Fakultas peternakan x Fakultas Hukum
Nyambung nggak jelas ngak Nyambung bangetkan, bau sapi sama tumpukan undang-undang, jelas tidak memiliki kesamaan sama sekali. Tapi bagaimana jika terjalin asmara di dalam perbedaan besar itu, seperti Calista Almaira dan Evan Galenio.
Si pawang sapi dan Arjuna hukum yang menjalin hubungan dengan dasar rasa tanggung jawab karena Evan adalah pelaku tabrak lari kucing kesayangan Calista.
Kamu sudah melakukan tindak kejahatan dan masih bertanya kenapa?" Calista sedikit memiringkan kepala menatap Evan dengan tidak percaya, laki-laki yang memakai kaos putih itu pun semakin bingung.
"Nggak usah ngomong macen-macem cuma buat narik perhatian gue, basi tau nggak!" Hardik Evan emosi.
"Buat apa narik perhatian pembunuhan kayak kamu!"
Beneran kamu bakal ngelakuin apapun?" Tanya Calista yang gamang dan ragu dengan ucapan Evan.
Evan mengangguk pasti.
"Hidupin joni lagi bisa?"
"Jangan gila Lu, gue bukan Tuhan!" sarkas Evan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kegaduhan
Hujan menguyur kota, kantin Fakultas Ekonmi menjadi lebih ramai dari biasanya. Banyak mahasiswa yang menghabiskan waktu istirahatnya di sana atau berkumpul untuk mendiskusikan tugas kelompok mereka. Dan untuk Calista, dia dan Laura duduk santai di salah satu sudut kantin menikmati semangkuk bakso berkuah pedas sambil menunggu Evan dan kedua temannya untuk makan siang bersama.
Tiba-tiba seorang wanita datang dengan langkah angkuh dan aura pengacara yang siap berdebat, datang menghampiri meja calista dengan dua temannya.
Brak!
Meja tempat Calista makan digebrak dengan keras, Calista terjingkat tapi tidak mengalihkan atensinya pada bakso yang sedang ia nikmati. Berbeda dengan Calista yang santai laura sudah mengaktifkan mode menyerang, gadis berkepang dua itu menatap nyalang pada Gaby yang menatapnya angkuh. Gaby tersenyum mengejek Laura, lalu pandanganya bergulir pada calista yang masih menikmati baksonya dengan anteng seolah tidak terjadi apapun. Gaby mencondongkan tubuhnya, dengan satu tangan menopang di atas meja. Wajahnya mendekat menatap lekat Calista dengan amarah yang terpancar kuat
"Jauhi Evan!" tegas Gaby dengan nada rendah tepat di depan wajah Calista.
Tangan Calista terhenti, potongan bakso yang hendak ia suapkan ke mulutkan kembali ia letakkan di mangkok ayam jago. Perlahan ia mengangkat wajahnya, kini dia dan gadis bernama Gaby itu berhadapan dengan jarak yang sangat dekat.
"Kenapa?" pertanyaan singkat yang Calista membuat Gaby semakin kesal.
Gaby tertawa dan menarik tubuhnya menjauh, tangan gadis itu menyilang di di dada membah kesan angkuh dan mengintimidasi.
"Lu masih tanya kenapa? Lu tuh nggak pantes sama Evan. Kayaknya gue nggak usah jelaskan apa yang buat nggak pantes," sahut Gaby dengan alis yang terangkat naik, mata gadis itu menyorotkan tatapan mengejek melihat Calista dari atas ke bawah.
"Eh yang sopan ngomong sama Kating (kakak tingkatan)!" pekik Laura yang merasa gadis di depannya ini sudah berlaku tidak sopan.
Gaby dan kedua temannya tertawa keras mendengar ucapan Laura. Seluruh atensi kantin Fakultas ekonomi sore itu terpusat pada meja Calista, mereka hanya memperhatikan tanpa ada satupun yang berani ikut campur.
''Kating? sorry ya gue nggak perlu dan nggak butuh hormat sama orang-orang dekil, kotor kayak kalian." Gaby mengayunkan telunjuknya menunjuk malas pada dua gadis yang duduk di hadapannya, seolah mereka adalah sampah menjijikan.
