Lunara Ayzel Devran Zekai seorang mahasiswi S2 jurusan Guidance Psicology and Conseling Universitas Bogazici Istanbul Turki. Selain sibuk kuliah dia juga di sibukkan kerja magang di sebuah perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI.
Ayzel yang tidak pernah merasa di cintai secara ugal-ugalan oleh siapapun, yang selalu mengalami cinta sepihak. Memutuskan untuk memilih Istanbul sebagai tempat pelarian sekaligus melanjutkan pendidikan S2, meninggalkan semua luka, mengunci hatinya dan berfokus mengupgrade dirinya. Hari-hari nya semakin sibuk semenjak bertemu dengan CEO yang membuatnya pusing dengan kelakuannya.
Dia Kaivan Alvaro Jajiero CEO perusahaan Tech Startup platform kesehatan mental berbasis AI. Kelakuannya yang random tidak hanya membuat Ayzel ketar ketir tapi juga penuh kejutan mengisi hari-harinya.
Bagaimana hari-hari Ayzel berikutnya? apakah dia akan menemukan banyak hal baru selepas pertemuannya dengan atasannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25. Alvaro & segala bentuk perhatiannya
Beberapa hari berlalu kondisi Alvaro dan Humey sudah membaik, mereka juga sudah kembali pulang. Ayzel memastikan kondisi Humey sudah lebih baik dan bisa di tinggal di apartemen sendiri. Ayzel sudah ijin beberapa hari, mau tidak mau hari ini dia tetap harus ke kantor. Meskipun entah kenapa hari ini rasanya tidak energi untuknya, dia juga ada lima sesi dengan kliennya.
“Tidak istirahat dulu Ay?” Kim Roan sedikit terkejut mendapati Ayzel sudah ada di ruangan Alvaro, mengingat dia beberapa hari ada di rumah sakit.
“Pekerjaan semakin menumpuk nanti pak,” jawabnya.
“Benar juga kamu Ay,” Kim Roan manggut-manggut setuju karena pekerjaannya sendiri juga sudah menumpuk.
“Jangan memforsir diri Ay. Takut penghuni singgasana di sana tantrum,” Kim Roan menunjuk meja Alvaro. Sementara Ayzel hanya terkekeh mendengar ucapan salah satu atasannya tersebut. Semenjak Alvaro masuk rumah sakit, hubungan antara Ayzel dan Kim Roan menjadi lebih hangat dan santai.
“Siap,” jawabnya.
Mereka melanjutkan kembali aktivitas masing-masing, Ayzel mulai menyelesaikan beberapa pekerjaannya yang sudah tertunda sejak beberapa hari kemarin. Tubuh dan pikirannya berkata dia baik-baik saja, tapi alam bawah sadarnya tidak dapat di bohongi. Ayzel tidak baik-baik saja hari ini.
“Pagi Ze,” sapa Alvaro. Alvaro sudah kekantor meskipun baru kemarin dia keluar dari rumah sakit.
Alvaro merasa aneh karena Ayzel hanya diam, dia kembali menyapanya. “Nona Zeze,” kali ini Alvaro merasa Ayzel tidak seperti biasanya.
“Iya pagi pak. Bukannya istirahat kenapa sudah ke kantor?” Alvaro menjadi bingung mendengar ucapan Ayzel yang juga menatapnya dengan ekspresi seakan tidak suka melihat Alvaro ke kantor.
“Saya sudah baik-baik saja. Lagi pula obat terampuh ada di hadapan saya saat ini,” Alvaro memandangi Ayzel dari mejanya.
“Terserah pak Alvaro. Kalian berdua memang sama saja,” ketus Ayzel. Ayzel sedikit kesal dengan Alvaro juga Humey, mereka berdua baru saja keluar dari rumah sakit. Masih harus banyak istirahat, tapi Humey sudah kembali mendesain yang katanya biar tidak bosan. Sedangkan Alvaro malah masuk ke kantor.
Terdengar suara pintu yang di buka dari luar ruangan. “Aku kira tidak jadi ke kantor,” Kim Roan masuk dan berniat menanyakan sesuatu pada Ayzel.
“Aku merasa sudah sehat, jadi lebih baik ke kantor,” ucap Alvaro pada Kim Roan.
Mereka berdua kemudian berdiskusi tentang beberapa aplikasi yang sudah siap di luncurkan di beberapa unit perusahaan. Tapi tidak untuk aplikasi yang ada di Istanbul karena sampai saat ini divisi satu dan dua masih saling perang dingin, tidak ada satupun yang mau mengalah.
“Ay kamu punya saran,” ucapan Kim Roan mampu membuat Alvaro kesal.
