Kembali ke masa lalu? Terdengar mustahil. Namun, itulah yang dialami Meyra. Ia terbangun dan mendapati dirinya kembali ke dua tahun yang lalu. Saat Nathan, pemuda yang tulus mencintai Fiona, belum mengalami kehancuran.
Di masa depan, Meyra tahu Nathan akan mengakhiri hidupnya karena cinta tulusnya hanya dimanfaatkan oleh Fiona. Maka dari itu ia bertekad mengubah takdir Nathan.
Bisakah Meyra menyelamatkan Nathan dan memberinya akhir yang bahagia ?
Ikuti kisah romansa Meyra dan Nathan dengan berbagai konflik di dalamnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon qinaiza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
"Blake, Meyra sama Sera bakal ikut mobil ini ya." kata Nathan, melihat orang kepercayaan Daddy nya itu yang sudah stand by untuk menjemputnya. Sebenarnya Nathan disuruh untuk ke perusahaan, tapi melihat Meyra dan Sera sedang dalam masalah karena mobilnya, jadilah ia menawarkan diri untuk pulang bersama.
"Iya tuan muda" Blake menganggukkan kepalanya.
"Buset, idaman gue banget ini mah." batin Sera berteriak kegirangan. Tubuh kekarnya tampak menonjol di balik kemeja yang melekat erat, dilengkapi dengan balutan jas hitam elegan. Kulit tan-nya menambah kesan maskulin dan seksi pada pria tersebut.
"Terus gue duduk dimana dong ?" tanya Sera, yang dalam hatinya terus berharap akan disuruh duduk di depan, bersama dengan pria yang baru saja ia kagumi.
"Di depan aja ya sama Blake."
"Yes" batin Sera merasa begitu senang. Namun sebisa mungkin, gadis cantik itu menjaga ekspresi mukanya agar tetap terlihat normal.
"Hm, ya udah deh." jawabnya seolah pasrah.
"Sera keliatannya aja kek pasrah gitu, tapi dalam hatinya pasti lagi kesenengan karena Blake mirip dengan tipe idamannya." batin Meyra terkikik geli.
"Mari" Blake membuka pintu mobil untuk Nathan dan juga Sera. Meyra sendiri masuk dari pintu yang sama dengan Nathan.
"Aw, he's such a gentleman. I want this man so bad." Sera lagi-lagi membatin, betapa dia mengagumi pria itu dan menginginkannya untuk menjadi miliknya. Sepertinya dia akan berusaha untuk mendekati Blake.
"Thanks" ucap Sera dengan memberikan senyuman termanisnya.
"Sama-sama nona." Blake membalas senyuman Sera, membuat gadis itu tak berhenti berteriak kegirangan dalam hatinya.
"Um, sebelumnya aku mau minta maaf sama kamu." Meyra membuka percakapan saat mobil sudah berjalan agak jauh dari kampus.
"Minta maaf kenapa ?" tanya Nathan keheranan, merasa gadis itu tak berbuat salah padanya. Yang ada harusnya dia sendiri yang minta maaf kepada Meyra.
"Aku udah ceritain ke Sera soal Ayah kandung kamu, maaf." Nathan menganggukkan kepalanya paham
"Oh karena itu, gak apa-apa kok Meyra santai aja." balasnya sembari tersenyum lepas. Membuat Meyra lega melihat respon dari pemuda itu.
"Tenang aja Nathan, gue gak bakalan ember kok." Sera ikut menimpali pembicaraan keduanya.
"Hahaha iya percaya"
Selama perjalanan diisi oleh percakapan Nathan dan juga Meyra, sesekali Sera ikut menimpali. Sedangkan Blake hanya menyimak saja.
Kini mobil sudah sampai di kediaman Ramsey, tempat tinggal Serana.
"Makasih ya Nathan, atas tumpangannya."
"Iya sama-sama Sera"
"Gue duluan ya Mey"
"Oke Sera"
Sebelum benar-benar turun dari mobil, gadis cantik dengan tubuh semampai itu memantapkan hatinya untuk melakukan hal ini.
"Huft, go Sera. You can do it." batinnya menyemangati dirinya sendiri yang sekarang tengah gugup.
"Um..." Sera seolah ragu-ragu untuk mengatakannya.
"Ada apa Sera ?" tanya Nathan
"Iya ada apa Sera ? Ada yang mau kamu sampein lagi kah ?" Meyra juga bertanya pada sahabatnya itu yang tak kunjung turun dari mobil.
"Boleh minta nomornya Om ?" seketika Meyra dan Nathan bertatapan satu sama lain. Setelah itu mati-matian Meyra menahan tawanya dengan menutup mulutnya kuat.
Blake sendiri memandang Sera dengan tatapan yang tidak bisa Sera jelaskan. Entahlah, ia tidak bisa membaca arti tatapan pria itu. Usai memandang Sera, ia mengalihkan tatapannya menuju Nathan, seperti meminta pendapat.
"Kasih aja Blake" ucap Nathan sembari tertawa kecil. Sera yang mendengarnya tak berhenti berteriak kegirangan dalam hati karena cowok itu mendukungnya. Akhirnya Blake memberikan nomor ponselnya pada Sera.
"Sekali lagi makasih ya Nathan. Makasih juga Blake, bye semuanya." pamit Sera dengan raut wajah yang begitu riang seolah baru saja memenangkan sebuah lotre. Blake menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
"Sama-sama Sera" balas Nathan
"Hahaha iya Sera" sahut Meyra yang tertawa melihat raut bahagia yang terpancar dari sahabatnya.
