Ditalak ketika usai melahirkan, sungguh sangat menyakitkan. Apalagi Naura baru menginjak usia 20 tahun, harus kehilangan bayi yang dinyatakan telah meninggal dunia. Bagai jatuh tertimpa tangga dunia Naura saat itu, hingga ia sempat mengalami depresi. Untungnya ibu dan sahabatnya selalu ada di sisinya, hingga Naura kembali bangkit dari keterpurukannya.
Selang empat tahun kemudian, Naura tidak menyangka perusahaan tempat ia bekerja sebagai sekretaris, ternyata anak pemilik perusahaannya adalah Irfan Mahesa, usia 35 tahun, mantan suaminya, yang akan menjadi atasannya langsung. Namun, lagi-lagi Naura harus menerima kenyataan pahit jika mantan suaminya itu sudah memiliki istri yang sangat cantik serta seorang putra yang begitu tampan, berusia 4 tahun.
“Benarkah itu anak Pak Irfan bersama Bu Sofia?” ~ Naura Arashya.
“Ante antik oleh Noah duduk di cebelah cama Ante?” ~ Noah Karahman.
“Noah adalah anakku bersama Sofia! Aku tidak pernah mengenalmu dan juga tidak pernah menikah denganmu!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Naura Pingsan
“Naura ... Naura,” panggil Irfan berulang kali ketika langkahnya menghampiri Naura dan Noah, berharap wanita itu menjawab, tapi ternyata tidak.
“Naura.” Begitu mendekat, pria itu menyentuh pundak Nina yang sudah tidak bergerak sama sekali. Rupanya diamnya Naura sudah tidak sadarkan diri.
“Tolong,” pinta Irfan tampak cemas, ia menahan tubuh Naura yang ingin jatuh ke samping serta menahan tubuh Noah yang mulai menggeliat di atas pangkuan Naura.
Beberapa petugas evakuasi masuk ke dalam lift. “Tolong pegang anak saya dulu, biar saya yang bopong wanita ini,” perintah Irfan mendadak memberikan perintah.
Noah yang merasa tubuhnya diangkat, kelopak matanya mengerjap pelan. “Papi!” seru Noah bingung sekaligus takut karena dirinya digendong oleh orang yang tak dikenal.
“Noah sama Om dulu, Tante Naura pingsan,” ujar Irfan sembari menelisip kedua tangannya di antara punggung dan kedua paha wanita itu, lantas langsung membopongnya.
“Ante.” Bibir Noah tampak mencebik, kedua bola mata mungilnya mulai berkaca-kaca ketika memandang Naura tak berdaya.
Di luar lift yang terjebak sudah ada petugas yang membawakan tandu untuk membawa korban yang terjebak ke rumah sakit terdekat, mobil ambulance juga sudah berada di teras lobby. Ternyata bukan hanya lift khusus yang mati ketika terjadi gempa, ada satu lagi lift karyawan yang juga terjebak hanya saja beda lantai.
“Pak Irfan.” Deri asisten pribadi Irfan yang tidak terjebak lift sudah berada di luar kotak besi itu. Matanya terbelalak saat melihat wanita yang dibopong Irfan. “Wa-Wanita itu!” Merinding Deri melihatnya dengan bibirnya mengangga, kemudian ia mengambil alih Noah dari gendongan petugas yang telah mengecek keadaan bocah tampan itu.
Irfan hanya menatap Deri, lantas ada petugas evakuasi menaruh tandu di hadapannya.
“Pak, biar korban ditaruh di tandu aja, kami harus mengecek keadaannya terlebih dahulu.” Salah petugas itu berkata.
Irfan kembali melirik wajah Naura yang semakin memucat, terpaksa ia merebahkan ke atas tandu, padahal ia ingin lekas turun dan membawanya ke rumah sakit.
Petugas itu langsung memeriksa denyut nadi, saturasi oksigen Naura “Saturasi korban sangat rendah hanya 90 mmHg, denyut nadi juga pelan. Siapkan oksigen dan korban harus segera dibawa ke rumah sakit.” Petugas melapor ke temannya dan langsung mengambil masker oksigen untuk dipasangkan ke hidung Naura.
Naura yang masih tidak sadarkan diri segera dibawa ke rumah sakit melalui tangga darurat.
“Ante ... itut, angan ingalin Noah!” Noah kembali menangis, tangannya terulur seakan meminta papinya untuk turut membawanya.
Irfan yang baru saja ingin melangkah mengikuti tandu yang membawa Noah menoleh ke belakang. “Deri, kita ke rumah sakit bawa Noah,” pinta Irfan tampak pasrah, ketimbang anaknya akan menangis sepanjang hari nanti.
“Ik-ikut w-wanita itu?” tanya Deri masih belum hilang rasa terkejutnya ketika melihat wanita yang dulu pernah dinikahi oleh Irfan, dan Deri pada waktu itu berperan sebagai saudara Irfan. Deri pulalah yang mencari wanita yang cocok untuk didekati oleh Irfan saat mereka berdua ke Yogyakarta.
“Kamu gak perlu terlihat kaget seperti itu, sayalah yang lebih dahulu yang kaget,” balas Irfan raut wajahnya begitu dingin, lalu ia kembali melangkah menyusul ketertinggalannya.
