Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Obat
"Jadi ini adik dokter Hesa?" Hana tampak ingin menyapa Gisel dengan ramah.
"Iya, kenalkan dia dokter Gisel, adik saya dan ini suster Naya, Istri saya!" Jelas Hesa sembari berjalan mendekati Naya.
"I-istri? Jadi dokter Hesa sudah menikah?" Dokter Hana terlihat sangat terkejut mendengar kabar dokter Hesa yang telah menikah, padahal satu bulan yang lalu Hesa masih lajang.
"Iya, saya sudah menikah dan ini istri saya"
Wajah Hana tampak pias, dia seperti terkejut karena mengetahui fakta bahwa Hesa sudah menikah.
"Baiklah dokter Hana, kalau tidak ada yang ditanyakan lagi saya rasa cukup untuk hari ini. Saya akan makan siang bersama istri dan adik saya"
"Saya mengerti dokter, kalau gitu saya permisi"
"Silahkan"
Hana tampak mengulas senyumnya pada Hesa namun raut wajahnya berbuah saat berbalik menatap Naya.
"Siapa dia Kak?"
"Dokter anastesi yang baru. Resumenya sudah masuk satu bulan yang lalu tapi baru satu minggu ini Kakak memeriksanya"
"Oh" Sahut Gisel merasa geli sendiri dengan warna bibir merah merona milik Hana tadi.
"Kamu mau makan siang apa Nay? Mas belum pesan karena mau tanya kamu dulu. Dari tadi Mas udah kirim pesan juga nggak di bales"
"Maaf Mas, Naya nggak sempat buka hp"
"Ya udah mau pesan apa, kamu juga mau pesan apa Gisel?" Hesa menatap adiknya yang sudah duduk menyandarkan kepalanya di sofa.
"Aku mau ayam goreng Kak"
"Kamu mau apa Naya?"
"Ayam goreng juga nggak papa Mas, tapi kalau bisa Naya mau yang pedes ya Mas?"
"Ya udah samain aja ya?"
Kedua wanita itu mengangguk. Hesa juga memesan jus untuk Naya. Waktu di rumah sakit Hesa melihat Naya suka sekali jus jeruk, jadi dia memesankan Naya jus jeruk yang dingin.
"Kamu mual lagi nggak?" Hesa memilih duduk dekat dengan Naya sementara Gisel berada di single sofa sendirian.
"Cuma sedikit kok Mas kalau ada bau parfum yang menyengat. Tapi nggak separah waktu pagi"
"Syukurlah. Tapi tadi Mas sudah bilang sama dokter Monic untuk meresepkan obat mengurangi mual. Nanti biar Mas ambil dulu sebelum pulang"
"Iya Mas makasih banyak" Naya berusaha menghindari tatapan Hesa yang terus tertuju padanya. Apalagi posisi mereka begitu dekat, dia bisa mencium harum tubuh Hesa yang begitu pekat di hidungnya.
Padahal menurut Naya Hesa tak memakai parfum yang berlebihan. Namun entah kenapa hidungnya sangat sensitif dan amat menyukai bau badan suaminya itu.
"Nggak usah berkali-kali bilang makasih. Ini sudah kewajiban Mas untuk menjaga kalian"
"Hmm!!" Gisel sengaja berdehem dengan keras.
"Gini amat yak nasib jomblo. Tapi kenapa juga kalian harus uwu-uwu di hadapan gadis polos ini?" Gisel mengibaskan tangannya di depan wajah seolah sedang mengusir hawa panas di sekitarnya.
Hesa tak mempedulikan ucapan adiknya, dia justru memperhatikan wajah Naya yang memerah. Tampak lucu di mata Hesa ketika melihat Naya malu seperti itu.
Tak lama kemudian pesanan Hesa telah datang. Tiga paket ayam goreng beserta sambal yang pedas sesuai keinginan Naya. Jus jeruk yang segar juga sudah ada di hadapan Naya saat ini.
"Jus jeruk buat kamu" Hesa memberikannya untuk Naya, dia bahkan langsung menusukkan pipet ke dalam cup jusnya.
Wanita itu pun tercengang karena tadi Hesa tak mengatakan jika membelikannya jus jeruk.
"Kayaknya Kakak udah mulai tau nih kesukaan Naya"
"Masa suami nggak tau apa kesukaan istrinya"
"Uhuk..uhuk.." Naya tersedak jusnya karena jawaban Hesa.