Laura berdiri dengan dua tangan tertumpu pada meja dengan keras, tatapannya tajam siap menghunus dan merobek mulut lawan bicaranya.
"Apa maksud Lu?!"
"Ya maksudnya apa lagi? Masih nanya, duh emang anak FAPET otaknya pada lemot ya. Oke gue jelasin biar sadar tanpa harus ngebebanin otak kandang Lu buat berpkir. Sahabat kamu ini tiap hari di kandang, main sama hewan-hewan jorok yang bau, dan gue yakin kayaknya Lu sama teman Lu ini udah nggak tau lagi bedanya parfum sama bau kompos. Ya nggak tau lah ya, anak FAPET mana ngerti pafrum sih, idup mereka kan cuma di kandang sapi, ngerjain hal nggak jelas, sama kayak isi otak mereka yang nggak jelas. Hahahahah!"
Gaby tertawa lepas, berbeda dengan dua temannya yang terlihat sedikit gelisah dan tidak nyaman. Mungkin mereka tidak mengira jika Gaby akan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas seperti itu. Salah satu dari mereka menyikut gaby dan membisikkan sesuatu, tapi Gaby segera menepis tanggannya dan membentak gadis itu."Diem, ini urusan gue!'
Gadis berkemeja crop biru itupun diam dan membuang wajahnya ke arah lain, sementara gadis yang berdiri di sisi lain Gaby hanya memasang wajah datar dan ikut tertawa saat gaby tertawa, yang sama dari keduanya hanyalah raut wajah tertekan.
Hujan sore itu membasahi atap kantin Fakultas Ekonomi, menciptakan suara gemericik yang membuat suasana semakin mencekam. Meja-meja di sekitar mereka tampak sepi meski berpenghuni, namun suasana yang tegang membuat setiap langkah terdengar jelas. Beberapa mahasiswa hanya diam, berbisik-bisik, dan saling menatap satu sama lain, tak berani ikut campur meskipun ketegangan semakin memuncak.
"Lu bener-bener keterlaluan!"
Laura berdiri dengan dada yang terengah-engah, bibirnya gemetar menahan amarah agar tidak tidak semakin gaduh, tapi Laura benar-benar tidak bisa menerima saat Gaby kaum fakultasnya. Tangan yang terletak di meja seolah memberi penekanan pada setiap kata yang keluar dari mulutnya. Udara lembab semakin menambah sesak, menciptakan rasa panas yang menggantung di sekeliling mereka. Gaby berdiri tegak dengan senyum sinis, seolah menikmati ketegangan ini, sementara kedua temannya terlihat cemas, merasakan gelombang ketegangan yang bisa meledak kapan saja.
Di luar, hujan semakin deras, seolah mendukung suasana hati yang suram ini. Kantin itu tampak seperti arena pertempuran, di mana hanya ada dua pilihan: bertahan atau mundur. Tak ada yang berani menghalangi, hanya menyaksikan dengan mata terbelalak, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun di tengan ketegangan itu, calista masih terlihat tenang bahkan ia masih menikmati baksonya dengan lahap. Sesekali gadis itu menyeka keringat di keningnya dengan ujung lengan.
"Hmm, kandang kami bersih, kok. Kamu harusnya main ke peternakan biar tau fakta dulu sebelum ngomong."
Gaby tertawa sinis mendengar ucapan Calista.
"Lihat tuh. Sahabat Lu bahkan nggak bisa bela diri sendiri, ya nggak bisalah yang gue omongin kan bener, Dian emang bau tai, bau kompos, kotor. Gue heran kenapa orang kayak gini yang dipilih Evan? Kasian banget. kayak nggak ada manusia yang lebih bersih dikit daripada si Calista ini. Tapi gue yakin, Evan pasti merasa kasihan aja makanya mau sama Lu."
Laura mengambil gelas es miliknya berniat menyiramkan sisa es jeruk ke arah Gaby. Calista yang bisa membaca pergerakan sahabatnya segera menahan tangan Laura, Laura menoleh menatap Calista dengan kesal. Sementara Calista menggeleng pelan, matanya memohon agar Laura tidak melakukan hal itu. Laura mengerang kesal, gelas di tangannya berakhir kemabli di meja dengan benturan keras.
