🔥Bocil dilarang mampir, dosa tanggung masing-masing 🔥
———
"Mendesah, Ruka!"
"El, lo gila! berhenti!!!" Ruka mendorong El yang menindihnya.
"lo istri gue, apa gue gak boleh pakek lo?"
"El.... kita gak sedekat ini, minggir!" Ruka mendorong tubuh El menjauh, namun kekuatan gadis itu tak bisa menandingi kekuatan El.
"MINGGIR ATAU GUE BUNUH LO!"
———
El Zio dan Haruka, dua manusia dengan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang terpaksa diikat dalam sebuah janji suci pernikahan.
Rumah tangga keduanya sangat jauh dari kata harmonis, bahkan Ruka tidak mau disentuh oleh suaminya yang merupakan Badboy dan ketua geng motor di sekolahnya. Sementara Ruka yang menjabat sebagai ketua Osis harus menjaga nama baiknya dan merahasiakan pernikahan yang lebih mirip dengan neraka itu.
Akankah pernikahan El dan Ruka baik-baik saja, atau malah berakhir di pengadilan agama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nunna Zhy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Motor melaju membelah gelapnya malam, menyusuri jalanan sepi yang hanya diterangi oleh lampu-lampu jalan yang samar. Angin malam menyapa wajah Ruka, membawa hawa dingin yang membuatnya merapatkan hoodie di tubuhnya. Di depan, El mengendarai motor dengan santai, sesekali menoleh ke belakang memastikan Ruka tetap baik-baik saja.
Ruka hanya diam, membiarkan suasana malam mengisi keheningan di antara mereka. Dia menatap pemandangan sekitar yang lewat dengan cepat—ruko-ruko tutup, pohon-pohon yang bergoyang diterpa angin, dan satu-dua kendaraan yang melintas dari arah berlawanan. Segala sesuatunya terasa seperti melambat, meskipun motor yang mereka tumpangi melaju cukup kencang.
Ditengah syahdunya malam, bulir-bulir air langit mulai berjatuhan, menyapu jalanan dan menciptakan genangan kecil di permukaannya. Derasnya hujan mendadak mengubah suasana yang tenang menjadi penuh dengan suara rintik air dan deru motor yang memecah keheningan.
"Sial! Pakai hujan segala," umpat El dengan nada kesal, tangannya refleks menurunkan kecepatan motor.
Ruka yang duduk di belakangnya terkekeh pelan, suaranya nyaris tertelan angin. "Hujan itu berkah, El. Harusnya lo bersyukur, bukan malah ngedumel."
"Berarti lo nikmatin aja ini berkah. Tapi jujur aja, gue lebih bersyukur kalau hujannya nunggu kita sampai rumah dulu," sahut El sambil mendengus. "Sekarang gini kan, kita jadi basah kuyup!"
"Ya udah, nikmati aja," jawab Ruka santai sambil menepuk pundak El. "Gue suka hujan."
El menggelengkan kepala, meski senyum kecil tersungging di wajahnya. "Lo emang aneh," gumamnya, meski nadanya terdengar hangat.
Hujan semakin deras. Angin yang tadinya sekadar menyapa kini terasa menggigit. El menoleh sedikit ke belakang, suara hujan membuat percakapan mereka harus sedikit lebih keras. "Lo kedinginan, enggak?"
Ruka menggeleng cepat, meski dalam hati dia berbohong. Udara dingin mulai menembus hoodie tipis yang ia kenakan, menusuk kulitnya. Tapi dia enggan mengeluh, apalagi setelah melihat El yang tetap fokus mengemudi meski hujan terus mengguyur mereka.
El mendesah, lalu mempercepat laju motor. "Pegangan yang kuat. Hujan makin lebat!" serunya.
Tanpa banyak protes, Ruka mengikuti instruksinya. Tangannya melingkar erat di pinggang El, memeluknya untuk menjaga keseimbangan. Keputusan El mempercepat motor membuat dinginnya hujan terasa lebih menusuk, tapi anehnya, pelukan itu memberikan kehangatan yang berbeda.