"Pelan-pelan" Hesa mengambil selembar tisu lalu membersihkan bibir Naya dengan lembut.
"Woahh, sungguh di laur prediksi" Gumam Gisel melihat Kakaknya yang tak biasa itu. Sejauh yang Gisel tau, Kakaknya itu bukan orang yang bersikap manis pada orang yang baru ia kenal.
Hesa hanya bersikap seperti itu pada dirinya dan juga Mamanya. Tapi sikap manis Hesa pada Naya yang beberapa kali ia lihat cukup membuatnya tak habis pikir. Kakaknya benar-benar berubah di hadapan Naya.
"Kita makan sekarang ya?"
"Iya Mas"
Kali ini Hesa yang melayani Naya. Dia membuka kotak nasi yang berisi ayam goreng itu. Aromanya yang memanjakan lidah langsung membuat Naya lapar begitu kotaknya di buka.
"Jangan banyak-banyak sambalnya!" Tegur Hesa karena Naya menuang begitu banyak sambal di atas nasinya.
"Tapi kalau nggak pedes nggak enak Mas" Protes Naya karena itu yang sejak tadi dia inginkan.
"Boleh pedes tapi jangan banyak-banyak. Nanti sakit perut!" Hesa mengambil cup sambal yang masih ada di tangan Naya.
"Iya Nay, dikit aja sambalnya. Jangan berlebihan!" Gisel ikut menimpali. Dia juga memikirkan Naya yang sedang mengandung keponakannya itu.
Selera makan Naya mendadak surut begitu saja. Padahal hanya karena hal sekecil itu. Naya juga tidak tau kenapa perasaannya begitu sensitif akhir-akhir ini.
"Ayo di makan sekarang" Ajak Hesa. Dia mencoba mencicipi ayam goreng miliknya. Menantikan Naya yang biasanya akan memilih menukar makanan dengannya.
Tapi beberapa detik berlalu, Hesa tak melihat Naya melirik makanan miliknya. Istrinya itu hanya diam menatap ayam goreng miliknya sendiri.
"Kenapa nggak makan? Mau tukar sama milik Mas?"
Naya menggeleng, dia tidak juga menginginkan makanan milik Hesa kali ini.
"Apa mau yang lain Nay? Biar aku yang pesan ya?" Tawar Gisel.
"Nggak Gisel. Aku mau makan ini aja, tapi boleh ya Mas kalau sambalnya nambah dikit aja?" Naya menatap Hesa penuh harap.
Sekarang Hesa tau apa penyebab istrinya tak menyentuh makanan sejak tadi.
"Boleh tambah tapi Mas yang suapi ya?"
"Hah??!!" Suara Naya dan Gisel berbarengan.
"Ayo buka mulutnya!" Perintah Hesa dengan tangan yang sudah penuh dengan nasi di tangannya.
"T-tapi Mas.."
"Aaa.." Paksa Hesa.
Hingga akhirnya sesuai nasi masuk ke dalam mulut Naya. Wanita itu mengunyah nasi dari suapan suaminya untuk yang pertama kalinya.
Sementara Gisel justru menikmati momen di mana Kakaknya menyuapi Naya dengan telaten.
"Mereka bukan seperti orang yang terpaksa menikah"
"Enak kan?" Tanya Hesa.
Naya hanya mampu mengangguk meski dia malah kesusahan menelan nasinya. Nasi yang ia makan terasa berhenti di tenggorokan saat ini karena Hesa terus memandangnya.
"Jadi kamu nggak selera makan gara-gara Mas larang kamu makan sambal banyak-banyak?"
"M-maaf Mas. Tapi Naya juga nggak tau kenapa Naya sensitif sekali"
"Itu memang karena pengaruh kehamilan kamu. Perasaan pasti menjadi lebih sensitif. Tapi kan udah ada obatnya, jadi nggak usah khawatir"
"Obatnya? Apa?" Naya terlihat bingung karena sejak tadi dia tak merasa meminum obat.
"Suapan langsung dari tangan suami kamu"
"Uhuk..uhukk.." Gisel menepuk dadanya yang terasa perih karena tersedak sambalnya sendiri.
tapi pasti mamas dokter bisa bungkam mulut mereka.
👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Tapi itulaa n̈amanya pengikat kasih sayang ♥️♥️♥️♥️♥️