"Denger ya gue nggak tau Lu siapa dan mau Lu apa sama kita. Tapi satu yang pasti lebih baik kita yang bau tai daripada bau mulut Lu yang penuh fitnah. Lu dari tadi ngoceh nggak jelas ngehina anak fapet, apa Lu pikir Lu keren. Nggak, Lu malah nunjukin kwalitas diri Lu dengan apa yang baru Lu lakuin," tutur Laura yang membuat Gaby mengeratkan giginya.
"Apa Lu bilang?! Hati-hati ngomong ya, Lu pikir karena Lu Kating, Lu bisa nge-jugje gue seenak jidat Lu. Jangan harap gue bakal tunduk ama Lu. Gue cuma mau temen Lu ini jauh-jauh dari Evan, dia nggak pantes sama Evan, tau diri dong. Wanita murahan kayak dia tuh nggak pantes sama Evan!"
Telunjuk Gaby menegang kearah calista yang sedari tadi diam. Tiba-tiba, suara tegang itu terpotong saat langkah cepat terdengar di belakang. Evan muncul di pintu kantin, wajahnya tegang, matanya tajam menatap ke arah yang meja dima kegaduhan berasal.
"Bilang apa tadi?" suara Evan datar, tapi ada kekuatan yang terkandung dalam nada bicara itu. Ia melangkah maju, mendekatkan dirinya pada Gaby yang masih berdiri dengan bibir menyeringai menatap renmeh pada Calista.
Gaby itu terdiam sejenak wajannya mulai pucat, terkejut dengan kedatangan Evan yang langsung memusatkan perhatian pada dirinya.
"E-Evan, gue..." kata Gaby tergagap, perlahan mulai mundur. Dia sungguh tidak menduga kedatangan Evan secepat ini. Padahal dia sudah dapat informasi dari temannya jika Evan sedang rapat BEM.
Evan tak memberikan kesempatan untuk berdebat. "Jangan pernah sekali-kali ngomong soal Caca seperti itu lagi. Kalau Lo pikir Lu bisa merendahkan dia begitu aja, Lo salah besar," ujar Evan tegas, wajahnya semakin serius. Ia mendekat, langkahnya berat, menambah ketegangan di udara.
“Calista punya gue, dan dia jauh lebih berharga dari sekadar omongan gak penting kayak Lo!” Evan berdiri tegak, menatap tajam Gaby, memberi peringatan yang jelas.
Suasana kantin yang sebelumnya masih sedikit riuh dengan bisikan kini berubah sunyi senyap, hanya suara napas terengah yang terdengar. Gaby akhirnya terdiam, tidak berani melanjutkan perkataannya.
Evan menoleh ke arah Calista yang berdiri di pojok, matanya lembut, meski ada sedikit kekhawatiran di balik ekspresinya. "Kita pergi," katanya pelan, melangkah menuju Calista dan menggenggam tangannya erat.
Calista hanya mengangguk kecil, meski hatinya masih terkejut dengan kejadian tadi. Namun, Evan sudah ada di sampingnya, dan itu cukup untuk membuatnya merasa aman. Ia pun bangkit lalu mengikuti langkah Evan yang menariknya.
"Stop Kak Evan, aku cuma ngingetin Kak Evan. Kalau Kak Evan tuh pantas dapet yang lebih baik daripada..."
Langkah Evan terhenti, ia lalu menoleh dengan msih menatap tajam pada Gaby.
"Cewek gue itu jauh lebih baik dari Lu karena dia nggak pernah ngejatuhin orang lain, dan hanya dia yang pantes buat gue," ucap Evan penuh penekanan, mata Calista seketika membola dan menatap Evan tertegun menatap Evan.
Evan menarik lagi tangan Calista membawa gadis itu pergi dari kantin. Laura menyilangkan tangan di dada menatap remeh Gaby dengan penuh kemenangan.
"Kalau gue jadi Lu, gue nangis sih," ledek Laura.
Gaby mendelik tajam dan langsung pergi dari kantin dengan wajah masam.
kan jadinya kehilangan jejaknya Caca
fix sih Evan sama Calista gaakan cuma hubungan sementara 2bulan tapi lanjooot terus wkwk
cukup dengan memberi makan kucing saja Caca udah bahagia banget