Ketika mimpi berubah menjadi petunjuk samar, Sophia mulai merasakan keanehan yang mengintai dalam kehidupannya. Dengan rahasia kelam yang perlahan terkuak, ia terjerat dalam pusaran kejadian-kejadian mengerikan.
Namun, di balik setiap kejaran dan bayang-bayang gelap, tersimpan rahasia yang lebih dalam dari sekadar mimpi buruk—sebuah misteri yang akan mengubah hidupnya selamanya. Bisakah ia mengungkap arti dari semua ini? Atau, akankah ia menjadi bagian dari kegelapan yang mengejarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon veluna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kabar duka yang menghantam hati
Pagi ini rasanya aneh. Aku masih bisa merasakan sisa kegelisahan yang menggangguku sepanjang malam. Tidak ada tidur nyenyak, hanya lamunan kosong di tengah malam yang sunyi. Mungkin firasat buruk sudah mengintai sejak semalam, tetapi aku mencoba mengabaikannya, berpikir bahwa ini hanya kecemasan berlebih yang biasa.
Namun, ketika aku sedang bersiap untuk berangkat sekolah, suara telepon di ruang tamu berdering kencang, mengusik pagi yang seharusnya tenang. Aku sempat terdiam di depan cermin, mendengarkan suara ibu yang mengangkat telepon itu. Awalnya, hanya terdengar gumaman samar dari suara ibu, tapi beberapa saat kemudian, suaranya berubah menjadi isak tangis yang pecah.
"Sophia, sini sebentar," panggil ibu dengan suara serak.
Aku berjalan mendekat, dengan jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Entah kenapa, aku merasa ada sesuatu yang sangat salah.
"Sophia... Tante Rina... Tante Rina sudah pergi," kata ibu sambil berusaha menahan air mata yang sudah tak terbendung lagi Bisa diperhalus menjadi "Maksud Ibu... Tante Rina pergi ke mana?", sebenarnya aku sudah curiga maksud dari kata " pergi "itu tapi aku masih memastikannya pada ibu.
" Tante Rina udah meninggal". Ucap ibu
Saat mendengar itu, rasanya seperti ada beban berat menghantam dadaku. Dunia di sekitarku membeku; hanya gema kata-kata ibu yang terus berulang di kepala: 'Tante Rina sudah meninggal.' Aku ingin menyangkal, tetapi kenyataan terlalu jelas.
Aku terdiam, tubuhku membeku. Tante Rina, sosok yang selalu hadir dalam hidupku, sekarang telah tiada. Aku terduduk dengan pandangan kosong. Air mata yang selama ini enggan keluar, kini mulai mengalir tanpa bisa kutahan. Rasanya terlalu sakit untuk dipercaya, terlalu mendadak untuk diterima.
Pikiran ku langsung kembali ke masa lalu.
Tante Rina adalah sosok yang selalu membuatku merasa aman. Saat aku kecil dan merasa terabaikan oleh keluarga, Tante Rina selalu ada untuk menghiburku. Dia sering mengunjungiku hanya untuk memastikan aku baik-baik saja, membawakan makanan kesukaanku, dan membelikan buku-buku cerita yang aku sukai, dan kadang mengajak ku jalan jalan, keliling kota, ke perpustakaan dan banyak tempat tempat bagus dikota ini. Kedekatan ku dan Tante Rina bahkan melebihi keluarga kandungku sendiri.
Aku ingat suatu hari ketika aku sedang menangis sendirian di belakang rumah karena pertengkaran dengan ibuku. Hari itu adalah hari ulang tahunku yang dilupakan oleh semua orang di rumah. Aku merasa tidak diinginkan, tidak dianggap. Namun, tiba-tiba Tante Rina muncul, dengan senyum hangatnya seperti biasa.
"Hei, kenapa Sophia nangis sendirian di sini? tanyanya lembut sambil duduk di sampingku.
Aku hanya menggeleng tanpa berkata apa-apa. Saat itu aku terlalu malu untuk mengungkapkan perasaanku, tetapi Tante Rina tampaknya sudah tahu apa yang aku rasakan. Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil dari tasnya, dan di dalamnya terdapat sebuah gelang berwarna biru yang cantik.
"Selamat ulang tahun, sophia. Tante mungkin tidak bisa menggantikan semuanya, tapi Tante akan selalu ada di sini untuk kamu," katanya sambil memakaikan gelang itu di pergelangan tanganku.
" Dan juga ini" lanjutnya sambil menyodorkan kotak yang lebih besar.
Saat aku membuka kotak itu isinya seekor kucing yang sangat amat lucu
Yang kuberi nama hitam sekarang.
Aku tidak bisa menahan tangis bahagia saat itu. Rasanya seperti ada seseorang yang benar-benar peduli padaku, seseorang yang mencintaiku tanpa syarat. Tante Rina selalu tahu bagaimana cara membuatku merasa dihargai.
Air mata yang mengalir kini semakin deras saat aku mengingat momen itu. Gelang biru itu masih ada di pergelangan tanganku sekarang, sudah memudar warnanya, tapi kenangannya masih sama kuatnya. Aku melihat ke arah ibu yang masih terisak, mencoba menguatkan diri.
"Kenapa, Bu? Kenapa tante pergi?" tanyaku dengan suara yang bergetar.