Ruka menunduk, membiarkan hujan membasahi wajahnya. Sesekali dia memejamkan mata, merasakan tetesan air yang deras mengalir melewati kulitnya. Di tengah derasnya hujan dan dinginnya malam, dia merasa ada sesuatu yang berubah. Mungkin bukan hujan itu sendiri yang istimewa, tapi caranya menikmati perjalanan ini bersama El. Keheningan mereka diisi dengan ritme hujan, dan untuk sesaat, dingin itu terasa hangat.
"Lo kenapa senyum-senyum?" tanya El tiba-tiba, saat melirik kaca spion mendapati Ruka yang tersenyum.
Ruka terkejut. Dia bahkan tak menyadari dirinya tersenyum. "Gak apa-apa. Gue cuma... suka momen ini aja, kan gue bilang gue suka hujan." jawabnya, suaranya nyaris tenggelam oleh suara hujan.
***
Sesampainya di rumah, motor mereka berhenti di bawah lampu temaram halaman. Hujan masih mengguyur dengan derasnya, membuat mereka berdua benar-benar kuyup. El mematikan mesin motor dan melirik ke arah Ruka yang sedang merapikan rambutnya yang basah.
"Waduh, basah banget gue!" keluh El sambil memeriksa jaketnya yang sudah tak berguna lagi melawan air hujan.
Namun, bukannya masuk ke dalam rumah untuk mengeringkan diri, Ruka malah berlari kecil menuju halaman yang masih disiram hujan deras. Dengan langkah ringan, dia mulai bermain-main dengan air, membiarkan hujan membasahi tubuhnya lebih deras.
"El, kesini deh!" panggil Ruka sambil melambaikan tangan, wajahnya penuh senyum.
El mengerutkan dahi, melipat tangan di depan dada sambil berdiri di bawah teras yang terlindung dari hujan. "Ogah! Gue bukan bocah yang suka mandi hujan!" serunya, setengah kesal, setengah geli melihat kelakuan istrinya.
Namun, Ruka tak peduli. Dia berlari ke arah El, wajahnya masih dipenuhi keceriaan seperti anak kecil yang menemukan mainan baru. Tanpa aba-aba, dia meraih tangan El dan mulai menariknya ke halaman.
"Ruka, apa-apaan sih? Udah deh, jangan kaya bocah!" protes El, mencoba melepaskan genggaman gadis itu.
"Temenin gue mandi hujan," jawab Ruka ringan, senyumnya tak pudar sedikit pun.
"Enggak!" El mencoba menahan langkahnya, tapi Ruka lebih gigih. Dengan tawa kecilnya, dia terus menyeret El keluar dari teras.
Begitu kakinya menyentuh genangan air, El mendesah keras. "Gila lo! Lihat, celana gue makin parah basahnya sekarang!"
Ruka terkekeh, lalu mulai memutar tubuhnya di bawah hujan seperti seorang balerina, sesekali mengayunkan tangannya untuk memercikkan air ke arah El. "Gak usah banyak protes, nikmati aja! Hujan itu berkah, El!" serunya dengan suara yang hampir tenggelam oleh derasnya hujan.
El hanya bisa menggeleng, tapi senyum kecil mulai menghiasi wajahnya. Dia mendongak, membiarkan hujan membasahi rambut dan wajahnya. Dalam hati, dia berpikir betapa aneh tapi menariknya Ruka. Wanita itu selalu berhasil membuat hal sederhana seperti hujan terasa istimewa.
"Ayo, El! Lepasin gengsi lo sebentar. Lihat gue!" teriak Ruka sambil terus berputar, tak peduli dengan dinginnya malam.
El akhirnya menyerah, setelah melihat keceriaan di wajah istrinya. Hampir seminggu gadis itu hidup seperti zombie. Sekarang lihatlah, dia tersenyum, bahkan tertawa lepas seolah tak memiliki beban hidup. El melangkah ke tengah halaman, dan memercikkan air ke arah Ruka. "Tuh, lo seneng kan? Happy sekarang?"
"Banget!" jawab Ruka dengan tawa lepasnya. Dia melompat kecil, mencipratkan air ke segala arah, dan untuk pertama kalinya malam itu, El ikut tertawa.
Di bawah guyuran hujan yang dingin, mereka lupa sejenak tentang perbedaan, tentang perdebatan, dan tentang dunia di luar halaman rumah itu. Yang ada hanya dua jiwa yang mencoba menikmati momen kecil dalam hidup—sederhana, tapi begitu hangat.
Bersambung...