NovelToon NovelToon
Dear, Anak Tetangga

Dear, Anak Tetangga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / One Night Stand / Crazy Rich/Konglomerat / Teen Angst / Teen School/College
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: DityaR

Semua ini berawal dari kata sandi sambungan Wi-Fi di rumah gue. Kedengarannya sepele, kan?

Tapi percaya, deh, lo salah besar kalau mengira ini cuma hal kecil yang enggak bakal bisa mengubah nasib seseorang.

Sekarang, kata sandi itu bukan cuma gue yang tahu, tapi juga mereka, tiga lelaki keren dari keluarga Batari yang tinggal di belakang rumah gue.

Bukan karena gue pelit, ya.

Tapi ini masalah yang jauh lebih besar, menyangkut harga diri gue sebagai seorang perempuan. Karena begitu dia tahu isi kata sandi itu, gue yakin hidup gue bakal berubah.

Entah akan jadi lebih baik, atau justru makin hancur.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DityaR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Luar Rencana

“Lo baik-baik aja?” Asta langsung tanya begitu gue muncul lagi di sampingnya. “Muka lo merah banget.”

Gue berusaha menyengir. “Gue baik-baik aja, cuma agak kepanasan dikit.”

Alis Asta langsung menukik, nyaris menempel satu sama lain. “Lo habis ngelihat yang enggak enak, ya?”

Enggak, gue sebenarnya baru saja meninggalkan abang lo yang lagi ereksi segede Monas.

Asta mengira gue diam karena gue setuju, terus dia menenggak. “Gue udah bilang ke Antari, ruang Chandelier itu bukan ide bagus, tapi dia enggak pernah dengerin gue. Kenapa juga dia mesti dengerin? Gue kan cuma anak kecil di keluarga ini.”

Ada nada pahit di suaranya yang manis pas dia ngomong begitu.

“Lo bukan anak kecil, Asta.”

“Di mata mereka, gue anak kecil.”

“Mereka?”

“Anan dan Antari.” Dia menghela napas terus menyeruput minumannya. “Bahkan bokap-nyokap gue enggak pernah ngelibatin gue waktu ambil keputusan apa pun.”

“Itu bagus, Asta. Lo jadi enggak perlu punya tanggung jawab, ini masa-masa di mana, yang kata tante gue harus dinikmatin. Entar juga ada waktunya lo mikirin hal serius pas udah dewasa.”

“Nikmatin?” Dia ketawa pahit. “Hidup gue ngebosenin, enggak punya teman, dan di keluarga gue, gue enggak ada harganya.”

“Wah, lo kedengeran menyedihkan banget, sih, di umur segini.”

Dia mainkan ujung kaleng minumannya. “Kakek gue bilang, kalau gue ini jiwa tua yang terjebak dalam tubuh anak kecil.”

Oh, kakek Bahari.

Terakhir gue dengar tentang dia, kakeknya Asta masuk panti jompo. Keputusan itu diambil oleh keempat anaknya, termasuk bokapnya Asta. Dari kesedihan di mata Asta, gue bisa lihat kalau ini salah satu dari banyak keputusan yang dibuat tanpa melibatkan dia.

Muka polos dan ganteng kayak begitu enggak seharusnya kelihatan sedih, jadi gue berdiri dan menyodorkan tangan gue ke dia. “Mau seru-seruan enggak?”

Asta memperhatikan gue dengan tatapan skeptis. “Zielle, gue rasa ini...”

Alkohol yang masih mutar-mutar di badan gue bikin gue makin semangat. “Bangun, Astalavista, waktunya kita have fun.”

Asta ketawa, dan tawanya itu mirip banget sama kakaknya, bedanya, kalau Anan ketawanya itu lebih ke seksi ketimbang polos.

“Astalavista?

“Iya, mulai sekarang lo bukan Asta si anak baik-baik yang ngebosenin. Sekarang lo Astalavista, cowok yang malam ini bakal seru-seruan.”