Ibu menghela napas panjang. "Tante Rina sudah lama sakit, sophia. Kanker yang dideritanya semakin parah. Tante tidak ingin merepotkan siapapun, jadi dia tidak memberitahumu. Dia tidak mau kamu khawatir," jawab ibu dengan suara berat.
Rasanya semakin sesak mendengar itu. Tante Rina selalu memikirkan orang lain, bahkan di saat-saat terakhirnya. Aku merasa bersalah, marah pada diri sendiri karena tidak tahu bahwa dia sedang menderita, karena tidak ada di sana saat dia membutuhkan dukungan.
Aku segera meraih tas sekolahku. Aku tidak peduli lagi dengan jadwal pelajaran atau hal-hal lain. Yang ada di pikiranku hanyalah ingin segera pergi ke rumah tante Rina untuk melihatnya, bahkan jika itu hanya tubuh tanpa nyawanya.
"Mau ke mana kamu?" tanya ibu dengan suara serak.
"Aku mau ke rumah tante sekarang. Aku harus melihatnya," jawabku dengan tegas.
Ibu hanya mengangguk. Dia tahu betapa pentingnya Tante Rina bagiku, lebih dari sekadar seorang saudara bagi ibu, dia adalah satu-satunya sosok keluarga yang membuatku merasa dicintai sepenuhnya.
Sesampainya di Rumah Duka
Saat aku tiba di rumah tante Rina, Lantai rumah terasa dingin ketika aku bersimpuh di samping tubuhnya. Aroma dupa yang memenuhi ruangan menusuk hidung, seakan menambah berat rasa kehilangan yang menyelimuti hatiku. Orang-orang yang datang tampak seperti bayangan kabur; aku terlalu tenggelam dalam duka untuk menyadari kehadiran mereka.
Para tetangga berkumpul, berdoa, dan saling memberikan pelukan penghiburan. Namun, aku merasa asing dengan semua ini. Rasanya seperti berada dalam mimpi buruk yang tidak pernah berakhir.
Di tengah ruangan, aku melihat tubuh tante Rina terbujur kaku, wajahnya terlihat damai, seperti seseorang yang akhirnya menemukan ketenangan setelah sekian lama menderita. Aku berjalan mendekat, lututku gemetar. Aku berlutut di sampingnya, memegang tangannya yang sudah dingin.
"Tante, kenapa nggak pernah cerita soal penyakit ini?" bisikku, berharap ada jawaban yang keluar dari bibirnya. Tapi tentu saja, tak ada suara. Hanya sunyi yang menyelimuti kami berdua.
Aku teringat saat-saat terakhir aku bertemu dengannya beberapa minggu lalu. Tante Rina terlihat lebih lemah dari biasanya, tapi dia tetap tersenyum hangat, seperti biasa. Dia memelukku erat dan berkata, "Jaga diri kamu baik-baik ya, Sophia. Tante selalu sayang kamu."
"Nanti apapun yang terjadi kamu harus kuat ya, masih banyak kejutan kedepannya". Lanjutnya.
Saat itu aku tidak mengerti kenapa dia berkata seperti itu. Tapi sekarang aku tahu. Itu adalah pesan terakhirnya, sebuah salam perpisahan yang disampaikannya dengan penuh cinta dan kepedulian.
Air mata yang tadi sempat berhenti mengalir kini tumpah kembali. Semua kenangan bersama Tante Rina seakan berputar kembali di dalam pikiranku. Momen-momen sederhana seperti memasak bersama di dapur, berbagi cerita saat hujan turun, hingga saat dia membelikan ku kado ulang tahun pertama yang membuatku merasa sangat dihargai.
Semua kenangan itu kini menjadi serpihan yang akan aku bawa selamanya.
"Selamat jalan, Tante. Aku akan merindukanmu," ucapku pelan.
Orang-orang di sekitarku mulai berbisik, memberikan dukungan dan ucapan belasungkawa. Namun, tidak ada kata-kata yang bisa menghapus rasa sakit yang kurasakan saat ini. Kehilangan seseorang yang begitu berarti dalam hidupku, seseorang yang selalu ada saat aku merasa terpuruk.
Aku meremas gelang biru di pergelangan tanganku. Sebuah simbol kecil dari cinta yang tante Rina berikan padaku, yang sekarang menjadi kenangan paling berharga. Aku tahu hidup harus terus berjalan, tetapi rasanya akan sangat sulit tanpa kehadiran sosok yang selama ini menjadi sandaran emosionalku.
Malam itu, di rumahku yang sunyi, aku menatap langit dan berbicara pada bintang-bintang yang bersinar terang.
"Tante, pasti Tante udah jadi salah satu dari bintang bintang itu ya"... bisikku pelan, sambil mengelus hitam.
Aku menutup mataku dengan perasaan yang masih sesak. Tapi aku tahu, meskipun Tante telah tiada, kenangannya akan selalu hidup di hatiku. Gelang biru ini akan terus kugenggam sebagai pengingat akan cinta tanpa syarat yang selalu dia berikan. Selamat jalan, Tante. Aku berjanji akan menjaga semangatmu tetap hidup.
------------。♡
mampir juga dikerya ku ya jika berkenan/Smile//Pray/