“Bukan Ay tapi Ayzel!” kesal Alvaro pada asistennya tersebut. Sementara Ayzel diam tak ingin terlalu menanggapi hal yang tidak penting, alam bawah sadarnya mulai memberontak meminta haknya untuk istirahat.
“Panggilan Ay jauh lebih akrab dari pada Ayzel,” goda Kim Roan pada Alvaro.
“Buat saja ice breaking,” celetuk Ayzel saat Alvaro hendak membalas ucapan Kim Roan.
Baik Alvaro dan Kim Roan langsung menghentikan obrolan mereka dan berpindah fokus pada apa yang di katakan Ayzel.
“Maksudnya membuat acara untuk mereka?” Alvaro memastikan ucapan Ayzel.
“Betul. Buat sebuah acara yang mengharuskan ke dua tim menjadi satu untuk bekerjasama, biarkan mereka mengenal satu sama lain” ucapnya lagi sambil tetap berusaha menyelesaikan MOU terakhir yang akan di tanda tangani Alvaro dengan Malvin nanti.
“Aku rasa yang di katakan Ayzel ada benarnya. Mereka ini kurang memahami satu sama lain, kita butuh sesuatu untuk membuat persaingan mereka berubah menjadi kerjasama. Camping mungkin,” ujar Kim Roan asal.
“Sakit mereka pak pulang camping,” timpal Ayzel. Pasalnya cuaca di Istanbul mulai memasuki perubahan suhu yang makin dingin.
Alvaro melirik Kim Roan, seolah mencari penguat bahwa apa yang dia pikirkan tentang Ayzel hari ini benar. Kim Roan hanya mengangguk paham, memang hari ini Ayzel terlihat berbeda. Selain sikapnya yang dingin, ucapannya juga sedikit ketus dengan ekspresi yang datar.
“Kamu punya ide yang lain? Nyonya Alvaro,” Alvaro mencoba menggoda Ayzel namun nihil. Hari ini kerandoman Alvaro tak mampu membuat gurat senyum atau kekesalan muncul di wajah Ayzel.
“Adakan saja gathering bersama di sebuah villa. Kalian bisa melakukan ice breaking dalam ruangan, itu salah satu cara untuk memperkuat team bonding. Selain itu mereka juga bisa rileks sejenak dari beban kerja,” Ayzel melihat sebentar kearah Alvaro sebelum akhirnya kembali fokus.
“Baiklah. Kita adakan gathering saja akhir bulan nanti, Ze kamu yang ...” ucapan Alvaro terpotong.
“Minta tolong pada bu Athaya untuk mengatur semuanya. Dia sangat paham terkait hal tersebut,” Ayzel melirik dan tersenyum smirk pada Alvaro dan Kim Roan. Dia tahu mereka hendak meminta Ayzel untuk mengurusinya.
Alvaro dan Kim Roan menggaruk tengkuk kepala mereka bersamaan sambil tersenyum canggung, merasa ketahuan Ayzel tentang apa yang mereka pikirkan.
“Ok. Aku temui Athaya untuk membahas hal tersebut,” Kim Roan bergegas menemui HRD kesayangan mereka.
Di sana hanya tinggal Alvaro juga Ayzel, Alvaro mengehela napas panjang melihat Ayzel yang hanya fokus bekerja. Tapi bukan Alvaro jika tidak berulah, sehari saja tidak membuat gebrakan terkait Ayzel sudah pasti mustahil.
“MOU terakhir sudah selesai. Silahkan di evaluasi dulu pak Alvaro,” Ayzel menyerahkan berkas yang harus di tandan tangani oleh perusahaan Jaziero dengan Zerrano untuk memperkuat sistem pengamanan aplikasi care clinic.
“Harus sekarang?” tanya Alvaro pada Ayzel.
“Iya. Akan langsung saya kirim pada asisten perusahaan Zerrano agar bisa segera di pelajari Malvin,” jelas Ayzel pada Alvaro.
“Ok. Kamu bisa kembali ke meja. Setelah selesai nanti saya panggil,” Ayzel kembali ke mejanya sepeti permintaan Alvaro.
Ada satu hal yang Alvaro sadari hari ini dari Ayzel, dia terlihat pucat saat menyerahkan berkas tadi. Bibir yang biasanya tersenyum ataupun menghela napas karena kesal padanya, hari ini tidak di temui Alvaro. Dia mulai khawatir melihat Ayzel dalam kondisi seperti itu.
“Sedikit lagi Ze. Please kamu bisa,” gumam Ayzel pada dirinya sendiri. Sebentar lagi jam makan siang tiba, otomatis dia akan berpindah tempat untuk tanggung jawab selanjutnya di pusat konsul.