Asta berdiri dan mengikuti gue dengan grogi. “Kita mau ke mana?”

Gue enggak jawab, langsung saja gue ajak dia turun tangga. Ajaibnya gue enggak jatuh sama sekali pakai heels begini buat turun tangga. Gue menuju bar dan pesan empat gelas vodka sama satu lemon, terus bar tendernya kasih semuanya di depan kita.

“Siap, enggak?”

Asta senyum lebar. “Siap banget.”

Sebelum gue sempat ngomong apa-apa, Asta langsung menegak minuman satu per satu, cuma jeda beberapa detik di setiap gelasnya.

Setelah semua gelas kosong, dia memperhatikan gue dan gue langsung shock melihat dia yang mencoba pegangan ke bar buat tahan tubuhnya setelah minum alkohol sebanyak itu sekaligus.

“Aduh, gue ngerasa aneh banget.”

“Lo gila, Asta! Itu buat gue! Lemonnya yang buat lo!”

Asta menutupi mulutnya pakai tangan. “Ups!” Dia tarik tangan gue dan bawa gue ke lantai dansa.

“Asta, tunggu!”

Oke, ini momen di mana segalanya mulai runyam.

Rencana awal gue sebenarnya cuma ingin cheers bareng Asta. Terus dia minum lemon, gue bawa dia ke arena dansa buat mengenalkan dia ke cewek-cewek yang lagi sendirian biar mereka bisa mengobrol, kemudian memastikan dia pulang dengan senyum di wajah polosnya.

Tapi kayaknya rencana gue sudah kacau banget sekarang. Semua yang dimulai dengan alkohol memang seringnya berakhir buruk.

...***...

Begitulah akhirnya gue, Asta, dan Niria berakhir di taksi menuju rumah gue, soalnya Asta sudah mabuk berat, enggak mungkin kita tinggalkan dia di klub atau bawa pulang ke rumahnya, yang pasti itu malah bikin dia kena omel sama keluarganya.

Gue kasih tahu, ya.

Mengurus orang mabuk itu ribet, apa lagi bawa dia pulang ke rumah. Gue rasa gue sama Niria bakal kena hernia, setelah susah payah bawa naik Asta ke lantai atas rumah gue.

Kenapa enggak gue tinggalkan di lantai bawah?

Soalnya di sana cuma ada kamarnya nyokap gue, dan enggak mungkin gue biarkan Asta mabuk di situ. Kalau dia sampai muntah di kamar nyokap gue, tamatlah hidup gue.

Akhirnya kita banting Asta di ranjang gue, dia jatuh kayak boneka Shaggy.

“Lo yakin bisa sendiri?”

“Iya. Nyokap gue lagi jaga malam di rumah sakit, jadi baru pulang besok. Lo udah ngebantu banget, gue enggak mau lo kena masalah sama orang tua lo, buruan deh.”

“Kalau terjadi apa-apa langsung kabarin gue, ya?”

“Santai aja, gih pulang, taksi lo nungguin.”

Niria kasih gue pelukan. “Begitu mabuknya hilang, langsung kirim dia pulang, ya?”

“Pasti.”

Niria pun pergi, dan gue menghela napas panjang, sementara Anoi, anjing gue, berdiri di samping, mengibas-ngibasi ekornya.

Asta Batari sekarang terkapar di ranjang gue, tiduran sambil komat-kamit ngomong hal-hal yang enggak jelas, kemejanya terbuka, rambutnya acak-acakan.

Meski dengan bau alkohol yang kuat dan sisa muntahan di celananya, dia tetap kelihatan lucu dan polos.

“Oh, Anoi. Apa yang udah gue lakuin, sih?”

Anoi cuma menjilat kaki gue sebagai jawaban. Gue mulai melepas sepatu Asta, terus gue ragu pas lihat celananya.

Haruskah gue lepas?

