NovelToon NovelToon
Mentari Di Balik Kabut

Mentari Di Balik Kabut

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Percintaan Konglomerat / Fantasi Wanita
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Fika Queen

Roseane Park, seorang mahasiswi semester akhir yang ceria dan ambisius, mendapatkan kesempatan emas untuk magang di perusahaan besar bernama Wang Corp. Meskipun gugup, ia merasa ini adalah langkah besar menuju impian kariernya. Namun, dunianya berubah saat bertemu dengan bos muda perusahaan, Dylan Wang.

Dylan, CEO tampan dan jenius berusia 29 tahun, dikenal dingin dan angkuh. Ia punya reputasi tak pernah memuji siapa pun dan sering membuat karyawannya gemetar hanya dengan tatapan tajamnya. Di awal masa magangnya, Rose langsung merasakan tekanan bekerja di bawah Dylan. Setiap kesalahan kecilnya selalu mendapat komentar pedas dari sang bos.

Namun, seiring waktu, Rose mulai menyadari sisi lain dari Dylan. Di balik sikap dinginnya, ia adalah seseorang yang pernah terluka dalam hidupnya. Sementara itu, Dylan mulai tergugah oleh kehangatan dan semangat Rose yang perlahan menembus tembok yang ia bangun di sekelilingnya.

Saat proyek besar perusahaan membawa mereka bekerja lebih dekat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fika Queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 33

Setelah beberapa saat berpelukan, Rose akhirnya melepaskan diri perlahan, menatap Dylan dengan ekspresi serius. Ada sesuatu yang tampak mengganjal di pikirannya, dan Dylan menyadarinya.

"Ada apa?" tanya Dylan, suaranya lembut namun penuh perhatian.

Rose menghela napas panjang, memeluk jas Dylan yang membungkus tubuhnya. Ia memalingkan wajahnya sejenak, menatap gemerlap lampu kota Seoul, sebelum akhirnya berkata, “Dylan, aku ingin bertanya sesuatu. Tapi, aku takut ini akan membuatmu marah.”

Dylan mengerutkan kening, lalu menyentuh dagu Rose, mengarahkan wajahnya agar kembali menatapnya. “Rose, kau tahu aku tidak akan marah padamu. Apa pun itu, katakanlah.”

Rose ragu sejenak, lalu berkata dengan suara pelan, “Ini soal Alia. Aku tahu dia keponakanmu, tapi dia bukan keponakan kandungmu, kan?”

Dylan terdiam sejenak, mencoba mencerna arah pembicaraan Rose. “Iya, Alia adalah keponakan dari kakak iparku. Kenapa?”

Rose menggigit bibirnya, ragu-ragu untuk melanjutkan. Namun, ia tahu ia harus mengatakan ini. “Aku hanya… aku tidak ingin berbagi, Dylan. Aku tidak ingin ada wanita lain yang mengalihkan perhatianmu, bahkan jika itu Alia. Aku melihat bagaimana dia memperlakukanmu, dan aku tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa dia mungkin menyukaimu.”

Dylan menatap Rose dengan mata yang melembut. Ia mendekat, memegang kedua tangan Rose dengan erat. “Rose, dengar aku. Alia adalah keponakanku, ya, tapi aku tidak pernah melihatnya lebih dari itu. Apa pun yang mungkin kau pikirkan tentang dia, aku ingin kau tahu satu hal: hatiku hanya untukmu.”

Rose menghela napas lega, namun ia tetap memandang Dylan dengan mata penuh keyakinan. “Aku hanya butuh kepastian, Dylan. Aku tidak ingin berada dalam hubungan di mana aku harus bersaing dengan wanita lain, siapa pun mereka.”

Dylan mengangguk, senyumnya kecil namun penuh ketulusan. “Rose, aku sudah selesai dengan membagi perhatian, waktu, atau tenaga untuk siapa pun selain kau. Aku sudah melewati banyak hal untuk sampai di titik ini, dan aku tidak akan membiarkan apa pun atau siapa pun merusaknya. Kau satu-satunya wanita yang ada di hatiku, dan itu tidak akan berubah.”