Ayzel merebahkan kepalanya di meja, antara ngantuk dan lemas itu yang dia rasakan. Sesekali dia melihat dirinya pada pantulan kaca yang ada di mejanya, pucat itulah wajahnya saat ini.
“Pak Alvaro!! Saya tidak sedang demam ya,” Ayzel mengangkat kepalanya karena merasa ada sesuatu yang dingin menempel pada keningnya.
Alvaro sudah duduk di hadapan Ayzel, dia menempelkan plester penurun demam pada kening Ayzel. Dia mengira wajah pucat Ayzel karena demam.
“Sorry. Karena membuatmu jadi sakit,” ucap Alvaro yang menatap lekat Ayzel. Ada rasa bersalah juga khawatir saat melihat Ayzel yang pucat.
“Kalau begitu jangan sakit lagi. Pak Alvaro di butuhkan banyak orang, banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada Jaziero Tech,” ucap Ayzel dengan senyum pucat yang menghiasi wajahnya.
Hanya Alvaro dan Kim Roan yang tahu di balik alasan wajah pucat Ayzel, dia menjaga Alvaro dan Humey dalam waktu yang bersamaan. Kim Roan tidak bisa terus berada di rumah sakit, dia harus menggantikan semua jadwal meeting Alvaro dengan klien selama CEO mereka sakit.
“Ze? Kamu tidak lupa dengan janjimu, kan?” ucap Alvaro iseng. Dia masih setia menatap Ayzel, kali ini dia menggunakan ke dua tangannya untuk menopang dagu.
“Iya. Saya ingat,” Ayzel membiarkan Alvaro tetap di tempatnya. Kali ini dia tidak protes atau menyuruh Alvaro kembali ke mejanya, Ayzel berusaha menghemat energinya.
“Bereskan semua barangmu. Kamu butuh istirahat,” Alvaro meminta Ayzel untuk pulang.
“Saya selesaikan ini sebentar.”
“Bereskan atau saya peluk kamu,” ucapan Alvaro mampu membuat Ayzel terhenyak.
“Buuk,” Ayzel memukul Alvaro dengan buku agendanya.
“Sudah saya bilang, hari ini jangan bertingkah aneh.” Azyel mengambil tasnya dan pergi meninggalkan Alvaro yang masih terkejut mendapatkan pukulan dari asistennya.
“Cuma kamu yang berani memukul saya, Zeze. Nyonya Alvaro Jaziero,” senyum Alvaro mengembang. Dia kembali ke mejanya untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda selama dia sakit.
Ayzel bukan pulang keapartemen sesuai permintaa Alvaro, tapi dia menuju pusat konsul. Dia tidak bisa membatalkan atau menyerahkan pada Naira, Ayzel sempat mampir ke klinik sebentar memastikan kondisinya tidak terlalu parah.
“Humey. Zeze sudah sampai rumah?” Alvaro mengirimkan pesan pada Humey.
“Belum kak. Bukannya dia ada di pusat konsul? Ada apa?” balas Humey.
“Ok. Tidak apa-apa,” sesuai perkiraan Alvaro. Ayzel tidak mungkin pulang, dia bahkan sudah berada di pusat konsul bertemu dengan klien-kliennya.
Alvaro tidak fokus dengan pekerjaannya, berkali-kali dia melihat arlojinya.
“Arrghh,” dia menyambar jasnya dan pergi meninggalkan ruangannya.
“Urus sisanya,” Alvaro berpapasan dengan Kim Roan dan menyerahkan berkas yang sudah dia tanda tangani.
“Dasar CEO bucin,” dia lupa kalau ada Athaya di sampingnya. Kim Roan terkekeh begitu sadar Athaya kebingungan. Kim Roan tentu tahu kemana atasannya tersebut pergi, apalagi setelah melihat wajah pucat Ayzel tadi.
Alvaro melajukan mobilnya menembus jalanan, sudah bisa di pastikan dia menuju pusat konsul di mana Ayzel saat ini melakukan tugasnya sebagai calon psikolog. Masih sekitar jam enam sore saat Alvaro sampai di sana, Ayzel biasanya selesai pukul delapan malam. Alvaro memilih menunggu tak jauh dari gedung pusat konsul berada, agar saat Ayzel keluar dari sana dia mengertahuinya.
Benar saja perkiraannya, sekitar jam tujuh Ayzel sudah keluar dari gedung. Sore itu juga sedang gerimis. Ayzel duduk pada kursi panjang yang ada di luar gedung pusat konsul, dia melepaskan kacamatanya dan memijat kedua pelipisnya.
“Kamu benar-benar keras kepala,” ucap seorang pria yang datang memayungi kepala Ayzel agar tidak terkena tetesan air hujan yang turun dari pinggiran atap gedung.