Celananya kena muntahan. Tapi, apa gue bakal kelihatan kayak orang mesum kalau gue lepaskan?

Lagi pula dia ini anak kecil, ya ampun, gue enggak ada pikiran aneh sama sekali.

Akhirnya, gue memutuskan buat melepas celana dan kemejanya yang entah bagaimana bisa juga kena muntahan, dan tinggalkan dia pakai boxer. Gue selimuti dia biar nyaman.

Gue tutupi Asta pakai selimut gue.

Tiba-tiba ada suara telepon, bikin gue kaget. Itu bukan nada dering gue. Gue ikuti suaranya dan ketemu HP di kantong celana Asta. Gue ambil dan mata gue langsung melotot lihat layarnya.

...Panggilan masuk...

Anan.

Gue langsung mute panggilannya dan tunggu sampai berhenti sendiri. Pas panggilan mati, gue lihat ada banyak banget panggilan dan pesan enggak terjawab dari Anan sama Antari.

Duh, kenapa gue enggak ke pikiran kalau kakak-kakaknya atau orang tuanya bakal khawatir kalau dia enggak pulang?

Anan menelepon lagi, dan gue reject. Gue enggak bisa angkat, dia bakal kenali suara gue.

Mungkin gue bisa kirim chat, tapi gue harus ngomong apa?

^^^Asta: Hey, bro, gue tidur di rumah temen.^^^

Gue kirim pesan itu, oke, semoga saja dia tenang. Tapi balasan dari Anan cepat banget muncul.

Anan: Angkat teleponnya sekarang juga!!

Oke, jelas Anan sama sekali enggak tenang. Dia menelepon lagi, dan gue panik melihat nama dia di layar, nama dia yang menghantui gue dari HPnya Asta.

Rasanya kayak bertahun-tahun, tapi akhirnya Anan berhenti menelepon, dan gue menghela napas lega. Gue duduk di ujung ranjang, di dekat kaki Asta yang lagi tidur pulas. Setidaknya dia enggak muntah.

HP Asta nyala lagi, dan gue tengok, kira-kira Anan telepon lagi atau enggak.

Ternyata cuma notifikasi dari aplikasi yang namanya Find My iPhone.

Find My iPhone?!!

Itu aplikasi buat menemukan perangkat Apple yang terdaftar di satu akun. Kalau Anan pakai aplikasi itu dari Mac-nya, dia bisa melihat lokasi HP Asta yang lagi gue pegang ini.

Gue panik, terus langsung gue lempar HPnya ke ranjang.

Duh, dia sudah menemukan gue!!! Gue yakin kalau dia sudah tahu gue di mana.

Kenapa, sih, Anan jago banget soal teknologi?

Kenapa?

Dia pasti bakal bunuh gue. Anan pasti lagi jalan ke sini, dan enggak ada keajaiban apa pun yang bisa menyelamatkan gue sekarang.

1
Muhammad Habibi
Luar biasa
nuna
bwa sini bwt ak ja/Grin/
Delita bae
👍👍💚🙏
nuna
pulang!!!!!/Awkward/
Delita bae
💪💪💪💪💪💪💪💪💪💪💪👍👍🙏
Delita bae
💪💪💪💪💪🙏
Delita bae
👍👍👍💚🙏
Delita bae
💪💪💪💪👍👍🙏
nuna
ko bisa?/Hey/
Delita bae
👍👍💪💪😇🙏
🌟~Emp🌾
/CoolGuy//CoolGuy//CoolGuy/ wah si anan liat
🌟~Emp🌾
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
🌟~Emp🌾
ya iya lah tremor 🤦
putri cobain 347
di tunggu updatenya kak
nuna
nmbjir, ngkak/Facepalm/
Delita bae
💪💪💪💪💪💪🙏
Azmori
di tunggu upnya kk
putri cobain 347
absen kk
putri cobain 347
Semangat up kak
putri cobain 347
absen kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!