Rose menatap Dylan dalam-dalam, mencoba mencari kepastian di balik kata-katanya. Namun, apa yang ia temukan adalah kejujuran yang tak terbantahkan. Malam itu, di bawah langit Seoul yang gemerlap, Dylan menegaskan janjinya dengan tindakan sederhana namun penuh makna: ia kembali memeluk Rose, menyelimuti tubuhnya dengan hangat.

“Aku milikmu, Rose,” bisiknya di telinga Rose. “Dan aku ingin kau tahu itu tanpa ragu sedikit pun.”

Rose akhirnya tersenyum, hatinya penuh dengan kehangatan yang tak bisa dijelaskan. Malam itu, dengan janji yang dibuat di bawah langit yang luas, mereka melangkah ke hubungan yang lebih kokoh, meninggalkan semua keraguan di belakang.

***

Acara peluncuran film akhirnya selesai, dan Dylan langsung mengambil alih tanggung jawab mengantar Rose pulang. Namun, alih-alih menuju apartemen Rose, ia malah mengarahkan mobilnya ke kawasan elit di pusat kota.

Rose menyadarinya setelah beberapa menit perjalanan. “Dylan, ini bukan jalan menuju apartemenku. Kau salah jalan,” katanya, mencoba tetap tenang.

Dylan hanya tersenyum tipis tanpa menjawab. Ia terus memacu mobilnya, melintasi jalan-jalan yang semakin sunyi. Kawasan ini memang terkenal dengan ketenangannya, jauh dari hiruk-pikuk kota.

Rose mulai gusar. “Dylan! Aku serius, kau salah jalan. Putar balik sekarang.”

“Tenang saja, Rose,” jawab Dylan santai, tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan.

Ketika mobil akhirnya berhenti di depan sebuah gedung tinggi yang mewah, Rose semakin bingung. “Ini bukan apartemenku! Apa yang kau pikirkan?” protesnya, kali ini dengan nada yang lebih tinggi.

Dylan turun dari mobil dan berjalan ke sisi Rose, membukakan pintu. “Ayo keluar,” katanya, suaranya tenang namun tegas.

Rose tetap duduk di tempatnya, melipat tangan di dada. “Aku tidak akan pergi ke mana-mana sampai kau membawaku pulang.”

Dylan menghela napas, lalu tanpa peringatan, ia membungkuk dan menggendong Rose keluar dari mobil. “Dylan! Lepaskan aku!” teriak Rose, suaranya penuh protes.

Namun, Dylan tidak menggubris. Dengan mudah, ia membawa Rose ke dalam gedung dan menuju lift. Meski Rose terus mengoceh, ia hanya tersenyum kecil sambil menekan tombol menuju lantai teratas.

“Dylan, kau benar-benar tidak mendengarkanku, ya?” Rose akhirnya berkata dengan nada kesal.

“Aku mendengarmu,” jawab Dylan, matanya memandang lurus ke depan. “Tapi aku tidak peduli. Kau butuh istirahat, dan aku ingin memastikan kau aman malam ini.”

Rose mendengus, berusaha menutupi wajahnya yang memerah. “Aku bisa aman di apartemenku sendiri, tahu.”

“Tidak dengan kondisimu sekarang. Kau terlalu lelah, dan aku ingin kau merasa nyaman. Apartemenku jauh lebih dekat,” katanya ringan, meski ada nada lembut dalam suaranya yang membuat Rose tak bisa sepenuhnya marah.

Saat mereka tiba di penthouse, pintu lift terbuka langsung menuju ruang tamu yang luas. Dekorasinya elegan, dengan jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Seoul di malam hari. Dylan menurunkan Rose perlahan, memastikan ia berdiri dengan stabil.

“Selamat datang di rumahku,” katanya sambil tersenyum kecil.

Rose menatapnya tajam, meski ada kekaguman di matanya melihat tempat itu. “Aku tidak bilang aku setuju untuk tinggal di sini.”

“Kau tidak perlu setuju,” jawab Dylan santai, berjalan menuju dapur. “Kau hanya perlu istirahat. Aku akan menyiapkan sesuatu untukmu.”

Rose menghela napas, merasa percuma untuk terus berdebat. Ia melepaskan jas Dylan yang masih melingkari tubuhnya dan meletakkannya di sofa. Meski masih kesal, ada sedikit rasa nyaman yang mulai merasukinya.