“Pak Alvaro? Ngapain ada di sini,” kaget Ayzel yang langsung berdiri saat melihat pria yang berdiri di hadapannya adalah Alvaro.
“Mau nyulik kamu,” jawabnya ketus. Ayzel tersenyum sedikiti melihat Alvaro kesal.
“Energi saya sudah habis pak,” ucap Ayzel yang di pahami Alvaro kalau dia sudah tidak punya energi untuk berdebat ataupun menanggapi tingkah random atasannya tersebut.
“Saya antar pulang,” Alvaro berpindah ke sisi samping Ayzel. Tak banyak protes dari Ayzel, dia hanya menuruti apa yang Alvaro mau.
Mereka berdua sudah ada di dalam mobil, Alvaro melajukan mobilnya setelah memastikan Ayzel sudah memasang sabuk pengamannya. Sesaat suasana menjadi hening, baik Ayzel maupun Alvaro tidak berbicara.
“Kita kedokter dulu,” Alvaro yang tetap fokus menyetir membuka pembicaraam.
“Pak Alvaro sakit lagi?” Ayzel memutar tubuhnya menghadap agak ke samping menatap Alvaro.
“Huuff ... bukan saya, tapi kamu Ze” tatapan mata Alvaro pada Ayzel kali ini lebih dari tatapan biasanya. Setelah percakapannya dengan Humey waktu itu, pandangan Alvaro tentang Ayzel menjadi berubah.
“Saya baik-baik saja,” kilah Ayzel. Menit berikutnya dia mendapati tatapan Alvaro antara khawatir, marah dan sedikit kesal.
“Pak Alvaro marah pada saya?” ucapan Ayzel menyadarkan Alvaro. Dia lupa siapa perempuan yang ada di hadapannya saat ini.
“Saya khawatir. Kamu paham tidak perkataan saya, Zeze?” ucap Alvaro dengan suara yang lebih rendah dari ucapannya tadi.
Ayzel melepaskan sabuk pengamannya, dia memposisikan duduknya menghadap Alvaro. Sesaat manik mata mereka saling bertemu dan itu membuat Ayzel tersenyum hangat, membuat hati Alvaro merasa nyaman.
“Saya benar tidak apa-apa. Tidak perlu khawatir,” ucap Ayzel tak kalah lembut pada Alvaro.
“Kamu pucat Ze, saya khawatir. Kita ke dokter, tidak ada penolakan Ze!!” tegas Alvaro.
“Hmm ... saya sudah ke klinik. Saya bukan pak Alvaro atau Humey,” Ayzel menunjukkan obat dan juga hasil pemeriksaan dokter.
Alvaro meraih hasil pemeriksaan dari tangan Ayzel begitu saja, Ayzel menggeleng dan tersenyum.
“Saya hanya kurang tidur,” jelasnya pada Alvaro.
Alvaro masih menatap Ayzel, memastikan ucapan perempuan yang duduk di sebelahnya itu benar baik-baik saja. Memang wajahnya tidak sepucat tadi pagi, tapi tetap saja dia masih pucat dengan kantung mata yang terlihat.
“Saya antar kamu ke hotel. Humey pasti khawatir melihat kamu seperti itu,” niat sebenarnya Alvaro adalah agar Ayzel bisa tidur dengan lebih tenang dan leluasa. Dia pernah keapartemen Ayzel, Alvaro tahu sebesar apa apartemen itu. Terlebih lagi saat ini Humey ada di sana dan juga butuh istirahat karena habis sakit.
“Tidak perlu. Saya bisa istirahat diapartemen,” tolak Ayzel.
“Hotel atau apartemen saya,” lagi-lagi ucapan asal Alvaro membuat Ayzel tak habis pikir dengan pemikiran atasannya tersebut.
“Tidak dua-duanya,” ucap Ayzel tegas.
“Biarkan saya tidur sesaat di mobil. Itu sudah cukup,” Ayzel mencari alternatif agar tidak membuat Alvaro semakin memaksakan kehendaknya.
“Kamu butuh tempat yang lebih nyaman Ze,” tatapan memohon Alvaro pada Ayzel sebenarnya cukup menggemaskan. Ayzel berusaha untuk menahan tawanya saat melihat tatapan memohon tersebut.
“Saya hanya butuh tidur sebentar. Mobil kamu juga nyaman, lagi pula ada kamu juga di sini. Iya atau tidak sama sekali!! Kaivan Alvaro Jaziero,” Ayzel membuat Alvaro salah tingkah dengan ucapannya.
“Sudah saya bilang. Kamu jangan manis-manis, saya bisa khilaf” Alvaro membuka kaca mobil dan mengarahkan wajahnya keluar.