kerja yang disediakan oleh perusahaan, berangkat lebih pagi dari biasanya. Dimas sudah menunggunya di depan pintu gerbang proyek.
“Nggak usah khawatir, bro. Semua dimulai dari sini,” kata Dimas, memberikan semangat.
Di dalam proyek itu, Raka mulai terjun langsung ke dalam dunia konstruksi. Pekerjaan pertama yang diberikan adalah mengangkut bahan bangunan, membantu para pekerja yang lebih berpengalaman, dan memastikan semua barang yang dibutuhkan tiba tepat waktu.
Raka merasa kewalahan, tubuhnya cepat lelah, dan otaknya terus berpacu dengan waktu. Tapi di sisi lain, ia merasa ada sesuatu yang membangkitkan semangat dalam dirinya—adanya tantangan besar yang harus dihadapi, dan kesempatan untuk belajar hal baru setiap harinya.
Dimas selalu ada untuk membimbingnya, mengajarkan cara-cara teknis yang diperlukan untuk pekerjaan lapangan. “Di sini nggak ada yang instan, bro. Kalau lo nggak kerja keras, lo nggak bakal bisa bertahan,” ujar Dimas sambil menunjukkan bagaimana cara mengangkat material yang benar dan efisien.
Meskipun berat, Raka merasa sesuatu berubah dalam dirinya. Ia tidak lagi hanya merasa terperangkap dalam rutinitas, melainkan merasakan adanya kebanggaan dalam setiap langkah yang ia ambil. Ia tahu bahwa ini adalah jalan baru, dan meskipun penuh tantangan, ia siap untuk menghadapinya.
**Malam yang Penuh Refleksi**
Setelah seminggu bekerja di proyek tersebut, Raka kembali ke kosannya dengan tubuh yang lelah. Namun, ada perasaan yang berbeda. Di tengah kepenatan itu, ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam—sebuah pemahaman bahwa setiap langkah yang ia ambil membawa dirinya lebih dekat ke tujuan yang lebih besar.
Ia tahu bahwa dunia konstruksi ini penuh dengan tantangan, tetapi ia juga tahu bahwa itulah yang akan membantunya tumbuh.
Malam itu, Raka duduk di depan jendela kosannya, menatap keramaian Jakarta yang tidak pernah tidur. Dalam hatinya, ia merasa lega. Keputusan untuk mengambil langkah besar ini bukanlah keputusan yang mudah, tetapi ia merasa bahwa itu adalah keputusan yang tepat.
Jakarta memang keras, tetapi di sinilah tempatnya untuk membuktikan bahwa ia bisa bertahan dan berkembang. Keberhasilan tidak datang dengan mudah, tetapi Raka sudah siap untuk menjalani perjalanan ini, apapun yang akan terjadi.
Di luar sana, kota ini terus bergerak, begitu juga dengan dirinya. Jakarta memberikan banyak tantangan, tetapi di balik setiap tantangan, ada peluang untuk tumbuh.
Raka tahu, ini baru permulaan, dan langkah pertamanya sudah diambil. Ia tidak akan menyerah begitu saja—ia akan terus maju, karena ia tahu bahwa hanya dengan bergerak, ia bisa menemukan jalan menuju masa depan yang lebih baik.