"Unik juga ya Sera" ujar Nathan yang disetujui oleh Meyra.
"Ya gitu deh"
"Pantesan kamu juga gitu" Meyra langsung menoleh mendengar perkataan Nathan barusan.
"Apanya ?"
"Dulu pas deketin aku" jawab Nathan
"Ih... Gak usah diinget-inget lagi itu mah. Aku waktu itu lagi khilaf." Meyra membuang pandangannya ke samping, ke arah jalanan. Tak ayal pipinya ikut memerah karena malu dengan Nathan yang kini seolah menggoda dirinya.
"Hm, jadi waktu itu kamu cuma khilaf ya ?" Nathan memasang raut sedihnya.
"Bukan gitu" Meyra ingin menjelaskan, tapi ekspresi Nathan berubah kembali menjadi menggodanya. Jadi pemuda itu hanya berpura-pura sedih ternyata.
"Terus apa ?" godanya
"Tau ah, ngeselin." Meyra kembali membuang pandangannya. Namun secara tak terduga dia dikejutkan dengan tindakan yang dilakukan oleh Nathan. Karena pemuda itu mencium pipinya. Sekali lagi ia tekankan men.ci.um. pipinya. Ingatkan Nathan jika sekarang mereka tidak sendirian. Ada orang lain di sana dan bisa-bisanya cowok itu melakukan hal tersebut padanya. Huh, semoga saja Blake tidak lihat.
Rasanya Meyra ingin berteriak sekarang dan berguling-guling. Rasa panas di pipinya bukti dirinya sangat salting karena pemuda disampingnya ini. Sebisa mungkin Meyra menahan senyumannya dengan menggigit pipi bagian dalamnya. Nathan sendiri senang melihat gadis imut itu blushing, dan hal itu disebabkan olehnya.
Dia langsung merapatkan diri ke Meyra, menggenggam tangan gadis itu. Menyenderkan kepalanya di pundak Meyra, kemudian mengecup tangan sang gadis yang ada di genggamannya berkali-kali. Tolong, rasanya Meyra sudah tidak kuat lagi mendapatkan serangan brutal dari Nathan seperti ini.
"Kenapa aku jadi teringat gadis tadi ya." batinnya yang baru saja melihat keromantisan dari anak tuannya.
...🍀🍀🍀🍀🍀🍀🍀...
"Daddy"
"Kau sudah sampai ternyata Son, sini duduk." Dominic menepuk-nepuk sofa agak panjang, yang tengah didudukinya sekarang. Ia ingin agar putranya itu duduk di sampingnya. Nathan menganggukkan kepalanya, dan bergegas duduk di samping sang Ayah.
"Bagaimana dengan tugas yang ku berikan padamu Blake ?"
"Hah, tugas apa ?" batin Nathan bertanya-tanya.
"Semuanya berhasil Sir. Kemenangan tender kita dapatkan, begitu juga dengan beberapa investor dari Bradley yang sudah kita tarik dan beralih menanamkan sahamnya di perusahaan ini." bibir Dominic seketika membentuk lengkungan atas.
"Kerja bagus. Selanjutnya serahkan ini pada si Bradley itu." Blake menerima sebuah kotak berwarna hitam mengkilat. Terasa ringan, seperti tidak ada isi didalamnya.
"Baik Sir, segera saya laksanakan." balasnya dengan patuh.
"Oke, kamu boleh pergi sekarang."
"Kalo begitu saya pamit Sir, tuan muda." pamitnya
"Iya"
"Iya Blake, terima kasih sudah menjemputku." Blake menganggukkan kepalanya, lalu melangkahkan kaki menjauh dari ruangan Dominic.
"Maaf Dad, Nathan agak telat kesini nya. Soalnya Nathan minta buat anterin Meyra sama Sera dulu."
"Tidak apa-apa. Oh iya, ada yang mau Daddy bicarakan."
"Apa itu Dad ?"
"Ini masalah rencana pertunangan Meyra dan juga Gale. Daddy rasa kamu juga harus mempublikasikan dirimu sebagai pewaris McCartney." Dominic mencoba memberikan pendapatnya.
"Kenapa begitu Dad ? Bukannya tanpa hal tersebut Daddy bisa membuat Gale agar menyerah memaksakan kehendaknya pada Meyra."
"Iya memang Daddy bisa. Tapi setelah perjodohan itu batal, apa kamu yakin tidak akan ada lagi orang seperti Gale yang mendekati Meyra nantinya. Kamu kan tidak bisa melindungi gadis itu secara langsung dari orang yang mendekatinya secara terang-terangan ? Jadi Daddy rasa, mempublikasikan kamu ke publik itu adalah pilihan yang bagus. Akan tetapi kembali lagi, semua itu keputusan kamu. Kamu berhak untuk memutuskannya sendiri, dan Daddy tidak akan memaksa. Daddy hanya memberikan pendapat, yang menurut Daddy baik buat kamu." terangnya, memberikan penjelasan panjang lebar pada sang putra.
Nathan merenungkan pendapat dari Daddy nya barusan. Dan ya, yang dikatakan memang benar. Jadi ia harus segera mengambil keputusan. Satu hal yang pasti, jika perubahan pada dirinya nanti itu ia lakukan semata untuk Meyra. Sungguh dirinya tidak rela jika harus kehilangan gadis manis nan imut itu. Sebisa mungkin dia akan mempertahankannya agar bisa terus berada disisinya.