Malam itu, Dylan memastikan Rose merasa seperti di rumah. Meski dengan sedikit protes, Rose akhirnya menerima perhatian Dylan, menyadari bahwa pria itu hanya ingin memastikan ia baik-baik saja. Sambil duduk di sofa dengan segelas cokelat hangat yang dibuatkan Dylan, Rose mulai merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, berada di sini dengan Dylan bukanlah ide yang buruk.

***

Setelah menurunkan Rose di sofa yang empuk, Dylan langsung menuju dapur kecil yang terletak tidak jauh dari ruang tamu. Dengan gerakan cekatan, ia menyiapkan dua cangkir cokelat hangat. Sementara itu, Rose duduk dengan ekspresi masih kesal, meski kehangatan ruangan penthouse perlahan mulai meluluhkan emosinya.

Ketika Dylan kembali dengan dua cangkir di tangan, ia menyerahkan salah satunya kepada Rose sambil tersenyum. “Minumlah. Kau butuh ini.”

Rose menerima cangkir itu dengan enggan, tapi tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya. “Jadi, ini rencanamu? Membawaku ke sini tanpa izin dan membuatku minuman hangat?”

Dylan duduk di sebelahnya, menyesap cokelat hangatnya dengan tenang sebelum menjawab. “Ya, itu bagian dari rencananya. Tapi yang lebih penting, aku ingin kita bicara.”

Rose mengerutkan kening, menatapnya curiga. “Bicara soal apa?”

“Soal kita. Soal masa depan,” jawab Dylan tanpa ragu.

Rose terdiam sejenak. Ia tidak menyangka Dylan akan langsung ke pokok pembicaraan. Dengan nada hati-hati, ia bertanya, “Masa depan seperti apa yang kau maksud?”

Dylan menatapnya dalam-dalam, matanya memancarkan ketulusan. “Aku tidak ingin kita terus seperti ini, Rose. Aku ingin hubungan yang lebih serius. Aku ingin kita membangun sesuatu bersama, sesuatu yang nyata.”

Rose menyesap cokelatnya perlahan, mencoba menenangkan debaran di dadanya. “Dylan, aku… aku tidak tahu apakah aku siap untuk membicarakan hal seperti itu sekarang. Segalanya terasa begitu cepat.”

Dylan mengangguk, memahami keraguannya. “Aku tahu ini mendadak. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku serius denganmu. Aku ingin kau menjadi bagian dari hidupku, bukan hanya sebagai seseorang yang aku temui sesekali, tapi sebagai seseorang yang selalu ada di sisiku.”

Rose menundukkan kepalanya, memandang cangkir di tangannya. “Ini bukan soal aku tidak menginginkanmu, Dylan. Aku hanya… aku takut. Takut terluka, takut tidak bisa memenuhi harapanmu.”

Dylan mengulurkan tangannya, menyentuh tangan Rose dengan lembut. “Kita tidak perlu terburu-buru. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku di sini untukmu, apa pun yang terjadi. Tidak ada tekanan, tidak ada harapan yang tidak bisa kau penuhi. Aku hanya ingin kita mencoba, bersama.”

Rose mengangkat pandangannya, menatap Dylan dengan mata yang penuh emosi. “Kau sungguh yakin?”

Dylan tersenyum kecil, menggenggam tangan Rose lebih erat. “Lebih dari apa pun. Aku tidak akan membawa siapa pun ke penthouse ini jika aku tidak yakin.”

Rose akhirnya tersenyum tipis, rasa hangat mengalir di hatinya. “Baiklah. Kita coba, tapi perlahan-lahan, oke?”

“Oke,” jawab Dylan, matanya berbinar.

Malam itu, di penthouse yang sunyi namun penuh kehangatan, mereka berbicara lebih banyak. Tentang harapan, ketakutan, dan impian mereka. Semua terasa lebih nyata, lebih mendalam. Bagi Dylan, ini adalah awal dari perjalanan panjang bersama wanita yang ia cintai. Bagi Rose, ini adalah langkah pertama menuju kepercayaan yang selama ini sulit ia berikan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!