Deri mendesah, matanya menatap Noah yang masih menangis. “Apa yang terjadi saat ini? Sebuah kebetulan atau memang Allah sengaja mempertemukan mereka?” batin Deri penuh tanda tanya.
Tandu yang membawa Naura sudah tiba di lobby dan langsung diambil alih oleh para medis, kemudian digiring ke mobil ambulance. Damar beserta Adiba-mamanya Irfan yang baru tiba, cukup tercengang melihat kekacauan yang terjadi di lobby perusahaannya, apalagi begitu mereka melihat Naura yang disusul Irfan dan Noah yang masih berderai air mata.
“Ada apa ini?” tanya Damar.
“Kami terjebak di lift, Naura pingsan ... kondisinya kekurangan oksigen. Aku harus mendampinginya ke rumah sakit, Pah, Mah,” jelas Irfan tampak terburu-buru menjawabnya. “Sertijab kita tunda dulu Pah.”
“Ya sudah, pantau keadaan Naura, kalau bisa beberapa karyawan yang Papa lihat turut dibawa ke rumah sakit, biar Noah sama Papa dan Mama,” balas Damar sembari mengulurkan tangannya pada Noah yang ada digendongan Deri.
“Ndak au, Noah au ama Ante ... Noah au ama Ante,” rengek Noah menolak sembari menepis tangan opanya.
Adiba dibuat terhenyak melihat rengekan Noah, layaknya anak yang sudah lengket dengan seorang, atau lebih tepatnya seperti dengan orang tuanya, tapi selama beberapa minggu kedatangan Irfan bersama keluarga kecilnya kembali ke Indonesia, belum pernah ia melihat Noah merengek atau tidak mau lepas dari Sofia, justru cucunya lebih dekat dengan Elin, baby sitternya.
“Irfan, Elin-nya mana? Biar Noah sama Elin jangan dibawa ke rumah sakit,” tanya Adiba ikutan ingin menggendong cucunya.
“No Oma! Noah au Ante ... au Ante,” rengek Noah sudah mulai tantrum. Irfan langsung mengambil Noah dari Deri.
“Tadi Elin masih ada di coffe shop, nanti biar Deri mencoba menghubunginya. Dan, sepertinya aku terpaksa membawa Noah ke rumah sakit Mah,” balas Irfan.
“Kalau begitu Mama juga ikut ke sana. Biar Deri cari Elin, setelah itu mereka menyusul ke rumah sakit,” putus Adiba ketika itu juga.
Irfan hanya bisa mendesah pelan serta menganggukkan kepalanya saja, kemudian mereka sama-sama berangkat ke rumah sakit.
***
Setibanya di rumah sakit, Naura langsung mendapatkan penanganan di ruang IGD. Irfan yang sudah tiba di rumah sakit bersama papanya mengurus semua administrasi karyawannya yang dilarikan ke sana atas nama perusahaan. Sementara itu, Noah ditinggal bersama Adiba di ruang tunggu sambil menikmati susu kotak yang sempat Irfan beli untuk Noah agar berhenti menangis.
Setelah hampir satu jam barulah Naura siuman tapi kondisinya masih lemas dan masih sesak untuk bernapas. Saran dari dokter harus di rawat satu hari ini agar kondisinya stabil, jika besok sudah lebih baik barulah diizinkan pulang.
Naura mengedarkan pandangan ke langit ruangan, hanya ada perawat yang sedang mengecek kondisinya. “Aku ada di mana?” batinnya bertanya. Lalu tak lama, terdengar suara derit pintu terbuka.
Suara tapak sepatu yang begitu tegas terdengar jelas, lalu tak lama terdengarlah suara bocah kecil memanggil.
“Ante!” panggil Noah, berlarian menuju ranjang yang ditempati Naura.
“Noah, hati-hati jangan berlarian,” pinta Adiba yang mengikuti langkah kaki cucunya. Sedangkan Irfan langkahnya begitu pelan saat mereka berdua beradu pandang.
Bocah kecil itu tidak peduli, yang ada di pikirannya saat ini adalah ingin dekat dengan Naura.
“Ante!” seru Noah ketika sudah mendekat, lalu kaki mungilnya menjinjit dengan kedua tangannya bertopang di tepi ranjang seakan ingin naik ke atas ranjang.
“Dede, jangan lari-larian lagi ya. Nanti Dede bisa jatuh, dengarkan kata Oma ya,” pinta Naura begitu lembutnya sampai Adiba terhenyak.
“Noah au cama Ante. Oma, Papi angkat Noah dong ke atas,” pinta Noah sembari menepuk tepi ranjang.
Irfan hanya bisa mendesah, lalu menuruti permintaan Noah untuk mendudukkannya ke atas ranjang. Adiba mendekat, tetapi wanita paruh baya itu kembali terhenyak saat Noah sudah duduk di samping sekretaris suaminya yang masih berbaring.
Bersambung ... ✍️
menganggukkan
Saya suka dengan karakter Adiba & Damar, memiliki prinsip dan bijaksana.
Sungguh menginspirasi ❤